Di meja makan, Gavin terus mencuri pandang. Sesekali ia membuang pandangan saat Raline memergoki dirinya. Bisa hancur reputasi tengilnya kalau ketahuan oleh gadis itu.
“Kalau baju ini tidak cocok denganku, bilang aja. Gak usah menatap diam-diam begitu,” sindir Raline salah paham.
Ternyata gadis pintar dan berprestasi di sekolah tidak menjamin dia peka dengan perasaan orang ya? pikir Gavin dalam diamnya. Isi kepalanya selalu saja negatif menilai orang lain. Memangnya aku ada bilang baju sebelumnya tidak cocok? gerutunya membatin. Pintar sih, tapi polosnya kebangetan! ledeknya dalam hati saja.
“Memang kamu pantasnya pakai baju pelayan saja. Nanti setelah fitting kita beli baju, kamu bebas pilih,” ledek Gavin mulai mencari keributan.
“Aaaaaa!!! Makasih Gavin mesum yang congkak!”Raline kegirangan tidak percaya jika ia diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikan. Impian kedua gadis itu akhirnya akan segera terwujud. Saking senangnya, Raline tidak sadar kalau dirinya malah reflek memeluk Gavin.Deg!Gavin langsung membeku saat Raline memeluknya. Namun sepersekian detik ia luluh bak es yang mencair dan menghangat. Tidak salah dengan ucapannya yang menyebut tubuh gadis itu adalah penghangat hatinya.Aroma sabun beraroma mawar segar yang tercium di indera penciuman Gavin sangat sopan menggodanya. Bahkan aroma sabun dengan rose oil itu, adalah pembelian Gavin saat berada di mall Bangkok. Ia sudah menduga aroma itu sangat cocok dengan kulit Raline. Lelaki itu menikmati saja pelu
Tanpa segan, Gavin juga membalas rangkulan Alicia. Lalu, masuk ke dalam galeri milik desainer itu. Sedangkan Raline menekuk wajahnya masam. Mencebik dan menggerutu dalam hati. Terutama mengumpati Gavin sepuas hatinya. Menyebalkan!“Roman, ajak Nona Raline ke galeri.”Alicia memerintahkan Roman, seorang asisten kepercayaannya yang sudah ikut dengannya selama tiga tahun terakhir. Roman seorang lelaki berperawakan tinggi dengan otot-otot bisepn yang nampak samar dari balik kemeja putihnya. Memiliki wajah jawline dan berhiaskan jambang yang rapi mengitari rahang tegasnya.Raline saja saat melihat Roman sempat tertegun takjub dengan asisten Alicia yang sangat tampan. Dewasa dan tentu saja manly sekali. Ditambah penampilan Roman yang sangat cool dan sangat wangi sekali!
Garis lengkung di bibir Alicia terumbar lebar. Ia merasakan kepolosan Raline. Lalu, ia mengarahkan cara membuka gaun dengan perlahan. Mencontohkan sebentar cara memasang dan menjanjikan akan membantu gadis itu jika sudah selesai memakai gaun itu ke tubuhnya."Baiklah. Kamu ganti saja dulu, nanti aku bantu rapikan," ujar Alicia tulus.Lantas, Raline mengganti pakaiannya dengan gaun pengantin pilihan Gavin. Susah payah gadis itu mencoba memasangkan ke tubuhnya, karena memang sama sekali tidak mengerti cara memasangnya.Beberapa kali, Raline membuka tirai hanya untuk bertanya kepada Alicia. Sedangkan Gavin yang menanti gaun pengantin percobaan dipakai oleh Raline, sudah ia tunggu-tunggu. Lelaki itu menggelengkan kepala terheran-heran, karena melihat tingkah polos dan urakan gadis pujaannya yang sangat
"Bagaimana, Vin? Apa mau coba gaun yang lain lagi?" tanya Alicia terheran dengan ekspresi Gavin."Tidak." Gavin menolak tegas untuk Raline mencoba gaun pengantin lain."Aku beli gaun ini. Kalau kebesaran, aku minta dalam waktu dua puluh empat jam, tolong berikan ukuran yang pas untuknya. Aku tidak mau tau, dalam waktu satu hari, baju itu harus sudah pas dengannya," ujar Gavin mantap tanpa keraguan.Alicia tersenyum tipis melihat tingkah Gavin. Benar-benar semaunya dan tidak peduli apapun."Baiklah. Aku terima perintah itu. Tapi bayar aku tiga kali lipat untuk gaun ini selesai dalam waktu singkat yang kamu berikan," tawar Alicia."Aku bayar lima kali lipat. Kalau bisa kurang dari waktu yang aku te
"Jangan coba-coba pergi dariku!" bentak Gavin keras.Sontak saja Raline kaget melihat kemarahan lelaki itu."Aku tidak suka dibentak seperti itu. Dan satu lagi, aku bukan bonekamu!" balas Raline tidak kalah keras. Ia melepaskan cekalan tangan lelaki itu dan berlalu meninggalkan Gavin.Gavin langsung nyeri di bagian kepalanya. Ia memijat pelan kening yang terasa ngilu. Nafasnya memburu saat lagi terpancing emosi."Anda baik-baik saja tuan?" tanya Jamal yang sigap muncul di samping tuan mudanya."Bawa gadis itu ke villa sekarang. Dia tidak bisa diajak keluar," titah Gavin.Jamal langsung memberi isyarat melalui headset yang tersambun
H-1Selamat menanti sebuah kebahagian.Selamat membaca bab manis ini.-----Waktu berlalu begitu singkat bagi Raline. Tetapi, bagi lambat bagi Gavin. Pendekatannya dengan Raline, masih sangat kurang karena masih saja mereka bertengkar tidak sepaham.Namun, ada banyak hal manis yang membuat Gavin semakin mengenal sosok Raline. Gadis pujaan hatinya, sejak SMA. Sekaligus cinta pertama yang mampu merubah kehidupannya dalam sekejap.Besok, adalah hari yang paling dinantikan oleh Gavin. Hari dimana pernikahannya akan berlangsung tepat di pinggir pantai, dan di depan villa binar impiannya.
Masih H-1Menuju hari pernikahan.-----"Pak Jamal?" decak Laura kaget."Halo, Nyonya," sapa Jamal sangat hormat dan santun.“Mau jemput Raline Pak?” tanya Maria heran.Jamal menggeleng sambil tersenyum tipis. “Saya kesini membawa dua desainer untuk Nyonya Laura dan Maria. Apa boleh kami masuk?”“Bo-boleh Pak. Silahkan,” jawab Maria tergagap kaget.Jamal mempersilahkan dua desainer itu masuk terlebih dahulu ke dalam rumah. Lalu, Raline dan Laura keluar bersamaan dari dalam kamar.
Malam sebelum hari pernikahan-----Semua orang di rumah keluar untuk melihat keramaian di depan. Laura dan Maria tampak heran. Sedangkan Raline hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya pasrah.Sebuah mobil box dari sebuah restoran terenak yang Raline pernah nikmati saat berada di kediaman keluarga Hardian.Dua orang koki turun dari mobil box dan dua orang asisten membantu menurunkan alat barbeque yang besar. Satu troli berisi daging dari berbagai jenis yang pastinya bernilai fantastis untuk sepotong daging. Bukan hanya daging, ada sosis dan lain-lain sebagai pendamping daging."Malam ini kalian bisa berpesta sebelum besok sore menggelar acara pernikahan. Nona dan Nyonya-nyonya bisa dudu
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah