Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.
Perseteruan dengan kerabat bag 1Ardan, Aruna, Gavin, dan si kembar kembali dari pusat perbelanjaan. Mereka makan di resto, lalu setelah itu membeli susu dan popok untuk si kembar, mereka juga membeli beberapa keperluan rumah tangga. Sekitar pukul sembilan mereka kembali ke rumah, dan ternyata, beberapa kerabat mereka telah berkumpul di teras depan rumah.Ternyata sesampainya di rumah, beberapa sanak keluarganya menunggu di rumah. Ardan sudah merasakan hal yang tidak enak melihat kehadiran mereka semua di rumah kala itu."Assalamualaikum..." sapa Ardan pada mereka yang tengah duduk di teras rumahnya."Waalaikum salam..." jawab mereka hampir berbarengan."Abis dari mana Dan?" tanya Aminah, dia salah satu sepupu Ardan dari pihak kakek ayahnya, dia seumuran dengannya."Belanja kebutuhan di rumah, tadi susunya bocah abis, jadi sekalian..." jawab Ardan.Ardan kemudian memberi mereka kode untuk tenang karena Gavin hendak keluar membawa Raffa, lalu Aruna juga menyusul turun, Ardan membantunya
Perseteruan dengan kerabat bag 2''Yah... Enggak sih... Dan! Gavin!'' jawab Toto dengan wajah terkejut dan malu.''Enggak apa-apa sih...'' ujar Rico yang juga memiliki ekspresi tidak jauh berbeda.''Iya... Ini pan rumah bapak lu juga, Dan, sebelumnya...'' ujar Hasan dengan wajah kecewa, ''Sekarang ya di tempatin ama elu, ama Gavin juga.''''Lah, pan emang dari dulu juga Om Ardan di sini?!'' sahut Gavin menimpali.''Iya, kita juga tahu, entu... Tapi, pan si Ardan udah lama enggak ada di rumah...''''Biarpun begitu, pan ada Gavin... Gavin enggak punya niatan mau kemana-mana...'' sahut Gavin lagi, dengan tegas dia menegaskannya.''Iya... Iya... Vin, kita tauk...''''Nah, terus apa masalahnya?'' tanya Gavin dengan sengaja, ''Gavin bukan bocah... Udah gede, udah kagak lagi kudu di momong kek bayi!''''Lah kok elu nyolot Vin?!''''Kagak nyolot, Cing... Gavin cuma ngasih tahu... Jangan Baper napa!'' seru Gavin tidak mau kalah.Dia sudah jengah, dia ingin segera menyudahi pembicaraan yang dia
Perseteruan dengan kerabat bag 3Ketegangan di antara Ardan, Gavin dan para kerabatnya semakin menjadi, perdebatan mereka juga jadi semakin panas. Tampak jelas mereka sudah semakin emosi walau begitu kedua paman dan keponakan ini saling menyemangati untuk berusaha menghadapi mereka dengan tenang dan tidak terpancing oleh amarah.''Lu jangan pura-pura bego, Dan! Kenapa, mentang-mentang elu punya pendidikan tinggi sok-sok'an mau ngetes kita?!''Mereka menghardik Ardan dengan ekspresi marah, nada suara mereka juga sudah tidak lagi terdengar lembut.''Bukan begitu bang... Kita pan dari tadi muter-muter enggak ketemu ujungnya. Biar clear aja, jadi kita juga enggak salah paham!'' Ardan mengalah, dia tetap tenang agar masalah bisa segera selesai.''Iya, cang... Kan kagak enak, kalo kita-kita sodara tapi malah pada tegang gegara masalah yang belom jelas...'' sahut Gavin ikut bicara.''Elu Gavin, biarpun elu juga bukan anak-anak. Tapi, tetep aja... Elu masih bego sama hal kek gini. Sedikit, gue
Istri di depan mataArdan kemudian dengan kode tangannya dia meminta Aruna bangun dan mengikutinya. Aruna menurut dan mengikuti Ardan berjalan ke kamarnya. Dengan lembut Ardan menarik Aruna duduk di tempat tidurnya. Aruna menurut, dia duduk bersila di atas tempat tidur berhadapan dengan Ardan.''Sedih?'' tanya Ardan sambil menyibak rambut Aruna, tapi Aruna hanya mengangkat bahu menjawabnya.''Jangan!'' seru Ardan, Runa gak boleh sedih, marahnya, juga di tahan yah...'' tambah Ardan sambil membelai rambutnya.''Terus bang Ardan?!'' seru Aruna bertanya, dia melihat wajah Ardan yang tegang.''Sama, lagi mencoba bersabar...'' jawab Ardan kemudian menepuk puncak kepala Aruna dan tersenyum padanya.''Sabar... Ini cuma sementara, mereka salah paham... Pelan-pelan entar abang beresin,'' ujar Ardan lagi menambahkan kalimatnya.''Eum...'' jawab Aruna singkat, dia mengangguk tanpa ada kata-kata atau ekspresi yang berarti dari wajahnya.''Mo kemana?'' tanya Ardan yang langsung memegang lutut Aruna
Peringatan Karsih untuk Aruna''Run, Om Ardan pergi?'' tanya Gavin saat menyeruput mocachinonya pagi itu.''Iya,'' jawab Aruna singkat.''Kemana? Pantesin, subuh tadi gue cariin, enggak keliatan...''''Biasa...'' jawab Aruna menjeda kalimatnya, ''TUGAS!'' tambah Aruna lagi tapi hanya menggerakkan mulutnya saja tanpa bersuara.Atas permintaan Aruna, Ardan juga telah menceritakan pada Gavin, kalau Ardan masih aktif sebagai perwira militer. Hanya saja sejak tujuh tahun yang lalu, Ardan bergerak di lapangan dengan misi khusus. Dia melakukan tugas khusus penyamaran, menjadi salah satu anggota mafia kerah putih yang paling disegani.Awalnya, Gavin sempat bergembira, tapi, setelah tahu risiko yang akan di dapat pamannya, Gavin di buat dilemma. Aruna yang paling di cemaskan olehnya, pernikahannya karena di jodohkan, tapi, ternyata, Aruna harus selalu siap jika Ardan gugur sewaktu-waktu ketika menjalankan tugas. Seperti sekarang, mata Gavin sayu menatap Aruna yang masih sangat belia untuk menja
Kemarahan Kartiah bag 1Riuh ramai terlihat di dalam sebuah rumah bergaya Banten yang juga terdapat sentuhan modern di sebuah perkampungan. Keributan terdengar bahkan sampai keluar rumah, keributan yang di buat oleh tiga wanita yang terlibat adu mulut dari dalam rumah.''Cing... Tolong cing, apa enggak bisa di omong bebaek?!'' seru Aruna bertanya, dia masih berusaha bernegosiasi dengan kerabatnya yang sudah terbakar emosi.''Kan, gue udah bilang kemaren... Malah lu komporin apa si Ardan?!'' seru Kartiah memekik tidak peduli pada ucapan Aruna.''Teh! Tenang dulu, pelan-pelan...'' ujar Karsih menenangkan Kartiah yang sejak dia masuk rumah tadi sudah marah-marah dengan Aruna.''Alah!''seru Kartiah menghardik sembari menepis tangan Karsih yang memintanya duduk, ''Tenang apanya?!'' seru Kartiah sembari melotot pada Karsih, ''Lu juga Sih, kenapa malah lu belain ni perempuan sundel...''''Bukan negbelain...'' seru Karsih yang akhirnya juga meninggikan suaranya, ''Baru juga mo di tanyain, nah
Kemarahan Kartiah bag 2Perdebatan dua wanita berbeda generasi itu semakin memanas, suara mereka yang melengking mengganggu dua bayi kecil yang tertidur. Karsih berusaha mendiamkan dan menenangkan mereka kembali, tapi, usahanya tampak sia-sia karena Aruna dan Kartiah tetap saja saling meneriaki satu sama lain.''Kenapa?! Suka apa enggak, itu kenyataan! Lu, itu cuma perempuan sundel murahan, Cabe-cabean! Cuma, si Arga aja yang beg0, dia kepincut ama rayuan emak lu... Pake duit 'kan?! Dia nutup-nutupin kesalahan lu... Emak sama anak sama-sama tukang ngerayu...''''Jaga tu mulut, Cing!'' seru Aruna menyambar, memotong ucapan Kartiah, ''Encing emang lebih tua, tapi, bukan berarti bisa seenaknya!'' seru Aruna sembari melotot menatap Kartiah, ''Runa enggak suka Encing jelek-jelekin emak ama bapak, kalo enggak tahu apa-apa mending DIAM! Jangan ngomong sembarangan! Runa juga bisa main kasar...''''Main kasar?! Coba aja, kau kira gua aku takut, L0nte murahan kek lu, bukan lawan gue...''Seketik
Aruna di arakMendengar ucapan Kartiah mereka yang tadinya merasa simpati dengan Aruna, sekarang mulai kasak-kusuk dan membenarkan apa yang di katakan Kartiah. Orang yang berkumpul berkerumun itu mulai melihat Aruna dengan tatapan berbeda, beberapa bahkan sudah mulai mengeluarkan kata-kata merendahkan Aruna. Hal itu membuat Aruna semakin terpojok, dia sendirian, di tuding tuduhan telah berzina.''Enggak... Itu semua... Enggak bener... Itu bohong... Aruna... Enggak begitu... Aruna sama Bang Ard...''Aruna berusaha membela diri dengan suara parau yang terbata-bata, nafasnya tersengal-sengal menghadapi penghakiman banyak orang yang berkerumun. Tubuhnya terus gemetaran tak kuasa menghadapi puluhan orang yang menatapnya dengan pandangan merendahkan dirinya sebagai seorang wanita.''Heh... Maling mana yang mau ngaku!'' seru Kartiah kembali memotong kalimat Aruna yang berusaha membela diri.Nenek Halimah tak kuasa menenangkan kemarahan Kartiah yang memprovokasi masyarakat yang akhirnya berkum
Ardan duduk di samping tempat tidur Aruna yang sedang tertidur setelah mendapat perawatan di rumah sakit dengan air mata berlinang.Ardan yang baru saja bangun setelah menjalani operasi karena luka tembak di bahu kirinya tidak mau mendengar ketika dokter dan perawat memintanya untuk tetap beristirahat. Dia tetap nekat untuk berada di samping Aruna. Pada akhirnya pihak rumah sakit yang mengetahui apa yang terjadi terhadap sepasang suami istri yang baru saja mengalami musibah membiarkan Ardan dan Aruna berada dalam satu ruangan.''Maaf... maafin abang, Run...'' gumam Ardan sambil memegang erat tangan Aruna, ''Maaf karena kamu harus mengalami ini semua gara-gara abang...'' Ardan terus bergumam menyalahkan dirinya dengan tangan Aruna yang didekap dekat wajahnya, ''Abang enggak tahu kalau kamu hamil... maafin abang karena enggak bisa lindungin dia...''''Bang, berisik!'' seru Aruna yang terbangun dengan semua penyesalan Ardan
''Kenapa sama Aruna?!'' pekik Ardan dengan sorot mata penuh amarah melotot pada Karissa.''Hehehe...'' kekek Karissa menaggapi Ardan yang sedang meradang karena pernyataannya barusan, ''Aku suka tampilanmu sekarang... kali ini, mata kamu bener-bener ngeliat aku.''''Brengsek Karissa, jawab aku!!!'' hardik Ardan yang semakin kesal dengan Karissa.''Dia pasti sedih... aku yakin dia masih belum tahu apa yang terjadi padanya... pasti seru ngeliat dia nangis...'' gumam Karissa yang seolah tdiak peduli dengan betapa marahnya Ardan.''Kamu bukan manusia,'' ujar Amira dengan suara bergetar, ''Bisa-bisanya kamu... KAMU BUKAN MANUSIA!'' teriak Amira histeris sambil menangis, ''Kamu sudah membunuh Raihan... kamu bunuh dia dengan sangat kejam... kamu tega, dasar perempuan jalang busuk!''Jeritan Amira menarik perhatian petugas yang sedang mengolah TKP sambil menunggu ambulans dan mobil tahan
Satu orang lagi tewas di tangan Karissa dan hal itu membuat para preman lain yang ingin berontak itu ciut nyalinya. Mereka tidak berkutik menghadapi Karissa yang sudah tidak lagi bisa mengontrol emosinya.''Buka, kasih dia masuk!'' seru Karissa memberi perintah, ''Atau... ada lagi yang mau ngerasain timah panas?!''Preman terdekat dengan pintu akhirnya menyerah dengan kebrutalan Karissa. Dia pasrah membuka pintu menuruti perintah Karissa.''Woy!'' pekik Casdi yang masih tidak menyetujui keputusan Karissa, ''Jangan di buka!''Preman yang sedang membuka pintu terkejut dan pintu terhenti sekitar sejengkal saat dia mendengar Casdi memekik kesal.''Buka!'' seru Karissa dengan mata melotot sambil mengarahkan moncong senjatanya ke arah si pembuka pintu.Perhatian Karissa teralih, lalu seketika itu juga beberapa preman mendekat hendak merebut senjata Karissa.
''...segera menyerah, kalian sudah di kepung!''Peringatan dari pengeras suara tiba-tiba terdengar ketika Karissa dan yang lainnya baru saja selesai mengikat Aruna, Amira, Dion dan Rafli.Karissa dan yang lainnya yang panik dan fokus dengan kubu masing-masing saat perseteruan belum lama terjadi barusan, mereka tidak menyadari deru mesin kendaraan yang datang mendekat, karenanya mereka semua terkejut ketika tiba-tiba saja mereka terkepung.Tanpa aba-aba kedua kubu segera mengadakan gencatan senjata lalu dengan cekatan menutup jendela dan pintu atau apa pun yang bisa menjadi akses dari luar untuk melihat situasi di dalam bangunan. Mereka semua tahu jika masih ada kesempatan karena mereka punya empat sandera yang bisa digunakan.***''Pak, mereka semua ada di dalam...'' ujar salah seorang petugas memberi laporan, ''Kemungkinan besar, Dion dan Rafli yang bertugas juga sudah di tangka
Dion dan Rafli bertindak mengikuti improvisasi dari situasi yang mereka ciptakan setelah terdesak.Desakan para preman yang meminta mereka untuk menyerahkan kunci mobil membuat mereka kesulitan mengulur-ulur waktu. Tapi, kreativitas dengan modal nyali nekat sekaligus bukti bahwa diklat yang mereka jalani menunjukkan kepiawaian mereka dalam melaksanakan tugas.''Lah, mana ya?!'' sahut Dion sambil kasak-kusuk berlagak mencari kunci di saku pakaiannya, ''Fli, mana kunci?''''Lah, bukannya ama elu?!'' jawab Rafli mengikuti skenario dadakan di lapangan.''Pe'a, kagak ada di gua... ama lu, kan...''''Kagak, kagak ada... tuh, liat!'' seru Rafli sambil menarik kantong pakaiannya keluar.''Ngelawak lu bedua!'' pekik preman yang menunggu kunci mobil mereka untuk di serahkan dengan mata melotot.''Ka-kagak bang, beneran dah... cek aja... kagak ada i
''Di mana ini?!" pekik Aruna ketika tali yang mengikat mulutnya dibuka saat sudah berada di sebuah ruangan, ''Mau apa kalian?!''Mereka yang ada di ruangan itu tersenyum sinis menanggapi kegelisahan Aruna dan Amira yang terkejut ketika tudung hoodie yang menutupi separuh wajah mereka dibuka, memperlihatkan suasana di sekeliling dengan lebih jelas sekarang.Salah seorang dari beberapa pria yang baru di lihat oleh Aruna dan Amira datang menghampiri.Pria itu mengangkat dagu Aruna dan Amira, memiringkannya ke kanan dan ke kiri, melihat mereka dengan seksama, menilai penampilan fisik mereka berdua.''Lumayan, biarpun enggak bisa laku mahal, tapi masih cukup ngejual,'' ujar Parta, pria paruh baya tapi punya aura mendominasi yang membuat Aruna dan Amira merasa sangat tidak nyaman, ''Enggak banyak duit yang bisa kamu dapet dari mereka berdua...'' tambah Parta seraya melirik kepada Karissa.
CKIITTTRem berdecit dan mobil yang dikendarai oleh para petugas yang mengikuti Karissa berhenti mendadak.''Dimana Pak Ardan?!" tanya Dion, salah satu petugas yang ditugaskan untuk mengawasi.''OTW,'' jawab Rafli yang jadi rekan bertugas Dion, ''Enggak jauh... dia pasti bentar lagi nyampe...''''Oke... keknya target udah sampe di tujuan. Gimana, kita lanjut masuk?''''Enggak tauk, tapi tempat ini sarang mafia, cuma kita bedua... ini mah nganter nyawa...''Dion dan Rafli berdiskusi tentang bagaimana langkah selanjutnya karena intruksi selanjutnya belum turun dari atasan mereka.''Terus gimana, target udah turun... iya kalo tujuan dia disini, kalo dia lanjut ke tempat laen... bakal repot...'' ujar Rafli dengan nada gemas.''Sialan!'' pekik Dion kesal, ''Gue juga bingung, kita cuma ditugasin buat ngintai... terjun langs
Ardan bergegas bergerak segera setelah mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawasi rumah Amira.''Dua orang di seret paksa... kenapa dua?!'' tanya Ardan di dalam hatinya, ''Apa mungkin bukan Runa?!''Tidak banyak laporan yang diberikan anak buahnya selama dua hari terakhir karena sama sekali sulit untuk menemukan celah guna mengintip lebih dekat untuk melihat situasi di dalam rumah Amira supaya lebih jelas.Ardan bahkan meminta pada Ibunya Lita untuk menghubungi Amira dan menanyakan apakah ada hal lain yang dibutuhkannya supaya ada kesempatan baginya untuk bisa masuk ke dalam rumah Amira. Tapi, sayangnya, karena baru saja mendapat pasokan, Amira menolak tawaran bibinya.''Terserah deh... liat yang ini aja dulu. Enggak tauk kenapa tapi feeling gue beda tentang yang ini. Entah kenapa semangat gue naik buat ngejar yang ini... mudah-mudahan enggak salah...'' gumam Ardan d
Ardan memberikan beberapa foto Karissa dari berbagai posisi sebagai referensi agar Lita tidak salah mengenali.''Maafkan saya pak, saya tidak begitu yakin karena saya hanya melihat sekilas. Tapi pak, Ini bukan hal yang biasa di lakukan Kak Amira... Meski Kak Amira yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Kak Amira tujuh tahun yang lalu. Tapi, tetap saja, saya merasa ada yang janggal...''Lita dengan jujur mengemukakan opininya karena dia juga tidak mau membohongi orang yang sedang kesulitan.''Saya tahu kalau ini tidak tepat,'' ujar ibu Lita menambahkan dengan wajah memelas menatap Ardan, ''Di saat bapak sedang susah saya malah merepotkan... tapi pak, bapak juga kan seorang petugas. Tolong bantu kami pak... Amira adalah anak baik yang ceria sebelumnya. Tapi, sejak tujuh tahun yang lalu tiba-tiba dia berubah... kami yakin ada sesuatu karena setelah tujuh tahun dia berdiam diri, tiba-tiba dia menghubungi kami.''&nb