Jangan tanya bagaimana keadaan Firda saat ini karena yang pasti ia tidak bisa membuka mulut untuk makanan yang sudah ada di depan mata. Semua orang tertawa bahagia tanpa memikirkan perasaannya yang terluka. Tenggorokannya seperti tidak bisa dilewati bahkan oleh setetes air. Mereka tidak tahu betapa malu dirinya saat ini setelah dengan gamblang orang-orang itu menjatuhkan dirinya sejatuh-jatuhnya. Apalagi melihat keromantisan yang diciptakan oleh Naufal membuat lukanya disiram dengan air garam. Perih, sakit dan semakin bernanah hingga menimbulkan kebencian yang mendalami. Tidak ada rencana balas dendam hanya saja sakitnya tidak akan terlupakan. "Firda, dimakan, Nak. Jangan diliatin aja," tegur Ibu Nyai di tengah candaan mereka semua."Terima kasih, Ibu. Maaf Firda tidak bisa. Rasanya tidak pantas memakan makanan dari orang yang sudah saya sakiti," balas Firda tanpa berani memperlihatkan wajahnya.Oncom bernapas lelah, dalam hatinya menggerutu yang ia iringi dengan istighfar. Wanita it
Marah, kesal, benci dan cemburu menjadi satu membuat hati kian menggebu. Rasa itu bercampur menjadi satu hingga menimbulkan satu kehinaan dalam hidup yang sulit untuk dimaafkan. Bukan salahnya menjadi yatim piatu yang tidak memiliki dukungan, semua sudah takdir hingga hidupnya tidak terarah yang berakhir menjadi seorang yang tidak berdaya dalam memperjuangkan cinta. Cinta dan harta adalah satu paket yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan. Karena jika hanya memiliki cinta tanpa harta maka kehidupan akan dipenuhi pertengkaran. Sebaliknya jika hanya memiliki harta tanpa cinta semuanya akan terasa hampa. Jadi porsi yang paling pas adalah mencintai dengan memiliki harta barulah setara. Begitu pula dengan fisik, di mana harusnya si tampan bersanding dengan si cantik agar tidak jomplang dan menjadi bahan omongan. "Mangkanya lain kali kalau mau berulah mikir dulu dampaknya. Kalau udah kayak gini bukan cuma kamu yang kena aku juga, nyesel aku udah dukung kamu sampe bisa ti
Untuk Akbar healing terbaik adalah berada di pesantren dengan suasana religi yang sangat kental. Berbincang dengan para ustadz dan ustadzah adalah kegiatan yang selalu menyenangkan karena bisa menenangkan pikiran. Apalagi saat ia meminta nasihat pada Abah dan Ibu Nyai serta Ustadz Naufal adalah hal yang selalu ia tunggu saat mendekati waktu liburnya. Polisi muda itu pernah menyimpan luka dalam hingga ia trauma dalam melanjutkan hubungan serius. Umurnya sudah memasuki kepala tiga bahkan lebih, tapi sampai saat ini hidupnya masih nyaman dalam kesendirian. Terkadang memang terbersit untuk menjalani kembali sebuah hubungan, tapi ia takut berakhir kembali dengan kematian. Dua kali gagal menikah dan terakhir adalah yang paling menyakitkan baginya. Ditinggal beberapa menit sebelum pernikahan membuatnya hampir gila jika tidak segera disadarkan. "Mau sampai kapan melajang, Bar?" tanya Abah Yai saat mereka menjalani obrolan santai.Yang tersisa kini hanya ada Abah Yai, Bu Nyai, Naufal, Onco
Mengambil keputusan saat kita dilanda kebingungan adalah hal yang sangat sulit untuk siapapun dalam kondisi apa pun. Apalagi untuk pasangan hidup yang akan menjadi pendamping saat suka maupun duka. Laila melihat dan merasakan bagaimana perasaan Marsih pada polisi yang baru saja menanyakan kesediaannya untuk menjadi pendamping hidup dirinya membuat Laila dilanda kebingungan yang teramat. Jika ditanya perasaan Laila tidak memiliki perasaan, hanya saja ia tidak mungkin menolak jika tidak mengetahui bagaimana perasaan sepupunya pada laki-laki itu."Begini, A. Saya bisa melihat dengan jelas bagaimana sikap Marsih tadi. Sepupu saya memiliki perasaan pada A Akbar jadi tolong dipertimbangkan. Saya tidak akan menolak kalau seandainya saya tidak melihat dan merasakan apa yang Marsih rasakan. Karena yang saya lihat Aa juga hanya sekedar untung-untungan untuk mengkhitbah saya."Tidak perlu bingung, Akbar tidak pernah mengharapkan secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan Laila. Ucapan tadi hanya s
Naufal merasa seperti dirinya berenang terlalu dalam dan sekarang baru bisa naik kepermukaan hingga napasnya kembali normal. Mendapatkan masalah dati perempuan yang tidak bisa menerima kenyataan rasanya memusingkan dan membuat napasnya tidak teratur karena khawatir dengan keadaan istrinya. Rasanya seperti orang gila saat mencari Oncom yang menghilang tanpa kabar akibat salah paham antara mereka. Namun, hari ini semua masalah itu selesai hingga tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan. Nama yayasan pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya pun kini sudah kembali bersih walau masih ada beberapa netizen yang membandingkan istrinya dengan Firda. "Sayang, Aa mau tanya deh."Mereka sudah berada di dalam kamar di atas ranjang untuk beristirahat setelah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Pasangan suami istri itu berpamitan tanpa mendengarkan bagaimana proses kisah antara Akbar dan Marsih karena merasa itu bukan ranah mereka. Pun Oncom yang harus beristirahat setelah mengatakan jik
Waktu berjalan seakan begitu cepat untuk mereka yang tidak merasakan. Kebahagiaan yang didapatkan dengan hadirnya buah hati yang sebentar lagi akan melihat dunia menambah rasa syukur yang terus dipanjatkan oleh pasangan muda serta keluarganya.Tidak terasa Kehamilan Oncom sudah memasuki bulan ke tujuh dan hari ini di rumah Naufal sedang sibuk dan banyak ibu-ibu yang sedang memasak untuk riungan nanti malam. Sedangkan di samping rumahnya terdapat sekelompok ibu muda dan juga para gadis yang sedang membuat rujak tumbuk dari tujuh buah-buahan yang akan dijual keliling oleh Naufal dan Oncom nanti."Aa udah nyari bunganya belum?" tanya Laila pada Naufal yang sedang memijat kaki istrinya.Oncom memang tidak mengalami masa ngidam aneh tapi dirinya mengalami napas yang sesekali sesak dan gampang lelah. Sudah periksa dan katanya tidak apa-apa itu normal hanya saja Naufal yang over protective hingga istrinya banyak dilarang ini dan itu. Seperti hari ini sebagai tuan rumah Oncom justru tidak dip
Oncom merasa bangga pada dirinya sendiri karena dagangannya habis tanpa sisa walau mendapat uang seadanya. Jika saja ia bisa protes dan menentukan harga sudah pasti akan Oncom patok per bungkusnya agar mendapatkan uang yang banyak. Oncom menyadari mungkin itu yang dirasakan para penjual saat dagangan mereka habis. Sifat Oncom itu tidak tegaan mangkanya jika ada pedagang apalagi seorang kakek-kakek atau nenek-nenek ia pasti akan membeli apa yang mereka jual jika melihatnya, walau terkadang rasanya tidak sesuai selera.Sepanjang jalan mereka bergandengan tangan dengan sesekali membalas senyum dan sapa warga yang ditemui. Hari ini mereka sangat banyak mendapatkan do'a dari orang-orang yang membeli rujaknya. Usapan demi usapan lembut Oncom rasakan yang kadang ditanggapi dengan tendangan kecil oleh anaknya dan mendapatkan pujian dari mereka. "Gini kali ya rasanya orang jualan kalau dagangannya abis semua. Seneng walaupun cuma dapet tujuh puluh empat ribu," kata Oncom menyampaikan perasaan
Sehabis riuangan para bapak-bapak Oncom memakai gamis sederhana dan juga kain sarung milik suaminya, diapit oleh ibu dan juga mertuanya untuk melakukan proses siraman. Sedangkan Naufal membawa satu ember air yang sudah diberikan bunga tujuh rupa juga uang hasil jualan rujak ditambah uang pribadi Naufal sebesar tujuh ratus ribu rupiah. Sepanjang perjalanan mereka diiringi dengan sholawat dari para santri akhir yang tidak pulang demi mempersiapkan ujian, tidak lupa ada tujuh orang santriwati yang membawa obor.Naufal tidak mengizinkan saat para santri menawarkan diri untuk membawa ember berisi air bunga, ia ingin apa pun yang berhubungan dengan anaknya dirinya melakukan sendiri."Nanti kedinginan ini, Bu."Naufal khawatir istrinya akan kedinginan karena harus mandi di luar rumah apalagi malam seperti ini. Mungkin Naufal lupa jika istrinya memiliki kulit setebal badak karena tidak pernah memiliki rasa dingin kecuali sedang sakit. "Kamu kayak enggak tau istri sendiri aja," balas Ibu Nyai