Mengambil keputusan saat kita dilanda kebingungan adalah hal yang sangat sulit untuk siapapun dalam kondisi apa pun. Apalagi untuk pasangan hidup yang akan menjadi pendamping saat suka maupun duka. Laila melihat dan merasakan bagaimana perasaan Marsih pada polisi yang baru saja menanyakan kesediaannya untuk menjadi pendamping hidup dirinya membuat Laila dilanda kebingungan yang teramat. Jika ditanya perasaan Laila tidak memiliki perasaan, hanya saja ia tidak mungkin menolak jika tidak mengetahui bagaimana perasaan sepupunya pada laki-laki itu."Begini, A. Saya bisa melihat dengan jelas bagaimana sikap Marsih tadi. Sepupu saya memiliki perasaan pada A Akbar jadi tolong dipertimbangkan. Saya tidak akan menolak kalau seandainya saya tidak melihat dan merasakan apa yang Marsih rasakan. Karena yang saya lihat Aa juga hanya sekedar untung-untungan untuk mengkhitbah saya."Tidak perlu bingung, Akbar tidak pernah mengharapkan secara sungguh-sungguh untuk mendapatkan Laila. Ucapan tadi hanya s
Naufal merasa seperti dirinya berenang terlalu dalam dan sekarang baru bisa naik kepermukaan hingga napasnya kembali normal. Mendapatkan masalah dati perempuan yang tidak bisa menerima kenyataan rasanya memusingkan dan membuat napasnya tidak teratur karena khawatir dengan keadaan istrinya. Rasanya seperti orang gila saat mencari Oncom yang menghilang tanpa kabar akibat salah paham antara mereka. Namun, hari ini semua masalah itu selesai hingga tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan. Nama yayasan pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya pun kini sudah kembali bersih walau masih ada beberapa netizen yang membandingkan istrinya dengan Firda. "Sayang, Aa mau tanya deh."Mereka sudah berada di dalam kamar di atas ranjang untuk beristirahat setelah melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Pasangan suami istri itu berpamitan tanpa mendengarkan bagaimana proses kisah antara Akbar dan Marsih karena merasa itu bukan ranah mereka. Pun Oncom yang harus beristirahat setelah mengatakan jik
Waktu berjalan seakan begitu cepat untuk mereka yang tidak merasakan. Kebahagiaan yang didapatkan dengan hadirnya buah hati yang sebentar lagi akan melihat dunia menambah rasa syukur yang terus dipanjatkan oleh pasangan muda serta keluarganya.Tidak terasa Kehamilan Oncom sudah memasuki bulan ke tujuh dan hari ini di rumah Naufal sedang sibuk dan banyak ibu-ibu yang sedang memasak untuk riungan nanti malam. Sedangkan di samping rumahnya terdapat sekelompok ibu muda dan juga para gadis yang sedang membuat rujak tumbuk dari tujuh buah-buahan yang akan dijual keliling oleh Naufal dan Oncom nanti."Aa udah nyari bunganya belum?" tanya Laila pada Naufal yang sedang memijat kaki istrinya.Oncom memang tidak mengalami masa ngidam aneh tapi dirinya mengalami napas yang sesekali sesak dan gampang lelah. Sudah periksa dan katanya tidak apa-apa itu normal hanya saja Naufal yang over protective hingga istrinya banyak dilarang ini dan itu. Seperti hari ini sebagai tuan rumah Oncom justru tidak dip
Oncom merasa bangga pada dirinya sendiri karena dagangannya habis tanpa sisa walau mendapat uang seadanya. Jika saja ia bisa protes dan menentukan harga sudah pasti akan Oncom patok per bungkusnya agar mendapatkan uang yang banyak. Oncom menyadari mungkin itu yang dirasakan para penjual saat dagangan mereka habis. Sifat Oncom itu tidak tegaan mangkanya jika ada pedagang apalagi seorang kakek-kakek atau nenek-nenek ia pasti akan membeli apa yang mereka jual jika melihatnya, walau terkadang rasanya tidak sesuai selera.Sepanjang jalan mereka bergandengan tangan dengan sesekali membalas senyum dan sapa warga yang ditemui. Hari ini mereka sangat banyak mendapatkan do'a dari orang-orang yang membeli rujaknya. Usapan demi usapan lembut Oncom rasakan yang kadang ditanggapi dengan tendangan kecil oleh anaknya dan mendapatkan pujian dari mereka. "Gini kali ya rasanya orang jualan kalau dagangannya abis semua. Seneng walaupun cuma dapet tujuh puluh empat ribu," kata Oncom menyampaikan perasaan
Sehabis riuangan para bapak-bapak Oncom memakai gamis sederhana dan juga kain sarung milik suaminya, diapit oleh ibu dan juga mertuanya untuk melakukan proses siraman. Sedangkan Naufal membawa satu ember air yang sudah diberikan bunga tujuh rupa juga uang hasil jualan rujak ditambah uang pribadi Naufal sebesar tujuh ratus ribu rupiah. Sepanjang perjalanan mereka diiringi dengan sholawat dari para santri akhir yang tidak pulang demi mempersiapkan ujian, tidak lupa ada tujuh orang santriwati yang membawa obor.Naufal tidak mengizinkan saat para santri menawarkan diri untuk membawa ember berisi air bunga, ia ingin apa pun yang berhubungan dengan anaknya dirinya melakukan sendiri."Nanti kedinginan ini, Bu."Naufal khawatir istrinya akan kedinginan karena harus mandi di luar rumah apalagi malam seperti ini. Mungkin Naufal lupa jika istrinya memiliki kulit setebal badak karena tidak pernah memiliki rasa dingin kecuali sedang sakit. "Kamu kayak enggak tau istri sendiri aja," balas Ibu Nyai
Sebagai calon orang tua yang mempersiapkan dengan sangat baik semua kenyamanan dan kesehatan istri serta calon anaknya Naufal mengikuti semua instruksi dari dokter kandungan yang datang setiap minggu satu kali ke rumahnya. Dokter kandungan dari rumah sakit swasta yang terkenal dengan pelayanan ramahnya bernama Anggia, teman dari Hendrik yang diminta dan dibayar langsung oleh anak Onta satu itu untuk mengontrol calon keponakannya. "Jangan lupa senam hamil ya bapaknya juga ikutan. Banyakin sujud sama jalan pagi kalau kuat jangan pake sendal. Hari rabu kita USG ya. Pikirannya ditenangin ya Teh jangan sampe tensi nya naik lagi," pesan Anggia setelah ia memeriksa kondisi Oncom."InsyaAllah, Dok. Makasih ya udah selalu siaga buat saya," balas Oncom karena dokter itu begitu baik dan lembut."Sama-sama dan udah tugas saya. Kalau gitu saya permisi dulu ya. Buat obatnya abisin yang kemarin aja. Enggak usah dianter assalamu'alaikum," salam Anggia pada keduanya."Waalaikumsalam warahmatullahi w
Perkiraan lahirnya masih dua minggu lagi tapi perutnya sudah sering kencang dan tendangan yang cukup kuat kadang membuat Oncom meringis. Jangan tanya bagaimana khawatirnya Naufal yang bahkan sangat jarang tidur pada malam hari yang ia isi dengan berbagai dzikir sekaligus menjaga istrinya, karena kata dokter kelahiran anak mereka bisa kurang dari hari perkiraan lahir atau lebih. Naufal selalu siaga berjaga-jaga anaknya ingin segera keluar di malam hari hingga dirinya harus bergadang dan akan tidur setelah sholat subuh walaupun itu bukan waktu yang baik, tapi semua ia lakukan demi anaknya. Naufal berpikir jika siang hari banyak orang yang menjaga istrinya maka dari itu malam adalah bagiannya. Laila bahkan sudah satu minggu menginap di rumahnya berjaga-jaga jika mereka membutuhkan bantuan. Adiknya juga sudah membantu mempersiapkan tas berisi perlengkapan kakak iparnya jika sewaktu-waktu sang keponakan ingin segera lahir. "Kenapa, Sayang?" tanya Naufal saat melihat istrinya meringis.Ja
Laila berlari menuju rumah orang tuanya, ia tidak sabar untuk segera sampai tapi kenapa rasanya jarak itu sangat jauh hingga napasnya naik turun dan tidak sampai-sampai walau ia sudah berlari cukup kencang menurutnya. "Assalamu'alaikum, Ibu!" Laila mengetuk pintu dengan tergesa begitu sampai di depan pintu kamar orang tuanya. Ia tahu di dalam kamar hanya ada ibunya karena Abah Yai sedang menghadiri pengajian rutin di balai desa yang berlangsung sampai tengah malam. "Waalaikumsalam, ada apa, La?" "Teteh kayaknya mau lahiran deh, Bu. Udah meringis aja dari tadi," jawab Laila dengan wajah paniknya. "Ayo kita ke sana," ajak Bu Nyai.Dua wanita beda generasi itu segera berjalan menuju rumah Naufal setelah meminta salah satu santri untuk mengabarkan pada Abah Yai juga pada Sarif untuk menyiapkan mobil. Kebahagiaan yang diselimuti kekhawatiran rasanya sangat mendebarkan apalagi untuk seorang Ibu seperti Bu Nyai yang sudah merasakan bagaimana sakitnya melahirkan. "Assalamu'alaikum, Neng