Raline tertunduk malu. Ada hormon oksitosin yang terlepas setelah Gavin mengecup tipis bibirnya. Wanita itu bingung ingin menjawab apa. Dia hanya diam dan tertegun.
“Aku rasa itu adalah jawaban paling jujur,” ujar Gavin yakin. Lelaki itu langsung menyentuh bibir istrinya dengan pagutan bibirnya. Melekatkan bibir atas dengan bibir bawah Raline. Wanita itu jelas sekali tidak bisa berciuman, dan Gavin tahu betul akan hal itu. Betapa beruntungnya dia.
Jantung Gavin berdenyut sangat cepat. Seolah adrenalinnya terpacu sangat kuat. Menyentuh bibir istrinya yang ranum. Raline terlihat tidak biasa berciuman, namun terasa sekali, jika ia menikmati sentuhan lembut bibir Gavin.
Jarak keduanya yang terpisah dengan guling langsung dijauhkan oleh Gavin. Lelaki itu m
Kasih ulasan dong , ramein. Please ( ˘ ³˘)♥
Hari semakin larut, Gavin memutuskan tidur. Apalagi malam pertamanya gagal karena Raline malah kedatangan tamu bulanan. Malam ini lelaki itu tidur tenang karena Raline berada di sampingnya. Malam ini mereka kembali tidur satu ranjang dengan status baru mereka, suami-istri. Tetapi, Malam ini Raline tidak bisa tidur. Dia terus saja memandangi wajah Gavin. Wanita muda itu tidak bisa memejamkan matanya, karena memikirkan besok lelaki itu akan pergi ke Bangkok, Thailand. Ada perasaan aneh yang tidak bisa tergambarkan dalam dirinya saat mendengar dari mulut Gavin karena ia berpamitan pergi lagi. Padahal saat Gavin ada mereka berdua selalu bertengkar dan berdebat tanpa henti. Ada saja yang mereka jadikan bahan untuk bertengkar, keduanya benar-benar seperti tom and jerry versi manusia. Rasanya memandang
Gavin sudah pergi dari pandangan Raline. Menaiki heli miliknya pribadi menuju Bangkok, Thailand. Entah kenapa di hati Raline seakan ada yang hilang tanpa ia sadari. Mengantarkan Gavin pergi rasanya ada kekecewaan yang terpatri di wajahnya.Jamal tidak ikut mendampingi tuan mudanya itu. Tugasnya tidak lagi menjaga Gavin, melainkan istri tuan mudanya. Ini kali pertama pengawal itu meninggalkan tuan mudanya dalam waktu terlama, satu minggu kedepan."Silahkan lewat sebelah sini, Nona." Jamal mempersilahkan Raline untuk menuruni lift khusus yang digunakan oleh tuan muda Gavin. "Nona?" panggilnya karena wanita itu melamun."Ah, iya." Raline tersadar seketika. Wajahnya menjadi sendu saat suaminya pergi. Ia memasuki lift dikawal oleh Jamal dan dua pengawal lain.
Sudah empat hari Gavin pergi ke Bangkok, dan hanya beberapa kali mengirim pesan singkat yang berujung keduanya berdebat. Alhasil hanya ada pertengkaran antara Gavin dan Raline via chat atau telepon.Gavin sangat merindukan Raline. Tetapi kesibukannya dengan perusahaan dan bisnis besarnya di beberapa line sangat menguras waktu dan fokusnya, sehingga hanya bisa mengirim pesan singkat hanya untuk menanyakan keadaan Raline. Hanya saja, wanita yang dirindukan Gavin selalu saja berulah dan membuatnya emosiDemi mempercepat pekerjaan, makanya Gavin jarang menghubungi agar ia bisa segera pulang menemui istrinya yang sangat gengsian itu."Huh! Dia pikir aku stasiun yang bisa disuruh menunggu dia datang kapan aja?" gerutu Raline menghempas ponselnya karena Gavin menonaktifkan nomornya.
'Semua demi aku? Sebesar itukah cinta Gavin denganku? Selama ini ternyata Gavin tidak pernah meninggalkanku. Dia lelaki yang selalu setia menjagaku dan Mama. Dia begitu baik terhadapku …. Hanya dia yang ada disaat aku benar-benar membutuhkannya. Dia mencintaiku dengan tulus, tetapi aku kenapa malah menyakitinya seperti ini? Aku malah mencintai lelaki lain, Adiknya sendiri. Maafkan aku, Vin.'Air mata yang mengkristal keluar dari ujung mata Raline. Ia merasa bersalah sekarang. Dan wanita itu mulai merindukan Gavin. Punggung tangannya menyeka tetasan kristal di sudut matanya, agar tidak menangisi segalanya lagi.Sesampainya di rumah Laura, istri dari Gavin itu keluar dari mobil. "Terima kasih Pak," ucap Raline karena Jamal membukakan pintu untuknya.Jamal menunduk hormat dan membiarkan nona mu
Sukhumvit, Bangkok.Hari ini adalah hari terakhir Gavin di Bangkok. Besok pagi ia akan pulang ke Indonesia. Pekerjaan hari ini ditutup Gavin dengan rapat besar karena ia akan menetap di Jakarta. Namun, tetap dia akan menghandle seluruh pekerjaannya dari Indonesia. Meski harus bolak-balik tidak masalah baginya. Itu adalah keputusan Direktur utama Gavin Maheswari pada meeting sore ini.Setelah meeting selesai tinggal lah Gavin di kursi meeting. Begitu juga dengan Lucy yang sibuk merapikan berkas-berkas di atas meja.Semenjak Gavin kembali ke Bangkok, Lucy merubah penampilannya. Ia melepas kacamata yang selalu dikenakannya dengan softlens berwarna hazel. Memoles wajah cantiknya dengan make-up dan berpakaian semakin ketat dan seksi. Ya, Lucy sengaja merub
Saat Raline mengambil dress yang terlipat rapi, tiba-tiba ada selembar kartu ucapan jatuh menyelip di sela gaun cantik berwarna hitam, hadiah dari Gavin."Jelek banget tulisannya," ejek Raline saat membaca pesan yang tersemat di kartu ucapan. Tulisan dari tangan seorang direktur muda yang sukses.'Pakai hadiah dariku malam ini.Temui aku di suatu tempat nanti malam, pukul tujuh.Aku sudah tidak sabar bertemu dengan kamu.Tertanda, suamimu yang paling tampan.'Garis lengkung terumbar di wajah cantik Raline. Bahkan bola matanya terlihat berkaca-kaca. Jantungnya berdegup kencang. Suaminya sudah kembali, dan malam ini ia akan bertemu. Rindunya akan
Gavin datang mendekati sang istri. Mengeluarkan tangannya dari kedua saku celana bahannya, lalu memeluk Raline dengan erat. Membenam wajahnya di ceruk leher Raline, menghirup aroma tubuh wanita yang sangat dirindukannya. Seakan tubuh istrinya adalah oksigen terbaik untuk bertahan hidup. "Aku sangat merindukanmu, cupu." Air mata Raline semakin menetes tak tertahan. Ia juga merindukan Gavin. Namun tidak ada kata-kata yang mampu diucapkan kali ini. Bibirnya seakan kelu tidak bisa mengutarakan apa yang ada dalam hatinya. Dengan cepat Raline menyeka air matanya, tidak ingin terlihat lemah didepan Gavin. "Kenapa kamu mengajakku kesini?" tanya Raline. Gavin melepas pelukannya setelah puas menghirup
Selesai makan malam, Gavin membawa kembali Raline pulang ke villa. Mereka berjalan-jalan sepanjang pantai. Deburan ombak kecil menjadi saksi keromantisan mereka berdua. Bergandengan tangan, berjalan di atas pasir putih sambil melepas kerinduan yang memuncak."Terima kasih karena sudah hadir dalam hidupku," ucap Gavin saat menghentikan langkahnya dan menarik tubuh Raline ke pelukan. "Kamu mau maafin aku kan? Karena selama ini aku malah ninggalin kamu terus."Raline mengangguk tanpa sanggup berkata-kata. Ia seperti anak kecil yang sedang dalam pelukan. Tubuhnya terasa menciut saat dipeluk Gavin. Tubuh lelaki itu sangat hangat, membuat Raline nyaman berada dalam dekapan.Saat Gavin melepas pelukan, hari mulai bergemuruh dan turun rintik hujan. Seketika Raline menutupi tubuhnya dengan tangan karena rin
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah