Arlesa mengusap kepala Maysa, "Kamu tidak di sakiti pria itu, kan?" tanyanya.
"Aman, tapi aku yakin, Fandi marah besar saat ini," tukas Maysa.Rexa diam memikirkan rencana selanjutnya. Dia harus bisa menerobos langsung rumah Fandi. Jika penemuan Maysa membuat dia yakin akan jejak Fitri, dia tak mungkin tenang bila kebenaran itu belum jua terungkap."Rumah itu memang luar biasa mistisnya. Kita harus cermat lagi untuk menerobos," imbuh Gus Alam."Tapi jangan bawa Maysa lagi, ini sangat bahaya bagi perempuan," kata Arlesa.Kesempatan mereka hanya malam ini, kata Bi Nasih, pak Hendra dan Bu Rosa akan kembali esok hari."Aku tahu, bagaimana cara aku dan pangeran Rexa masuk ke rumah itu nanti malam," kata Gus Alam mengemukakan ide cemerlangnya.
Ide itu di bisikkan kepada Rexa, kakak Arlesa pun itu menyetujui. Mereka kembali pulang lagi ke rumah menyusun taktik untuk malam nanti.Sementara &nbSehabis mahgrib rumah Fandi mengalami kerusakan listrik. Rumah mewah pak Hendra begitu gelap mengcekam. Bi Nasih hanya menyalakan lilin di setiap ruangan, tapi tetap saja kegelapan tak mampu di kalahkan cahaya lilin itu. Karena pelembab ruangan mati, Fandi pun kepanasan di kamarnya, dia bergegas keluar rumah."Panas banget, Bi. Aku keluar dulu, jaga rumah baik-baik," kata Fandi yang menenteng kunci mobilnya. Di luar ada Rexa yang menyamar sebagai petugas PLN, meski agak gugup, Rexa, Gus Alam, dan kedua pengawalnya mencoba menyapa Fandi di teras rumah."Maaf, Pak. Kami petugas PLN di minta untuk mengecek kerusakan kabel utama di rumah ini," kata Gus Alam merendah. Saat itu sulit untuk Fandi mengenalinya sebab wajah ahli spiritual itu di tutupi masker. Mereka memang sengaja memadamkan listrik di rumah Fandi, ini cara agar Fandi keluar rumah dan mereka lebih leluasa berpetualang di rumah misteri itu."Ya, silahkan masuk," sahut Fandi mengiba
Pagi pun tiba, Arlesa sudah mandi juga sudah rapi, sementara Maysa masih tertidur, pria ini memang sudah disiplin sejak kecil. Naluri kedisiplinannya melekat kuat hingga dewasa. Dia merasa ada sosok jin kafir yang memang mengintai Maysa dari jaih, entah itu berasal dari mana, tapi selama Arlesa ada di dekat Maysa, jin kafir itu enggan mendekati calon istrinya. Arlesa menepuk-nepuk lembut pipi Maysa. Lakon ini mungkin setiap pagi akan ia lakukan, Maysa akan selalu terjaga di malam hari karena ketakutan pada sosok mahluk-mahluk yang acapkali mengintainya dengan kehadiran Arlesa. "Maysa, bangun, sudah pagi," ujarnya berbisik. Mata indah Maysa mengerjap. Sempat bingung melihat kehadiran Arlesa namun seketika ia sadari, dia memang sedang tidur rumah Arlesa. "Kamu mandi sekarang, lalu kita sarapan, kita akan semua menyeberang ke wandara," lanjut Arlesa. Maysa bangun dengan mata yang menyipit. Di
Setiba di gerbang dimensi itu lagi, Rexa meminta penjaga gerbang pertama agar merahasiakan kedatangan mereka. Rexa saling bergenggaman tangan dengan Fitri, begitu pun Arlesa yang saling mengikat erat dengan lengan Maysa."Genggam tanganku juga, ayo," seru Gus Alam pada salah satu pengawal wandara."Istriku dayang istana, jika melihat kita, aku tidak dapat jatah nanti," keluh pengawal Rexa.Gus Alam menepuk lengan kekar pengawal itu."Badanmu saja yang besar! Ternyata jin juga takut istri, astaga dunia-dunia .." Gus Alam mengerutu."Kalian siap?" tanya Rexa."Maysa, ikuti langkahku, jangan menoleh, jika takut dengan cahaya, pejamkan saja matamu," kata Arlesa.Perlahan mereka memasuki gerbang pertama, cahaya mulai menyinari mata Maysa yang begitu rapat terpejam, pintu itu di jaga oleh kedua pengawal kekar memakai atribut tentara.Pintu kedua cahayanya makin terang, hingga
Rexa membawa Fitri ke tabit istana, setelah menjelaskan yang terjadi pada Fitri, tabit mununtun mereka ke sungai suci, di sungai itu Fitri akan membersihkan jiwa dan raganya yang sudah di nodai oleh jin ifrit peliharaan pak Hendra.Aliran sungai kecil itu di hiasi batu permata biru, kedalamanya hanya seukuran pinggang orang dewasa."Kamu berendam di bawah," kata tabit tua itu pada Fitri.Rexa menemani Fitri turun ke sungai. Air itu sangat dingin, namun menyegarkan. Fitri merasa kesakitan di bagian perut. Dia mulai merintih seraya memengang perutnya yang meliuk-liuk. Rexa terkejut, dia memalingkan wajah ke tabit istana."Bagaiman ini? Fitri kenapa kesakitan?" tanyanya."Itu reaksi air suci. Karena terlalu banyak benih busuk di dalam rahimnya jadi air suci ingin mengeluarkannya," sahut tabit begitu tenang.Fitri mulai pucat, sakit teramat sakit dihujam ke perutnya. Bak kesakitan di lilit
Arlesa memencet bel kamar ibunya. Dari dalam bunda Risani melihat kedatangan anaknya di kamera pintu. Dia tersenyum lalu membuka pintu itu. Di dalam kamar, Ratu Risani sedang di masker oleh dayang pribadinya."Kau sudah pulang, Nak?" tanya ibunya dengan wajah kaku."Iya, Bunda, aku ingin jujur," Arlesa membuka pembicaraan serius.Ratu Risani menyuruh kelima dayang pribadinya keluar dari kamar. Dia beranjak duduk di sampinga anaknya. Risani memang seorang ibu yang sigap bila itu menyangkut Arlesa."Katakan apa itu, Nak?""Aku mencintai seorang manusia," tutur Arlesa spontan.Ratu Risani terperanjat. Ada banyak keterkejutannya. Dia selalu larut dalam situasi memanjakan Arlesa hingga dia tak menyadari anaknya sudah memiliki rasa pada lawan jenis. Selain itu kejutan easa cinta Arlesa sudah kata menentang silsilah."Arlesa, kau jatuh cinta pada manusia, apa kamu yakin, Nak?" Ratu Risani
Semua sudah di putuskan oleh Arlesa, dia tidak ingin menikahi Shera. Bahkan dia tak ingin jadi raja bila tetapa harus menjalankan silsilah itu," jelas Ratu Risani pada Raja Garsan. Raja Garsan menghela nafas. Fia juga bingung akan hal ini. Dia selalu memerdekkan anaknya. Tak pernah memaksa, ataupun sekedar menyakiti hati ke empat putranya, tetapi silsilah harus di jalankan. Hanya Arlesa yang mampu menjadi raja wandara, Raja Garsan sangat meragukan ketiga putra lainnya itu. "Wandara akan hancur bila bukan Arlesa yang memimpinnya," kata Raja Garsan lengah. "Aku tahu itu, Ayah. Tapi ini bukti sejatinya Arlesa. Dia tak akan mengingkari janjinya pada perempuan." Raja Garsan memijit-mijit kepalanya. Silsilah sudah membuatnya pusing. Baru kali ini ada masalah wandara seberat ini. Belum lagi pintu dimensi akan di tutup bila raja baru sudah di nobatkan. " Semua terlalu runyam, aku harus memilih kebahagiaan anakku atau rak
Malam itu Arlesa membawa Maysa mengunjungi mall terbesar milik kerajaan wandara. Arlesa memakai topi agar dia tak muca di kenali para pengunjung mall lainnya. Di belakang ada lima pengawal yang terus mengikuti langkahnya."Ini mall? kita seperti di Dubai," gumam Maysa."Kamu pernah ke Dubai?" tanya Arlesa."Aku hanya melihat di gambar," jawab Maysa terperangah melihat pengunjing mall yang berparas tampab dan cantik semua. Tak ada satu pun wajah mereka biasa-biasa. Artis pun kalah dengan tampilan mereka.Maysa memutar mata kanan kiri. Dia memicingkan mata ke Arlesa."Mereka semua penghuni wandara?" tanyanya."Sepertiga dari mereka manusia. Maksudku hasil perkawinan silang."Maysa mengerjap. Memang banyak anak manusia bertebaran. Penampilan mereka ada pula yang berhijab bahkan memakai cadar. Melihat keterpakuan pacarnya, Arlesa menarik tangan Maysa masuk l
Ahkk.." Maysa mendesah nyaring. Arlesa mulai memainkan ritme cepat. Mereka sungguh terbuai oleh surga duniawi itu. Keduanya saling memeluk, Maysa menerima hentakan demi hentakan di beri oleh pria yang ia cintai.
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal