"Ini dari bu Ambar mbak, " sahut suara seberang.Bu Ambar adalah pemilik kontrakan yang aku tempati."Oh, bu Ambar, maaf tidak langsung mengenali suaranya karena nomornya tidak ada di kontak Hp saya," tukasku."Nggak apa-apa mbak, saya yang harusnya minta maaf ganggu mbak Adel malam-malam, ini saya telepon pakai nomor Hp saudara saya," sahut bu Ambar."Jadi ada apa perlu apa, Bu?" tanyaku langsung."Saudara saya datang habis maghrib ke rumah, dia butuh uang tunai dalam jumlah besar mbak, makanya dia mau jual warisan rumah yang lokasinya ada di perumahan ini, " bu Ambar menjeda kalimatnya."Dari tadi mbak Adel saya lihat gerbangnya dikunci, terus pas saya lihat lagi mbak Adel baru saja pulang jam 9, sebenarnya pingin langsung ke rumah mbak Adel, tapi saya sungkan ganggu malam-malam, akhirnya saya beranikan diri telepon daripada langsung menemui mbak Adel," sambung bu Ambar lagi."Jadi, ada yang bisa saya bantu Bu? " tanyaku."Tolong bantu iklanin rumah saudara saya mbak, dijual murah
"Itu telepon dari ..., ehm, kasih tahu nggak ya?" mas Andi menggodaku dengan mengedipkan sebelah matanya."Ih, paling dari cewek lain ya," semprotku manyun."Hahahaha, emang aku ada tampang buaya daratkah Honey?" tanya mas Andi."Mas jangan bercanda ya, itu telepon dari siapa sih? " tanyaku penasaran sekali. Masak iya telepon dari cewek lain tapi mas Andi berani menerima panggilan teleponnya di hadapanku."Tadi telepon dari detailer obat* Honey bunny sweety baby, " jawab mas Andi sambil mengacak rambutku.Aku bernafas lega. 'Kirain telepon dari cewek lain,' batinku."Sewaktu awal masuk disini kan ada beberapa detailer yang menawarkan macam-macam obat padaku, nah, terus aku minta brosur produk obatnya, aku bandingkan satu sama lain, terus akhirnya aku memilih detailer yang bisa memasok lebih murah tapi kualitasnya sama dengan pabrik lain untuk diajak kerja sama menyetok obat ke tempat klinikku nanti," jelas mas Andi panjang lebar."Emang mas Andi sudah siap untuk membangun klinik? buka
Aku menghentikan kegiatan menulisku, dan mendongakkan kepala memandang ke arah pintu."Dia? kenapa dia kesini? " gumamku dalam hati.Dia lalu dengan penuh percaya diri masuk mendekati meja kerjaku. Dia tampak cantik sekaligus sombong dengan stelan blazer warna ungunya itu."Clara, bagaimana kau tahu rumah sakit tempatku bekerja?" tanyaku. Pertanyaan bodoh, tentu saja dia dengan mudah mengetahuinya karena aku dan mas Andi bekerja di rumah sakit yang sama.Clara tanpa kupersilahkan duduk di hadapanku."Tentu saja aku dengan mudah bisa mengetahuinya. Tapi itu bukan hal penting sekarang. Yang terpenting adalah aku minta kamu meninggalkan Andi. Dia hanya milikku." Ucapnya pongah.Aku menegakkan tubuhku. Aku tidak menyangka calon pelakor ini datang dan berani menemuiku di tempat kerjaku."Mas Andi bukan barang, dia bisa mencintai siapapun yang dia mau ! biar dia memilih diantara kita siapa yang akan dinikahinya!" sahutku memandang matanya. Tajam."Kamu terlalu percaya diri ! Kamu harus nga
Dan betapa terkejutnya aku melihat nomor tidak dikenal mengirimkan foto Clara sedang memeluk mas Andi!!!Aku mendadak oleng sehingga Nur perlu memegangiku agar aku tidak terjatuh."Ada apa Mbak Adel?" Nur memapahku, wajahnya khawatir."Aku nggak apa-apa Nur, mungkin pusing sedikit karena kemarin kehujanan," sahutku sambil memasukkan ponsel di saku seragamku lagi.Nur memapahku sampai menuju tempat parkir motor."Mbak Adel yakin kuat pulang sendiri?" tanya Nur saat aku mulai menaiki motor."Iya Nur, aku kuat kok, sekarang sudah hilang pusingnya, " sahutku tersenyum.Aku tidak mau membuat Nur khawatir dan memilih tidak memperlihatkan foto tersebut. Biar saja nanti aku konfirmasi sendiri pada mas Andi.Aku tidak boleh terburu emosi. Bisa saja Clara atau siapapun yang mengirim foto ini menginginkan pertengkaran kami.Tapi tidak semudah itu Fergusso, aku adalah seorang bidan yang mempunyai kesabaran tingkat kabupaten. Percuma saja kamu memancing emosiku."Ya sudah kalau gitu mbak Adel, say
Saat aku melepeh benda tersebut dari mulutku, aku terkejut karena benda itu adalah.....Sebentuk cincin emas cantik dengan permata kecil putih di tengah-tengahnya.Mataku membulat tidak percaya."Cin-cin? buat apa ?" tanyaku memandangi wajahnya."Buat mancing ikan, yaaa buat ngelamar kamu lah Honey, " jawab mas Andi tersenyum.Aku speechless."Ngelamar aku?" aku mengulang kalimatnya."Yaps, buat melamar bidadariku," sahut mas Andi yakin.Mas Andi meletakkan gitarnya dan menggenggam tanganku."Okay Adelia Nareswari, will you marry me?" tanyanya.Mataku mengembun. Setetes air jatuh dari kelopaknya. Tangan kananku yang memegang cincin tetap dalam genggaman tangan mas Andi, sedangkan tangan kiri menghapus tetes demi tetes air mata yang terjatuh."Lo, kok nangis sayang? kamu gak suka cincinnya ya? " tanya mas Andi padaku."Aku suka sayang, suka banget, cuma nggak nyangka aja," jawabku."Jadi jawaban atas pertanyaanku apa?" tanya mas Andi lagi.Aku mengangguk. "Yes, I will," sahutku."Makas
Aku merasa sangat pusing saat mencoba membuka mata. Tercium bau obat dan terlihat ruangan serba putih yang berada di sekelilingku.Kulirik jam dinding masih jam 03.30."Uughhh..., uughh," hanya itu suara yang bisa keluar dari mulutku.Kulirik di shofa samping tempat tidurku ada mas Andi yang berbaring dengan mata terpejam. Hendak membangunkan mas Andi, tapi aku tidak tega.Aku mencoba bangun dan duduk tapi kepala dan tubuhku terasa tertusuk-tusuk paku.Karena sakit disekujur badan, aku menyerah untuk berusaha duduk. Akhirnya aku memandangi langit-langit kamar tempat aku dirawat. Sepertinya bukan kamar rawat inap di rumah sakitku bekerja.Aku berusaha mengingat hal yang telah terjadi. Semalam aku sudah menyeberang jalan saat kondisi sudah kupastikan lengang dan sepi dari kendaraan yang berlalu lalang.Kemudian dengan perlahan aku menyeberang, tapi entah kenapa tiba-tiba ada mobil yang melaju kencang dan melanggar motorku. Sehingga menyebabkan aku terpental dan kepalaku terbentur aspal.
"Berikan ponselmu! " Seru Clara mendekati Nur.Tapi Nur segera berkelit menjauh dari Clara."Mau minta ponselku ? enak aja, bikinin dulu 1000 candi, weeeekkkk," Nur memeletkan lidahnya.Clara semakin naik pitam.Dia mendekati Nur dan menarik lengannya keras."Ayo berikan padaku ponselmu!" perintah Nur.Nur menggeleng dan tersenyum mengejek. " Udah aku sembunyikan, nggak bakalan bisa kamu nyarinya, weeeekkkk," sahut Nur lagi.Tapi dari ekspresi wajah Nur, terlihat dia menahan rasa sakit karena dicengkeram tangannya.Melihat Nur disakiti, aku tidak tinggal diam. Aku menggenggam dan mengangkat ke atas tombol nurse call bell yang ada disamping tubuhku."Hei Clara, kalau kamu menyakiti Nur, aku akan menekan tombol nurse call bell agar mereka mengusirmu," ancamku padanya.Clara mendelik lalu melepaskan tangannya yang mencengkeram lengan Nur dengan kasar.Nur memegangi lengannya dan meringis kesakitan."Baiklah, kalau memang punya buktinya, aku tunggu kamu melaporkan ke polisi, kita lihat si
"Adelia, aku cuma mau minta maaf atas perilakuku kemarin yang mengancam dan menabrakmu. Ini aku memberikan ganti rugi biaya rumah sakit dan perbaikan motormu. Kalau kurang, bilang saja, aku tidak akan menganggumu lagi," katanya menunduk.Aku terkejut dan melongo melihat perubahan Clara yang tiba-tiba ini.Berbagai pertanyaan terlintas di kepala. "Apa yang telah mas Andi katakan pada Clara, sehingga Clara meminta maaf padaku?" "Ka-kamu kenapa tiba-tiba minta maaf?" tanyaku heran."Lo, kan emang selama ini aku salah, jadi sudah kewajibanku dong minta maaf," sahut Clara.Aku mencubit pipiku sendiri. "Aaaawwww," sakit ternyata, berarti ini bukan mimpi.Clara mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Aku mengernyit. Takut kalau yang dia ambil adalah pistol atau sebilah pisau. Tapi ternyata yang dia ambil dari tasnya adalah sebuah amplop warna coklat dan tebal. Clara meletakkan amplop tersebut di kasur dekatku."Sekali lagi aku minta maaf sudah mencelakaimu, untuk ke depannya aku akan berusah
Rating 21Cinta lahir bertepatan dengan cinta Adam pada Hawa. Lalu cinta mekar dan berbunga bersamaan dengan cinta Yusuf pada Zulaikha. Sayangnya cinta menjadi gila bertepatan dengan cintanya Majnun pada Laila. Namun sayangnya cinta menjadi mati bersamaan dengan matinya Romeo dan Juliet. Namun hari ini, cinta hidup dan mekar kembali bersamaan dengan hadirnya cintaku padamu.Aku melempar tatapan mendelik pada mas Andi. Sementara mas Andi tersenyum kecil. Hatiku sudah ser-seran rasanya saat mas Andi berbisik di telingaku tadi."Mas, perlu dibantu untuk berdoa setelah akad? " tawar pak penghulu pada mas Andi.Mas Andi menggeleng. "Saya sudah bisa pak, " katanya seraya memegang kepalaku dan berdoa tepat diatas ubun-ubun, "Allahumma inni as'aluka min khoiriha wa khoirimaa jabaltaha 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarimaa jabaltaha 'alaih."(Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan dirinya dan kebaikan yang engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kej
Aku tidak menyangka Roma yang nekat akan meracuni mas Andi malah berbalik meminum racunnya sendiri. Malah kini dia harus menginap di ruang ICU.Tapi justru ada hikmah besar di balik kejadian tersebut. Menurut mas Andi, tante Ani meminta papa untuk mempercepat rancana pernikahanku dan mas Andi.Aku sangat berbahagia dengan keputusan papa. Apalagi bapakku protes padaku karena belum menikah tapi sudah sering semobil berdua."Bapak takut kamu khilaf dan tiba-tiba memberi bapak cucu," kata bapak waktu itu.Karena itu aku dan keluargaku menyambut baik rencana papa dan tante Ani. Tapi tante Ani juga punya permintaan, yaitu menguji reaksi Roma kalau tahu aku dan mas Andi akan menikah.Maka malam ini aku mengunjungi Roma lagi di ruangan VIP, setelah kemarin aku mengunjunginya di ICU.Sungguh suasana yang canggung banget. Sepi dan hening. Aku cuma bicara satu dua kalimat saja. Tidak tahu cara mencairkan suasana.Sempat bingung juga bagaimana memberitahu Rania dan Roma tentang rencana pernikahan
pov AndiSetelah aku mengantarkan Adelia pulang dari melihat Roma di ICU rumah sakit Al-Hikmah ke kontrakan, aku segera pamit pulang ke rumah baruku untuk melihat pekerjaan tukang.Ternyata lebih cepat dari prediksiku. Mungkin 4 hari bisa selesai dan aku langsung bisa membeli perabotan untuk mengisi rumah.Setelah ashar, para tukang berpamitan pulang, akupun menuju rumah Rania untuk beristirahat.Aku membaringkan tubuh penatku saat ponsel khusus keluarga di atas meja berbunyi.Aku bangun dari ranjang, dan langsung meraih benda pipih itu."Dari papa? tumben papa telepon," gumamku penuh tanda tanya.Tanpa membung waktu, aku bergegas untuk menerima telepon dari papa."Assalamualaikum, apa kabar Pa?" sapaku."Waalaikumsalam, kabar papa baik, ada hal penting yang perlu kita bahas, tentang masa depan kamu, bisa kamu ke rumah sekarang? " tanya papa."Iya Pa, Andi langsung berangkat habis ini ya,"jawabku.Setelah mendapat kepastian kedatanganku, papa langsung menutup sambungan telepon usai m
pov RomaAku seperti bermimpi mendengar suara Rania mengaji di dekatku. Suara itu terdengar samar dan begitu merdu.Selanjutnya masih seperti dalam mimpi, saat aku mendengar Rania berkata, "Mas, cepat sembuh ya, sakit hatiku saat melihatmu masih mencintai Adelia tidak seberapa dibanding khawatirnya aku karena takut kehilanganmu,"Aku merasa Rania mencium kening dan mengelus rambutku. Serta berbisik,"aku mencintaimu Mas, mencintai kelebihanmu dan segala kekuranganmu,"Kemudian sepi lagi merajai hati. Lalu aku merasa berada di padang rumput yang luas.Antara sadar dan tidak, aku seperti melihat Rania menggendong Rum menjauh dariku, "Jangan pergi," seruku.Tapi Rania tetap berlalu sambil melambaikan tangannya. "Kamu sepertinya lebih mencintai Adelia, Mas, jadi apa gunanya aku dan Rum ada di dekatmu," sahutnya semakin menjauh.Terengah-engah aku mengejarnya."Aku minta maaf sayang, aku janji akan melupakan Adelia, aku mohon maafkan aku, aku akan jadi suami dan ayah yang baik." Janjiku."Te
pov RaniaAku baru saja berganti baju seusai mandi saat mendengar mas Andi berteriak. Dari suaranya terdengar begitu panik.Aku buru-buru keluar dari kamar dan menuju ruang makan, asal suara mas Andi berteriak.Mama juga tergopoh-gopoh turun dari kamarnya di lantai atas.Dan betapa terkejutnya aku melihat mas Roma tergeletak miring dengan berwajah kebiruan dan mulutnya berbusa.Aku langsung menangis histeris. Mas Andi lalu memberikan Rum pada mama.Mas Andi segera memeriksa nadi di pergelangan tangan Roma kemudian dia langsung berlari ke arah kamarnya.Tidak berapa lama, ambulance pun datang. Mas Andi segera menuju ruang depan dan kembali ke ruang makan bersama perawat UGD.Kemudian mas Andi dan perawat tersebut menaikkan mas Roma ke atas brangkard kemudian mendorongnya ke halaman."Rania, ayo ikut denganku ke rumah sakit," instruksi mas Andi padaku.Aku mengangguk. Dengan wajah bingung dan masih berlinangan air mata aku mengikuti mas perawat yang mendorong brangkard ke dalam ambulance
pov dokter Andi Semalaman aku memikirkan perkataan Adelia di telepon. Apa benar Roma akan melakukan hal nekat untuk mendapatkan Adelia, sementara aku adalah sepupu Rania. Apa Roma tega melakukan hal buruk padaku.Ah, masa bodoh. Aku cuma perlu waspada saja pada segala ucapan dan tindakan Roma sekarang.Lelah berpikir kemungkinan yang akan Roma lakukan padaku membuatku lelah dan tertidur.Besok harinya, setelah sholat subuh, aku memilih bersantai di kamar sebelum aku mengawasi para tukang di rumahku.Saat sedang asyik membaca artikel kesehatan, aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Sepertinya suara Roma."Ndi, coba keluar kamar sebentar, aku mau ngobrol," serunya.Dengan rasa penasaran aku membuka pintu dan tampaklah wajah Roma di depan kamar.Aku mulai bersikap waspada."Ada apa? tumben ngajak ngobrol," tanyaku. Curiga? jelas. Selama aku tinggal disini, dia jarang mengajakku ngobrol lebih dahulu."Iya, cuma mau nanya aja, semalam kayaknya aku denger kamu beli rumah ya," tanya Roma ramah.
pov RomaSejak aku melihat Adelia menolong persalinan Rania, jiwa kemantananku meronta-ronta.Perasaan bersalah karena pernah mempermainkannya menggedor-gedor pintu hati.Sepertinya aku memang CLBK alias cinta lama belum kelar. Selalu terbayang-bayang wajah cantiknya saat berada di rumah walaupun aku bersama Rania.Perasaanku bertambah mendalam saat melihatnya di acara aqiqah Rum. Dia tampak anggun dan cantik dengan balutan hijab.Otomatis aku teringat lagi masa SMA kami yang sering menghabiskan waktu dengan menikmati nasi padang bersama.Aku akan mencoba mendekatinya lagi. Poligami boleh kan? apalagi Rania masih masa nifas. Dia belum bisa melayaniku.Mendekati kolam renang, ku rayu Adelia agar mau menjalin hubungan denganku.Tapi dia menolakku. Dia bahkan mengancam akan berteriak kalau aku memegangi tangannya terus menerus.Dan kedatangan si Andi memperkeruh keadaan. Dia mengancamku agar jangan menganggu Adelia.Bah, apa urusannya dengan Andi. Adelia kan bertemu aku terlebih dahulu d
"Emang kenapa kamu pingin ketemu aku? " tanyaku penasaran.Roma menjawab, "Karena aku ingin...,"Ucapan Roma kupotong, "Maaf, kamu sudah punya istri dan aku juga sudah punya calon suami, jadi kalau bertemu berdua saja tidak bisa, " Sahutku.Roma mendesah. Kemungkinan dia kecewa. Tapi aku tidak peduli lagi."Kamu jadi menikah dengan Andi? " tanyanya parau."Insyallah, semoga tahun ini bisa terwujudkan." Jawabku."Aku tidak bisa lagi mempertahankan rumah tanggaku. Aku selalu teringat padamu walaupun sedang bersama Rania," tukasnya parau.Aku terdiam."Aku sudah lama juga tidak bisa menyalurkan hasratku sebagai seorang suami padanya. Aku tidak bernafsu, bagaimana kalau kita menikah secara diam-diam?" lanjutnya."Heh, kamu gila? itu bukan urusanku! Dan asal kamu tahu, tentu saja Rania belum boleh melakukan hubungan suami istri karena dia sedang masa nifas," Jelasku sebal.Sekarang ganti Roma yang terdiam."Hubungan kita udah kelar dari dulu, jadi jangan coba-coba CLBK, mending kalau Rania
Dengan mempercepat langkah, aku sampai di pintu depan kontrakanku. Aku menarik handlenya. Tidak dikunci !!Dengan segera aku membuka pintu depan tersebut. Dan ternyata...."Kejutannnnn... !!!" Nur, Anif, dan Putri berseru keras di ruang tamu. Sementara bu Ambar tampak tersenyum sambil duduk di shofa.Tampak di tengah meja ada nasi putih berbentuk segitiga alias tumpeng dan dikelilingi aneka lauk berbahan santan lengkap dengan sambal ijonya."Ya Allah..., teman- teman," aku berlari menubruk mereka.Nur, Putri, dan Anif memelukku secara bergantian. Aku terharu sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah sembuh beneran mbak Adel? " tanya Nur."Wes ojo mewek, kami semua kangen kamu Del, salam dari teman-teman yang sedang dines," kata Anif sambil mengusap air mataku dengan jempol tangannya."Maaf ya Del, gak bisa membesuk waktu kamu opname," tukas Putri."Nggak apa-apa rek, ayo duduk semua, aku bikinin minuman dingin ya?" tawarku."Halah, nggak usah, kami tadi beli jus buah banyak, tuh di krese