“Ekhem. Maaf kalau Gavin menyela. Apa ada hal penting yang ingin Papa dan Om Har bicarakan?” tanya Gavin to the point dengan berani.
“Papa yang mengundang Om Hardian dan Gitsa datang kesini. Jadi, tidak ada salahnya kalau kamu dan Gitsa dekat dulu, ngobrol tentang bisnis atau apapun. Karena kalau hanya bekerja pasti akan monoton saja kan?” terang Yudistoro.
“Sudah Yud, jangan terlalu memaksakan hal itu. Biar mereka yang menentukan,” timpal Om Hardian. Ayah dari Gitsa itu langsung tidak nyaman dengan Gavin. “Nak Gavin jangan salah paham dulu, Om kesini dan Gitsa cuma ingin bertemu dengan Papa mu. Tahu dia di kantor, makanya Om kesini menyempatkan waktu,” lanjutnya menjelaskan.
“Maaf sebelumnya-.” ujar Gavin terputus.
Pagi itu, Gavin menangkap lain sikap Gitsa yang malu-malu bersama Devin. Jelas lelaki itu merasa yakin, jika adiknya adalah orang yang disukai oleh anak sahabat Ayahnya.Lega. Itu yang Gavin rasakan saat mengetahui sikap Gitsa bersama Devin. Setidaknya, Gitsa bukan lagi penghalang pernikahannya bersama Raline.Lantas, Gavin beranjak pergi dari kantor menuju proyek baru perusahaan Ocean group, yang akan dibangun di bawah naungan Ocean Bangkok, Thailand.Gavin pergi bersama Jamal dan dua bodyguard di mobil yang berbeda. Mobil Gavin melaju pesat meninggalkan Ocean group Indonesia.Sedangkan di lantai gedung lain, Gitsa dan Devin berjalan-jalan menikmati riuh suasana pagi di kantor. Memandu, lebih tepatnya itu kalimat yang pas untuk Devin sekarang.&nb
"Menikahlah dengan gadis itu. Tetapi bawa dia pulang ke rumah dan tinggal bersama-sama," ujar Yudistoro sambil menatap wajah Gavin.Kali ini tatapan mata Yudistoro berbeda dari sebelumnya. Lebih hangat dan mendalam ke lubuk hati Gavin, karena ada secuil air mata di sudut mata Ayahnya yang tidak pernah ia lihat sejak dulu.“Papa juga ingin menantu. Jadi, bawa gadis itu ke rumah kita,” lanjutnya berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan anak lelakinya.“M-maksud Papa, membawa Raline ke rumah?” ulang Gavin tidak percaya.“Siapa lagi? Kamu akan menikah dengannya kan?” Yudistoro menyunggingkan senyum kelu di wajahnya.***
Raline terdiam seketika. Dia mematung melihat punggung lebar Gavin yang terbalut setelan tuxedo.“Lepaskan pakaianku. Apa aku harus mengajarimu juga caranya melepas pakaian, huh?” lontarnya penuh makna.Deg!Jantung Raline seakan tertusuk seribu jarum lancip mendengar lontaran kata penuh makna yang keluar dari mulut Gavin. Entah kenapa, isi kepala Raline langsung menjalar dan merambat ke berbagai macam pikiran.Tidak-tidak! Aku tidak boleh seperti ini. Ayo Raline sadarlah, kamu memiliki hutang yang banyak! Cepat bekerja dan lunasi segera hutang itu, lalu pergi dari Gavin! batinnya dalam hati.Dengan tangan yang gemetaran, ia meraih tuxedo Gavin. Lalu, melepaskannya dari tubuh lelaki itu. Se
Alina menerima perintah tuan muda Gavin. Lalu, ia bergegas menyampaikan pesan dari sang tuan muda Raline. Lantas, gadis itu langsung beranjak bangun dan bergegas mendatangi Gavin. Sambil menggerutu sebal, ia terus melangkah menuju kamar si empu villa.Saat melihat Gavin di depan pintu kamar, Raline terhenti langkahnya. Lelaki itu belum mengganti sama sekali celananya. Hobi banget bikin orang stress nih laki, gumam Raline dalam hati.“A-ada apa lagi?” tanya Raline enggan mendekat.Dengan wajah tengil, Gavin meletakkan kedua tangannya di pinggang. Tubuhnya masih bertelanjang dada dan itu menjadi tontonan pekerja lain yang tengah menguping sembunyi-sembunyi.“Gak bisa ya, keluar dari kamar pakai baju yang lengkap?” sindi
Jarak posisi Raline berdiri di ambang pintu mandi cukup jauh dari bathup. Lagipula ada tirai yang setengah menutup bathup, jadi mana mungkin gadis itu bisa melihat aset emas Gavin yang tengah berendam.Sontak, Raline berbalik pelan sambil membuka sela jarinya yang dari tadi tertutup rapat. Benar saja, posisinya cukup jauh dari bathup. Bahkan tubuh Gavin hanya sedikit yang terlihat. Tubuhnya sudah terendam air hangat.Sepersekian detik gadis itu tersadar. “Kamu bohong kan! Itu kamu sudah berendam di air dan aman-aman aja kok!” pekik gadis itu kesal. “Mana mungkin aku tuang air panas di sana, kalau kamu sendiri sudah berendam begitu!” lanjutnya mengomeli Gavin.“Apanya yang air hangat? Ini panas tau! Cepat isi lagi dengan air dingin,” titahnya untuk kesekian
“Lupa ya, kamu pegang apa barusan, hm?” ulang Gavin mengingatkan.Bruk! Raline melempar bantal ke arah Gavin. Tetapi tangan Gavin dengan sikap menangkisnya.“Mau aku pijit? Tanganku punya keahlian menghilangkan rasa sakit. Percaya deh,” tutur Gavin dengan tingkah tengilnya."Daripada kamu usil begitu, lebih baik bantu aku ambilin minum. Punggungku masih kram, Vin. Ya, mau ya, please …, " mintanya dengan wajah memelas palsu.Gavin mendelik wajah Raline lekat-lekat. "Ya, tunggu disini," jawabnya mau dimintai tolong. Lelaki itu langsung keluar kamar, kemudian mengambil sebotol air mineral dingin.Hehehe …. Raline terkekeh puas meminta Gavin untuk mengambilkan mi
Gadis polos itu malah ketiduran di atas sofa. Bahkan bajunya yang basah masih dikenakannya. Wajah polos Raline menenangkan jiwa Gavin. Bahkan meredakan amarahnya karena Lucy."Apa kamu itu kerbau, hm?" gumamnya tersenyum lepas.Gavin yang dari tadi memegangi air mineral akhirnya membuka tutup botolnya untuk diminumnya sendiri. Rasanya dahaga muncul setelah terpancing emosi karena Lucy.Tegukan demi tegukan ia rasakan sambil memandangi gadis polos yang tengah tertidur pulas. Melepas dahaga sekaligus emosinya.“Rasanya aku semakin haus melihat si kerbau itu tidur dengan memakai seragam pelayan,” gumamnya seraya mengambil nafas setelah menghabiskan setengah air dalam botol.Gavin mengula
Tanpa disadari, air mata Raline jatuh setetes tanpa bisa ditahan. Ia mendengar semua yang Gavin ucapkan. Tidak ada satu kata yang terlewat. Entah apa yang membuatnya menitikkan air mata saat mendengar pengakuan dari lelaki itu.Hatinya tersentuh, mungkin. Namun nyatanya Raline masih menyimpan juga cinta pertamanya di dalam lubuk hati terdalamnya.Maafkan aku, Vin, ucap Raline dalam hati dengan tetesan air mata yang kembali turun perlahan.Saat tetesan air mata Raline turun menyentuh punggung tangan Gavin, lantas lelaki itu kembali mengangkat kepalanya. Dia mengira tetesan air mata itu adalah miliknya.Sontak saja, Raline berpura-pura bangun dari lelapnya berusaha untuk tidak ketahuan dengan air mata yang dikeluarkannya.
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah