Arlesa menemui Gus Alam. Pagi-pagi wajahnya begitu sumringah khas penganti n baru. Malam tadi mereka melakukan tiga ronde hingga Maysa sempat pingsan. Maysa memang harus terbiasa mengimbangi keperkasaan suaminya. Kekuatan jin dalam bercinta memang tak di ragukan lagi, Maysa sudah membuktikan itu. Bahkan Maysa belum bisa bangun dari tidurnya karena lelah. Pegal seluruh badan, bokongnya banyak tanda merah bekas cupangan Arlesa. Sungguh buas cara Arlesa malam tadi. Tentu itu akan ia lakoni di malam-malam berikutnya.
"Ah, kau begitu berbinar pagi ini," celetuk Gus Alam.Arlesa hanya membalas dengan mengangkat alis. Malu bila dia mengungkap kebahagiaannya semalam."Gala mana Pak Gus?" tanyanya."Dia masih tidur, semalaman dia hanya memandangi kota wandara. Takut bila dia diangkat sosok mahluk halus," sahut Gus Alam."Anak itu, aku akan ajak di keliling universitas kerajaan, untuk menambah ilmunya."Gus AlMakan malam bersama di gelar khusus keluarga inti. Raja Garsan sebagai kepala keluargan memimpin makan malam. Maysa dan Fitri mulai duduk di kursi jajaran keluarga.Maysa di dampingi terus suaminya, senyuman tak pernah lepas dari kedua wajah pengantin baru itu. Jeval mengangkat bibir sebelah. Dia sinis melihat kemesraan adiknya."Jadi kalian akan kembali ke dunia seberang?" tanya Raja Garsan pada Arlesa dan Maysa."Iya Ayah, kami ingin mengunjungi ibu Maysa," sahut Arlesa."Kunjungi sepuasmu lebih dulu, sebelum pintu dimensi di tutup selamanya," timpal Foland.Maysa terhenyak. Dia baru tahu pintu dimensi akan di tutup selamanya, mengapa Arlesa tidak pernah memberitahunya soal itu? batin Maysa."Kau tidak perlu membahas itu di meja makan," sergah Arlesa kesal."Kenapa? kau takut tidak bisa mengimbangi lagi dua dunia?" sindir Foland."Aku tidak pernah takut, di sana juga baik,
Foland tidak mempercayai alasan Jeval, dua hari belakangan ini, dia mengamati mimik wajah adiknya, sangat tidak menyukai kemesraan Arlesa dan Maysa."Kau cemburu? begitu?" tanya Foland menyelidik di wajah Jeval.Jeval menyingkirkan wajah Foland yang menatapnya mencari jawaban."Itu tidak mungkin, Kak Foland keluar ah," pinta Jeval."Kamu benar-benar cemburu, kamu suka Maysa? kamu Maysa yang baru kemarun kamu bertemu dia? gampang ya kamu suka sama orang," cetus Foland.Jeval terpancing. " Siapa bilang mulai dari kemarin? aku menyukainya sejak beberapa bulan yang lalu, akum sering ke cafenya, tapi sepertinya dia lupa padaku," papar Jeval.Foland tentu terkejut akan hal itu. Selama ini ternyata adiknya diam-diam menyeberang dimensi. Tak pernah ia mencurigai itu. Jeval memang termasuj adiknya yang menyimpan banyak misteri."Lalu? kau sekarang patah hati? ayolah Val, di wandara banyak g
Kita susun rencana, buat mereka mengembalikan Fitri pada kita, hanya dia di sukai tuan kumasang, dia tidak mau yang lain," tegas Pak Hendra.Tuan Kumasang adalah jin ifrit peliharaannya. Jin itu tidak bisa tanpa ada Fitri, kekasih Rexa itu sudah ia anggap belahan jiwanya. Hanya Fitri yang bosa memuaskan hasratnya. Bercinta sengan Fitri setiap saat menambah sukma jinnya. Bahkan Jin ifrit itu melakukan hubungan badan dengan Fitri sebanyak tiga kali sehari."Mulai dari mana, Ayah?" tanya Fandi."Dari mantanmu, Maysa atau suaminya, ayah mau tahu siapa yang membawa Fitri pergi dari sini," ujar pak Hendra."Fandi tahu, dia itu sosok pria, malam itu ada empat pria yang menyamar sebagai tugas PLN. Mereka memasuki rumah, aku yakin mereka yang membawa Fitri.""Kamu kumpulkan orang yang bisa kita bayar, kita beri pelajaran ke mereka."Fandi menelpon anggotanya. Salah satu ketua geng mengumpulkan sebanyak sepulu
Ada Fandi yang mengawasi pergerakan Arlesa dan Maysa dari jauh, di cafe zona tengah renovasi ulang. Arlesa mengarahkan agar sesuai gambar. Desain hampir sama dengan salah satu cafe mewah milik kerajaan wandara."Kamu suka 'kan kalau desain begitu?" tanya Arlesa."Aku suka, ini beda dari yang lain, mewah banget ya," sahut Maysa."Gala, kamu suka dek?" tanya Arlesa.
Arlesa menendang pintu itu dengan keras, hingga pintu kamar hotel rusak, dia ingjn meloloskan diri jeratan nafsu Suni. Arlesa segera keluar dari hotel itu lalu masuk ke dalam mobil. Suni yang di tinggalkan makin murka. Baru kali ini dia di tolak oleh pria yang golongan dari jin. Dia mengambil ponselnya. "Arlesa sudah keluar tapi aku sempat menmbuat video, kita gagal," ujarnya pada Fandi. Fandi memukul pintu mobilnya. Kini dia harus menjalankan rencana darurat, yaitu mematahkan tulang Arlesa. " Kalian siap-siap, ha itu ikuti mobil putih itu, kita buat cacat pengemudinya malam ini. Kedua mobil itu menyusul mobil Arlesa. Ketika tiba di jalan yang sepi, mobil Fandi mencegat jalan Arlesa. Suami Maysa itu menginjak rem mendadak. "Mau apa mereka," gumamnya melihay sekelompok orang turun dari dua mobil itu membawa balok dan benda tajam. Fandi hanya berdiam dalam mobilnya. Dia ingin menyaksikan suami Maysa ke
Dua minggu kemudian .. Cafe zona hampir rampung. Juga pembangunan mini market Arlesa dan Gus Alam sudah sebagian terbangun. Maysa hanya di sibukkan di rumah meninggu Arlesa. Memasak atupun sekedar baca buku. Kata Arlesa, dia ingin memiliki istri ibu rumah tangga seperti bunda Risaninya. Maysa juga sudah memiliki asisten rumah tangga yang di dapat oleh Gus Alam. Hanya dia yang menemani Maysa di rumah kala Arlesa dan Gus Alam sedang tak ada di rumah. Kadang juga Bu Rohma mengunjungi anaknya saat di sela waktu kesibukannya mengurus rumah makan. Maysa sedang nonton tv, tapi tiba-tiba Oesk .. oek . Dia mual, segera dia menuju ke kamar mandi untuk tamu. Menumpahkan segala isi lambungnya. Kepalanya berkunang-kunang. Pusing. "Ah, aku masuk angin ini," gumamnya. "Bu Maysa sakit?" tanya Mbok Siti. " Hanya masuk angin Mbok," jawab Maysa. Wanita guratan keriput itu menuntun Maysa ke atas kamarnya. Maysa mereba
Arlesa kembali ke rumah, menenteng barang belanjaan yang di beli untuk Maysa. Dia mengetuk pintu tapi tak ada yang membukakan untuknya. Saat Arlesa memutar kenop pintu, dia terkejut melihat mbok Siti terbaring di lantai dengan tangan kaki yang terikat. "Mbok, siapa yang melakukan ini?" tanya Arlesa seraya membantu mbok Siti melepas ikatan yang melilitnya. Mbok Siti menangis. " Ada tiga yang datang ke rumah ini, perempuan dan laki-laki, dia menculik bu Maysa," paparnya. Arlesa segera berlari ke atas kamar. Dia melihay kamar mereka sudah kosong. Selimut jatuh ke lantai, di lihatnya jepitan rambut Maysa yang juga terjatuh di lantai. "Maysa .. arrhgghh kalian menculik istriku!" Arlesa mengeram. Di benaknya hanya dua orang yang ia curigai, Fandi dan Suni. Di menelpon Gus Alam dan juga Gala agar segera melapor ke polisi. Arlesa turun ke bawah kembali. "Mbok, jaga rumah, aku akan mencari Maysa,"  
Maysa bangun dari pingsannya. Dia mengerjap. Menjalarkan mata ke setiap sudut ruangan. Itu ruang bawah tanah tapi di bentuk seperti rumah. Dia segera ke kamar mandi. Dia memuntahkan lagi semua makanannya. Di meja makan, ada makanan yang tersedia. "Aku dimana ini," gumamnya. Maysa melihat di sekelilingnya tak ada cela untuk keluar. Bahkan jendela pin tak ada. "Arlesa aku takut .." lirih Maysa seraya mengusap perutnya. "Tolong keluarkan aku dari sini," pinta Maysa. Dia yakin di luar sana ada seseorang yang di kerahkan si penculik untuk menjaganya. Kepala Maysa pusing lagi. Dia berlalu ke kamar mandi. Mual dan muntah seperti biasanya. Dia menangis tersedu-sedu seraya memanggil nama Arlesa. Berharapa suaminya itu mendengarnya. "Tolong buka!" Maysa berteriak. Maysa memukul-mukul pintu besi itu tapj tak ada satupun yang menyahut dari luar. "Arlesa, aku disini."
Sean mengelilingi seluruh kota bersama keempat pengawalnya. Namun sosok Luna tak ia temukan, jalanan yang ia telusuri tak memberikan jejak Luna sedikitpun. Alhasil Sean menyimpulkan yang sedari tadi ia curigai."Stop kita mencari seperti manusia," ujar Sean."Kenapa, Pangeran?" tanyanya pengawalnya."Luna tidak ada di dunia manusia, kita telah di tipu oleh jin Wandara itu."Keempat pengawalnya menyimpulkan demikian, bila tak menemukan jejak di dunia manusia maka alam jin cara yang paling tepat untuk mereka.Sean yang saat itu terdiam mencari cara agar Ray bisa ia bawa ke Sarajana. Itu cara yang tepat melindungi anaknya agar tak di ganggu oleh orang-orang yang ingin berniat jahat di dunia manusia."Ikut saya, kita ke kembali ke Sarajana membawa Ray," titah Sean.Keempat pengawalnya menurut saja, meskipun mereka khawatir ini akan membuat kerajaan Sarajana gempar dengan kehadiran Ray di ist
Sean menuju ke kota dengan mengunakan taksi, ia seolah-olah menjadi manusia pada umumnya. Di dalam taksi, dia mempersiapkan kata-kata ketika menemui Luna. Terbersit di pikirannya agar lebih baik jujur pada Luna tentang siapa dirinya sebenarnya. "Apakah dia akan takut? mungkinkah dia mau menerimaku setelah dia tahu aku ayah Ray?" Sean bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Laju taksinya kian cepat, berharap semau akan baik-baik saja setelah bertemu dengan Luna. Namun tiba-tiba, ada seseorang berjubah hitam menghadang taksi itu. Rem di injak mendadak oleh supirnya, Sean yang berada di jok belakang ikut pula terpental ke depan. "Ya ampun! siapa sih, orang itu?" gerutu supir taksi. Pria berjubah hitam itu begitu pelan melewati mereka, sedetikpun tak melirik ke arah mobil, langkahnya bagai zombie yang sedang berjalan. Sean yang curiga berinisiatif untuk turun dari taksi, tapi ia cegah oleh supir itu. "Jangan, Bang. Bis
Usai upacara adat, Sean segera bubar dari tatanan keluarga kerajaan. Man Ras melirik ke Raja Rahadian, mimik ayah Sean itu terlihat menyimpan ketidaksukaan pada sikap anaknya."Maaf pangeran, jangan pergi dulu," ucap Man Ras pada Sean."Apalagi, Man Ras?""Ada banyak yang Pangeran harus kerjakan, jangan pergi.""Saya belum jadi Raja, jadi biarkan saya menikmati kebebasan dulu, lagi pula saya memiliki urusan yang sangat penting, ini menyangkut Raja Arlesa," kata Sean yang terpaksa berbohong. Dengan membawa nama Arlesa, dia tahu nyali ayah dan Man Ras akan ciut mencegatnya.Tanpa membuang waktu lama, Sean menaiki kuda putihnya. Memacu dengan cepat menuju gerbang dimensi yang tak jauh dari kebun kopi milik kerajaan."Tunggu aku, Luna. Aku harus jujur, tapi apakah kau akan menerima kejujuran itu?"Sean tak henti bertanya-tanya dalam hat
Luna masih memikirkan semua kalimat Sean yang penuh makna. Dia membocorkan Ray sembari membandingkan wajah pria yang tampan itu. "Ah, kenapa kamu jadi ide dia sih, Lun.." Luna menggerutu seorang diri. Bayangan Sean tiga hari belakangan ini berkelebat di pikirannya. Seolah hati dan pikirannya menanti Sean namun kegengsian buat dia harus menolak semua keinginan itu. Dari luar ada suara Cia mengetuka memanggilnya. Luna beranjak membuka pintu kamarnya.
Luna membenamkan kedua mata. Sentuhan Sean memabukkan dirinya, lupa daratan bahwa ada Ray yang menyaksikan mereka tanpa berkedip. Anak bayi yang bertingkah lucu itu sesekali menjerit kegirangan saat ibunya mengeluarkan desahan karena kecupan Sean yang menyerang di leher. "Mari kita ulang kembali kenikmatan itu," lirih Sean dengan kalimat yang penuh arti. Luna tak mendengar jelas apa yang di katakan Sean, hanya hembusan nafas yang hangat tersembul mesra di belakang telinganya. Mungkin karena gairah yang telah memuncak sehingga barisan kata Sean tak terbaca lagi olehnya. Sean membaringkan tubuh Luna di kasur lagi, menciumi punggung Luna dari arah belakang. Desahan kecil sudah mulai rutin menghiasi mulut mantan istri Hadi itu. Tangan kannanya menyusup di selipan pelindung dua benda kenyal milik Luna, meremas juga memilin-milin puting coklatnya. "Hamm.. Ahh.." Desah Luna. Sean perlahan melepas baju Luna,
Luna sedang membereskan butik bersama Bu Cia. Saat itu Ray ia titipkan di pengasuh lagi. Cia sudah mulai merenanakan untuk membuat Luna tersiksa setaip harinya. Ibu kandung Shera itu membuatkan teh Luna menaruh obat pencuci perut ke dalamnya. Ini cara halus untuk membuat Luna kelelahan dan tersiksa untuk menebus dendamnya atas kematian Shera."Bu Cia tolong bersihkan ruang jahit ya, aku ingin istirahat dulu, oh ya makasih teh nya," ucap Luna.Cia hanya mengangguk, dia masuk ke dalam ruang jahit seraya tersenyum miring, meski itu hanya hal kecil, namun ia tahu Luna akan merasa tidak nyaman hingga hari esok.Sembari mengamati desain butiknya, Luna menyeruput teh hangatnya tak henti-henti. Ia teringat tenang baju-baju yang sobat di pakai oleh Ratu Risani saat bertemu dulu. Baju Ratu ke empat wandar itu sangat elegan dan mewah, tak pernah ia lihat sebelumnya koleksi itu ada di dunia manusia. Tercetus di benak Luna unt
Maysa keluar dari kamar Dalisah, begitu pun pula Almira, rombongan itu akan kembali ke istana utama, tetapi mereka tak sengaja bertemu dengan Jeval.Maysa yang masih saja trauma dengan kisah antara dia dengan Jeval hanya melempar senyum lalu menundukkan wajah. Tentu istri Arlesa itu merasa tidak nyaman dengan pertemuan tiba-tiba mereka itu. Sementara Almira menyinggung senyum cantik pada suami Dalisah itu, sejak. Di bangku sekolah dasar, Almira memang menyimpan rasa terhadap Jeval."Terima kasih kalian sudah menjenguk Dalisah,"ucap Jeval.Maysa hanya mengangguk-angguk. Tak sanggup membalas ucapan terima kasih Jeval, keintimandan cinta sesaat yang pernah mereka lalui tentu buat keduanya gugup bilang bertemu."Maaf, kami harus kembali ke istana utama," kata Maysa pamit berlalu begitu saja melewati Jeval. Suami Dalisah itu hanya bisa menghela nafas, dia tahu Maysa masih trauma akan perlakuannya terdahulu.
Almira tahu Dalisah sakit parah, untuk menghilangkan rasa pemasarannya, dia mengejar Maysa yang hampir masuk ke dalam litf. "Tunggu, Ratu." Almira mengejar sembari berteriak memanggil nama Maysa. Para pengawal saat itu geram akan tingkah anak dari menteri sosial itu karena sudah lancang pada Ratu utama wandara. "Ya, Almira, Ada apa?" tanya Maysa. "Maaf yang mulia, Ratu. Saya sudah menghambat Ratu, bolehkah juga saya menjenguk Ratu Dalisah?" pinta Almira. Maysa terdiam sejenak, dia tahu, sebagai pengurus ketaatan istana wandara, Almira juga sangat dekat dengan Ratu Wandara lainnya, termasuk pula dengan Dalisah. Karena menurut Maysa itu hal baik, dia pun mengiyakan permintaan Almira yang ingin ikut menjenguk Dalisah di ruang rawat istri Jeval itu. "Baiklah, ayo kita sama-sama besuk Ratu Dalisah," kata Maysa. Mereka masuk lift, menukik ke lantai atas bagian istana ke empat wilaya
Satu tahun kemudian, Jeval berdiri melihat sosok Dalisah yang agak pucat, istrinya itu terlihat tak memiliki daya untuk bergerak. Dalisah memang saat itu sedang hamil besar. Selama kehamilannya, dia terus saja sakit-sakitan, bahkan hari-hari ia habiskan hanya berdiam diri di tempat tidur. Ada penyakit yang sulit di sembuhkan oleh dokter senior Wandara. Berbagai upaya Kebal telah lakukan agar dia bisa menyembuhkan istrinya dan bayi yang di kandung Dalisah tetap pula selamat. "Kamu sangat pucat, kamu makan dulu ya," kata Jeval. "Aku tidak lapar, entah kenapa semua terasa pahit tak bergairah," ujar Dalisah. Jeval akhir-lahir ini merasakan tidak enak, pikirannya selalu takut bila kehilangan Dalisah. Semenjak di nobatkan sebagai Raja ke empat, Jeval belum maksimal menjalankan tugasnya itu, ini karena kesehatan Dalisah yang kian menurun. "Usia kandunganku sudah sembilan bulan, aku boleh minta sesuatu padamu," kata Dal