Aurel sudah kembali ke rumah sejak pagi-pagi buta, begitu juga dengan Alva. Tentu saja keduanya kembali dengan mobil yang berbeda. Kini Aurel sudah berada dimeja makan dan berhadapan dengan Alva dan Jessi.
"Kuliah kamu gimana Aurel?" tanya Jessi membuka obrolan.
"Hm? Baik Kak, good gak ada masalah apapun." ujar Aurel sambil menatap Jessi.
"Bagus deh kalau gitu."
"Ohh iya Kak Jessi, Kakak lama disini? Atau nanti balik lagi?" tanya Aurel dengan bersemangat.
Alva menyatukan alisnya saat mendengar pertanyaan Aurel yang begitu bersemangat. Seperti ada yang salah dengan gadis ini, dia benar-benar takluk pada dirinya. Sampai tidak memperdulikan Jessi Kakaknya.
"Hmm, gak lama sih. Kakak ada urusan disini makanya balik. Mungkin semingguan. Kenapa dek?" tanya Jessi.
Aurel bergumam pelan, "Enggak kok Kak, kirain lama. Aurel pengen jalan-jalan sama Kakak. Udah lama kan enggak." ucap Aurel sambil tersenyum.
"Nanti deh, sebelum Kakak keluar kota lagi. Kita jalan-jalan berdua ya." ujar Jessi sambil mengelus rambut Aurel.
Aurel tersenyum singkat pada Jessi. Mata Aurel menoleh pada Alva yang sedang tersenyum menatap dirinya.
Aurel menyatukan alisnya, sejak kapan pria itu bergabung untuk sarapan bersama? Biasanya Alva akan pergi tanpa sarapan terlebih jika Jessi berada dirumah.
Alva mengangkat sebelah alisnya saat Aurel menatapnya bingung. Tapi Aurel tidak ambil pusing dan menyelesaikan makannya.
"Kak Jessi, Aurel pergi dulu ya." pamit Aurel setelah menyesap susu coklat yang dihidangkan oleh Jessi.
"Iya, kalau udah selesai langsung pulang. Jangan keluyuran Aurel."
"Iya Kakak." Aurel mengecup pipi Jessi singkat dan pamit pada Alva layaknya izin pada Jessi namun tanpa memberikan kecupan pada pipi Alva. Walaupun dirinya sangat ingin mengecup bibir lelaki itu.
Aurel keluar dengan totebag nya. Berselang dari keluarnya Aurel. Alva menyeruput kopi buatan Jessi dan pergi pamit.
"Al."
"Ya?"
"Kamu buru-buru?"
"Iya, kenapa? Ada masalah?" tanya Alva berdiri sambil menatap Jessi.
"Enggak, cuman---"
"Ya udah kalau gak ada aku keluar ya. Aku ada rapat pagi ini." ujar Alva sambil berlalu pergi.
Jessi diam menatap punggung Alva yang mulai menjauh sambil menghela nafas panjang. Belum sampai Alva ke pintu dari rumah, Aurel kembali masuk dengan wajah murung. Alva mengernyit heran saat menatap wajah murung Aurel.
"Loh Aurel kenapa dek?" tanya Jessi saat melihat Aurel.
"Mobil Aurel ban nya kempes Kak." ujar Aurel sambil memanyunkan bibirnya.
"Mau pakai mobil Kakak aja?" tanya Jessi.
"Gak papa Kak?" tanya Aurel.
"Mobil kamu kenapa Aurel?" tanya Alva sebelum Jessi menjawab pertanyaan Aurel.
Aurel menoleh pada Alva cepat. "Ban mobil Aurel kempes Kak. Yang sebelah kanan depan belakang"
"Ya udah bareng Kakak aja perginya." ajak Alva santai.
Jessi menatap Alva kaget. Sedangkan Aurel mengulum bibirnya senang. "Gak papa Kak? Nanti Aurel ngerepotin." ujar Aurel basa-basi.
"Tidak, ayok nanti kamu telat." ajak Alva santai.
"Ya udah deh. Kak Jessi, Aurel pergi ya." pamit Aurel kedua kalinya.
Jessi hanya diam sambil menatap Aurel dan Alva yang keluar bersama. Dalam diamnya Jessi bertanya-tanya apa hal yang sudah dilewatinya. Kenapa Alva yang biasanya tidak perduli akan apapun dirumah ini terutama Aurel berubah menjadi perduli hari ini.
Disisinya, Aurel masuk kedalam mobil Alva dengan senyum sumringah. Aurel memasang seatbelt nya dan menatap Alva dengan tatapan berbinar.
Alva memasang seatbelt nya dan menatap bingung pada Aurel. "Ban kempes itu bohong Aurel?" tanya Alva sambil mengusap dagu Aurel.
"Enggak kok Kak, ban mobil Aurel beneran kempes." ujar Aurel sambil tersenyum pada Alva.
"Hmm, Aurel yang kempesin bannya tadi." sambung Aurel sambil menunjukkan deretan gigi rapinya.
Alva menatap Aurel tidak percaya pada Aurel. Gadis polos dihadapannya ini terlihat sangat licik kali ini.
"Kenapa dikempesin?" tanya Alva pura-pura bodoh. Dia tau jawabannya, hanya saja dia ingin mendengar hal itu langsung dari bibir Aurel.
"Biar bisa pergi bareng Kakak." ucap Aurel tanpa rasa berdosa sama sekali.
"Ayok Kak jalan, nanti Kakak telat loh." ujar Aurel lagi tak berhenti tersenyum.
"Jangan diulangi Aurel, kamu bisa pergi sama Kakak tanpa harus ngempesin ban mobil kamu."
Aurel memanyunkan bibirnya saat Alva memarahinya. Mengetahui hal itu, Alva mengusap bibir Aurel lembut kemudian menarik tengkuk Aurel dan mengecup singkat bibir Aurel.
"Bukan marah sayang, hanya memberitahu. Kita bisa pergi bersama tanpa harus seperti tadi Baby."
Aurel mengulum bibirnya singkat karna ucapan lembut Alva padanya. Alva kembali mengecup bibir Aurel namun kali ini lebih lama intens dari sebelumnya.
"Kak Al." panggil Aurel menghentikan kecupannya agar tidak lebih jauh lagi.
"Kenapa Aurel?" tanya Alva dengan nada serak.
"Nanti Kak Jessi liat."
Alva menangkup wajah Aurel dan mencium wajah Aurel gemas, membuat Aurel tersipu.
"Kak Al."
"Baiklah. Kita jalan sekarang." ujar Alva melepaskan wajah Aurel dan melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumahnya.
Sepanjang perjalanan Alva menggenggam tangan Aurel dan mengecup punggung tangan tersebut sesekali. Sesampai didepan gedung fakultas Aurel. Aurel melepas seatbelt dan menatap Alva. Berharap ini akan sesuai ekspektasi nya.
Berharap Alva memeluknya dan memberi kecupan singkat sebelum dia keluar dari mobil lelaki itu.
Tanpa aba-aba Alva menarik tubuh Aurel mendekat padanya dan membubuhkan kecupan pada bibir ranum Aurel. Aurel menahan tubuh Alva agar tidak bergerak lebih jauh, mengingat mereka sedang ada didepan gedung fakultas nya.
"Kak Al, ini dikampus Aurel loh. Nanti ada yang lihat." tahan Aurel.
"Baiklah." Alva memeluk Aurel dan membubuhkan kecupan pada kening dan bibir Aurel. Aurel tersenyum manis, ini ekspektasinya. Dan ternyata rasanya jauh menyenangkan dari pada membayangkannya.
"Makasih Kak Al, see you." ucap Aurel sambil mengecup bibir Aurel singkat. Aurel keluar sebelum Alva menjawab ucapan dirinya.
Alva tersenyum miring setelah Aurel turun dari mobilnya. Gadis polos nan licik itu berhasil mengalihkan pikirannya dari manapun. Katakan lah dia lebay, tapi sungguh Alva benar-benar sangat ingin berada disamping Aurel terus-menerus.
°°°°°
Aurel tidak bisa berhenti tersenyum saat dirinya dijemput oleh Alva saat perkuliahan sudah selesai. Alva muncul secara tiba-tiba didepan gedung fakultasnya membuat Aurel merasa sangat bahagia.
"Kenapa kamu senyum terus Aurel?" tanya Alva sambil mengecup punggung tangan Aurel.
"Aurel gak nyangka Kakak jemput Aurel pulang, padahal kan Aurel bisa pulang naik taksi aja Kak." ujar Aurel sambil tersenyum.
"No, selagi Kakak bisa jemput. Kenapa kamu harus naik taksi." ujar Alva tegas.
"Lagipula, Kakak baru ingat. Malam ini ada acara makan malam keluarga." ujar Alva lagi.
"Hm?"
"Makan malam bersama keluarga besar Kakak. Kakak baru ingat, tadi Jessi yang mengingatkan." ucap Alva menjelaskan.
Aurel diam. Alva memang baik padanya dan membalas perasaannya. Namun dimata keluarga Alva, Jessi lah istri Alva dan Aurel hanya adik ipar, hanya adik dari istri Alva.
"Aurel." panggil Alva sambil mengusap tangan Aurel yang digenggamnya.
"Hm? Ya Kak?"
"Kamu melamun?" tanya Alva.
"Ahh? Enggak kok Kak." elak Aurel.
Alva mengangguk singkat.
"Nanti Kakak pulang kerumah kan, gak nginap disana?" tanya Aurel membuat Alva menyatukan alisnya.
"Apa maksud mu Aurel?"
"Iya, nanti Kakak pulang kan habis acara makan malamnya? Aurel mau tidur sama Kakak."
"Sebentar, apa kamu berfikir bahwa Kakak pergi berdua dengan Jessi?" tebak Alva.
"Memang kan Kak?" tanya Aurel balik.
Alva terkekeh kecil, "Tidak sayang, kamu juga ikut. Kita pergi bersama nanti." ucap Alva.
"Tapi kan---"
"Kamu adik Jessi, itu artinya kamu keluarga juga. Dan juga bukan kah hubungan kita---"
Aurel menutup mulut Alva menghentikan ucapan Alva. Alva menatapnya dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Ssstt jangan dibilang, Aurel malu Kak. Nanti pipi Aurel merah." ucap Aurel lucu.
Alva mengecup telapak tangan Aurel dan menarik tangan tersebut dan menggenggam nya lagi.
"Kamu mau pergi kan?"
Aurel menggelengkan kepalanya pelan.
"Kenapa Baby?"
"Aurel takut."
"Takut kenapa?"
"Takut ngeliat Kakak mesra-mesraan sama Kak Jessi. Kan---"
"Tidak akan." ucap Alva memotong ucapan Aurel.
Aurel menatap Alva dan mengedipkan matanya berkali-kali.
"Kamu tidak perlu takut hal itu Aurel, setelah acara itu selesai kamu bisa tidur sama Kakak."
"Sampai pagi?"
Alva bergumam sambil mengangguk mengiyakan. Aurel tersenyum dan mengiyakan untuk ikut ke acara keluarga tersebut..
*****
Aurelsudah berada didepan kediaman orang tua Alva, Aurel pergi dengan Alva dan Jessi. Awalnya Aurel khawatir jika harus melihat Alva dan Jessi yang bermesraan di kursi depan. Aurel takut melihat adegan yang sebelumnya dilakukan Alva dengan dirinya. Aurel takut jika Alva menggenggam tangan Jessi dan mengecup mesra tangan Kakak nya itu.Egois memang. Namun semua tidak seperti yang dibayangkannya, Alva hanya sibuk menyetir dan Jessi sibuk dengan iPad-nya dan berbicara sesekali pada Aurel.
Waktuberjalan dengan cepat, sudah enam bulan berlalu sejak Aurel dan Alva punya hubungan diam-diam, sudah ada enam bulan mereka saling memberi rasa dan kenikmatan satu sama lain. Selama enam bulan ini keduanya melakoni sandiwara dengan hebat. Keduanya bersikap seolah mereka adalah ipar yang rukun dan damai.Tak jarang selama enam bulan ini Alva menerima pujian karna perhatian yang diberikannya pada Aurel adik iparnya yang mana terkadang Jessi Kakaknya pun tidak memberikan perhatian te
"Kak Al.""Hm?""Kakak sayang Aurel gak?" tanya Aurel sambil menatap Alva yang sedang menyetir.Alva menoleh pada Aurel, "Aurel----"
"Alva?" panggil tante Aliya.Keterdiaman Alva membuat Aurel semakin takut. Namun tak lama Aurel terkesiap saat tangannya diraih dan digenggam oleh Alva. Aurel menatap Alva dengan tatapan takut."Hmm, sebelumnya Alva minta maaf sama Mama, mungkin sikap Alva ini mengecewakan Mama."
Hari ini adalah hari pernikahan Aurel dan Alva. Pernikahan mereka diadakan saat Jessi berada di luar kota secara kecil-kecilan dan hanya mengundang keluarga Mahardika. Ada pro dan kontra di dalam pernikahan rahasia mereka. Pihak pro menyetujui hal itu karna menurut mereka Jessi tidak bisa menjadi istri yang baik karna sudah 10 tahun Jessi belum bisa memberikan keturunan untuk Alva. Sedangkan pihak kontra menolak pernikahan itu namun mereka tidak bisa berbuat apa pun. Dan alasannya adalah karna Aurel merupakan adik Jessi, bagaimana bisa Alva menikahi dua Kakak beradik. "Hai my little wife, you look so hot Baby." ucap Alva sambil memeluk Aurel dari belakang. Aurel menoleh kebelakang menatap Alva dan tersenyum. "Kak Al." panggil Aurel.
Sudah seminggu Aurel dan Alva menikah, selama seminggu ini Alva membenarkan ucapannya. Alva sama sekali tidak membiarkan Aurel untuk beranjak dari tempat tidur kecuali saat makan dan mandi. Selain itu, mereka hanya berada di tempat tidur saling memuaskan dan memberi kepuasan. Tidak ada yang bisa melarang Alva bahkan Mama Aliya sekalipun. Hari ini Jessi kembali dari luar kota, mau tidak mau Aurel dan Alva harus kembali bersandiwara seakan mereka ipargoals. Aurel belum membicarakan mengenai dirinya yang akan tinggal di rumah Mama Aliya. Namun Aurel berencana untuk membicarakan tentang itu hari ini. "Kak Jessi, sibuk?" tanya Aurel saat menghampiri Jessi di ruang tamu. "Enggak dek, kenapa?" tanya J
"Alva." panggil Mama Aliya saat masuk ke dalam rumah. "Mama?" panggil Jessi bingung. Mama Aliya menoleh pada Jessi dan senyum tipis, setelahnya Mama Aliya menatap Alva lagi. "Aurel mana Alva?" tanya Mama Aliya. "Aurel di dalam kamar ma." ujar Alva sambil mengusap wajahnya. Dengan cepat Mama Aliya beranjak pergi ke kamar Aurel. Alva berdiri dari duduknya dan menyusul Mamanya. "Al." panggil Jessi. Alva menoleh pada Jessi tanpa menjawab "Aurel beneran cuman terkilir?" tanya Jessi. "Lo udah dengar kan kata Gilang kalau tulang
Alva dan Aurel sudah kembali dari rumah sakit untuk memeriksa kandungan Aurel. Semuanya dalam keadaan baik. Meski terjadi guncangan saat Aurel terjatuh sebelumnya, janin Aurel dalam kondisi baik, menurut dokter yang memeriksa kandungan Aurel, janin Aurel cukup kuat. "Kak." "Ya Aurel?" "Kakak nemenin Aurel kan di sini?" tanya Aurel saat Alva mengelus perut datarnya. "IyaBaby." ujar Alva. "Kak." "Hm?" "Posisi Aurel udah di atas Kak Jessi belum?" tanya Aurel sambil menatap Alva. "Sudah. TapiBaby,
Hari ini adalah hari ulang tahun Aurel. Alva sudah meninggalkan kamarnya sejak subuh dengan bucket bunga disamping Aurel. Alva sengaja pergi lagi buta dan berencana tidak mau bertemu Aurel sampai malam tiba. Dia berencana memberikan kejutan-kejutan manis untuk istrinya itu. Aurel bangun ketika cahaya matahari mulai memenuhi kamarnya. Aurel menoleh pada sebelahnya, tempat itu sudah kosong. Tidak ada Alva namun ada bucket bunga mawar merah yang sangat banyak. Aurel tersenyum dan menghirup aroma bunga yang sangat memanjakan indra penciuman nya. Aurel mengambil surat yang ada pada deretan bunga yang indah itu. Aurel tersenyum saat membuka surat tersebut, sangat manis dan romantis. My heart is all yours Baby. You make everydaymeaningfuland full of joy. I wish you
Aurel menjemput Ansel dan membawa Ansel makan disalah satu cafe tidak jauh dari sekolah Ansel. Keduanya duduk sambil menikmati makanannya. "Aurel." panggil seseorang. Tubuh Aurel menegang seketika, Aurel tau suara siapa itu. Suara sumber ketakutan terbesar Aurel, itu adalah suara Jessi. Aurel menoleh pada Jessi dan tersenyum. "Hai Kak Jessi." sapa Aurel lembut. Aurel melihat sorot mata Jessi pada Ansel Bayi kecilnya yang sedang menikmati makanannya, mata Jessi menatap Ansel intens. "Kak?" panggil Aurel membuyarkan tatapan Jessi pada Ansel. "Ya." Aurel menatap Jessi dengan se
Lima tahun berlalu, kehidupan Aurel dan Alva berjalan layaknya kehidupan rumah tangga orang pada umumnya. Romantis dan harmonis seperti yang diharapkan Aurel. Mereka sangat romantis baik didalam ataupun diluar rumah, saling berkerja sama dalam mengurus Ansel dan yang paling penting mereka sangat harmonis dan panas di ranjang. "Mami." panggil Ansel sambil mengunyah makanannya. "Iya sayang." "Daddy mana mami?" tanya Ansel. "Daddy masih mandi, kenapa sayang?" tanya Aurel sambil menyuapi makanan pada Ansel. "Ansel boleh jemput Daddy ke kamar gak mami?" tanya Ansel sambil menatap Aurel dengan tatapan berharap. "Setelah selesai maka
Berbulan-bulan sudah berlalu sejak hari itu, hari pertemuan Alva dan Jessi. Hari dimana perjanjian mereka berakhir begitu juga dengan pernikahan yang sudah dibina selama dua belas tahun. Seminggu setelah pertemuan Jessi dan Alva, Aurel melahirkan putra pertama mereka. Saat itu Alva selalu mendampingi istrinya. Keduanya menyambut kelahiran putra pertama mereka dengan suka cita. Putra yang diberi nama Ansel Arsenio Mahardika. Semenjak kelahiran Ansel, Alva lebih sering bangun pagi. Alva akan bangun dan melihat putranya dan menggendongnya. Alva sangat menikmati hidupnya menjadi seorang Daddy. "Kak." panggil Aurel sambil mengucek matanya. "Ya Baby." jawab Alva sambil berdiri menggendong Ansel dan mendekat pada Aurel ditempat
"Jadi Mama mau ngomongin apa ma? Tumben banget ngajak ketemu di luar. Biasanya dirumah." ujar Jessi tak berniat untuk mendengar basa-basi lebih lama lagi. Mama Aliya menarik nafas dalam-dalam. Menatap Jessi dan mengambil amplop coklat yang ada didalam tasnya, lalu memberikan pada Jessi. "Ini apa ma?" tanya Jessi bingung. Ini bukan amplop coklat tebal yang berisi uang yang diberikan seorang ibu saat meminta seorang wanita untuk menjauh dan pergi dari hidup putranya seperti di drama. Amplop coklat itu tipis, sangat tipis. "Kamu buka saja Jessi." ujar Mama Aliya. Jessi menegak salivanya kasar saat melihat stempel yang ada dimuka amplop tersebut, stempel pengadilan agama. Tanpa memb
Aurel bangun saat Alva sudah menutup sambungan teleponnya. Aurel mengucek matanya sambil manggil Alva. "Kak Al." panggil Aurel manja. Alva menoleh pada Aurel disebelahnya. "IyaBaby?" jawab Alva lembut. "Kakak habis nelpon siapa?" tanya Aurel sambil menarik tangan Alva keatas perut buncitnya. "Jessi." jawab Alva sambil mengelus perut Aurel lembut. Aurel menatap Alva intens. Tatapan Aurel sangat jelas tersirat rasa cemas, sedih dan ingin memiliki Alva untuk dirinya sendiri. Tidak untuk Jessi, hanya untuk dirinya sendiri. "Kak Jessi kenapa?" "Nanya Kakak pulang a
Alva tersenyum menatap Aurel yang sedang tidur pulas. Setelah acara kunjungan untuk Bayi kacang, Alva membersihkan diri dan juga membersihkan Aurel. Dan setelah puas dan bersih Aurel tertidur dengan pulas di dalam pelukan Alva. Suara ketukan pintu membuat atensi Alva pada wajah tenang Aurel teralih. Alva melepaskan pelukannya perlahan tanpa mengganggu ketenangan Aurel lalu berjalan menuju pintu guna membuKakan pintu. "Kenapa bik?" tanya Alva sesaat setelah membuka pintu. "Ini tuan, bibik mau tanya tuan sama non Aurel mau makan malam apa? Ibu Aliya nanya." ujar bibik menjelaskan. "Ohh, apa aja bik. Bebas." ujar Alva. "Baik tuan, bibik permisi. Maaf mengganggu tuan." pamit bibik.
Hari ini Aurel sudah berencana untuk pergicheckkandungannya. Kandungannya sudah berusia 36 Minggu, Aurelcheck upuntuk mencari due date kelahirannya. Selama 4 bulan Aurel hidup tenang tanpa memikirkan akan berbohong apa jika Jessi ingin bertemu dengannya, mengingat perutnya sudah sangat buncit. "Kak Al." panggil Aurel. "IyaBaby?" jawab Alva menoleh pada Aurel. "Kakak temenin Aurel ketemu dokternya kan?" tanya Aurel sambil menatap Alva yang berada disampingnya. Alva menoleh pada Aurel, "Iya sayang." ujar Alva mengelus pipi Aurel. Aurel tersenyum manis pada Alva. Saat ini keduanya sedang diperjalanan menuju rumah sakit. Hubun
"Alva." "Iya ma?" "Tadi apa? Kamu bicara soal apa?" tanya Mama Aliya. "Gak ada ma." "Gak ada kenapa Aurel sampai melamun, sampai tersedak lagi pas minum." "Aurel nanya sama Alva." "Nanya apa?" "Alva bisa lepasin Jessi atau enggak, kalau suatu saat Jessi tau soal hubungan Alva dan Aurel, tau soal kehamilan Aurel." "Dan kamu jawab?" "Alva gak jawab." "Kenapa?" "Alva ga