Martin mengerucutkan bibirnya saat sang istri memotong pembicaraannya. Ada raut kekecewaan di wajah Martin, seolah tidak terima dengan pernyataan Lestari tentang ayahnya dan juga William.
“Sudahlah Ayah, tak usah berbicara hal yang tidak-tidak. Lebih baik Ayah pikirin jalan keluar untuk hutang piutang Ayah yang banyak itu,” jelas Lestari lagi tanpa sedikitpun terkecoh dengan raut wajah suaminya yang sudah berubah warna.
“Ayah tidak mengada-ngada kok Bu. Ini semua memang benar adanya. Ibu menuduh Ayah berbohong?”
Kini Martin beralih menatap kedua anaknya secara bergantian, berusaha meyakinkan Cla dan juga Caesar. “Dulu kakekmu adalah asisten pribadi dan juga sahabat dekat dari Ceo William Ains-Sofft Grup yang sebelumnya. Jadi bisa dikatakan jika kakek Buczer adalah salah satu orang penting di dalam perusahaan yang terkenal itu.”
“Tidak bisa dipercaya. Jika itu benar, kenapa kita masih miskin seperti ini,” Lestari mendonggakkan kepalanya melihat ke wajah suaminya. Lestari benar-benar kesal sekarang, pasalnya belum usai persoalan surat hutang piutang suaminya, kini lelaki itu malah membuat isu baru.
“Tidak pernah ada tuh teman ayah mertua dari William Ains-Soft Grup yang datang menemui Ayah. Setidaknya untuk memberi hadiah kecil untuk keluarga kita yang begitu melarat ini. Dan kalau ternyata Ayah mertua memang bagian dari perusahaan besar itu, kenapa Ayah tetap saja melakukan usaha pangkas rambut ini? kenapa tidak ke William Ains-Soft Grup saja,” ucap Lestari meledek Martin.
“Hei, aku ini tidak berbohong. Tapi tidak apa-apa kalau Ibu tidak percaya denganku. Aku akan menyiapkan resep minyak rambut baru sekarang. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus ku kerjakan dibanding harus berdebat dengan Ibu.”
“Emm tapi kenapa sih setiap kali kita cerita soal William Ains-Soft Grup, Ayah bawaannya selalu emosi begini ya. Apa memang ucapannya itu benar?” tanya Lestari kepada diri sendiri.
“Aku tidak cenderung emosi. Aku hanya berbicara yang sebenarnya.” Suara Lestari yang setengah berbisik ternyata mampu terdengar oleh Martin yang hanya berjarak sejengkal saja darinya. Dengan nada suara tinggi, Martin mengangkat perlengkapan ramuan minyak rambutnya lalu berdiri dan meninggalkan tempat itu.
“Benarkah?”
Tidak ada jawaban lagi, hanya ada punggung Martin yang semakin tidak terlihat saja.
***
Masih pagi-pagi sekali Bodi sudah duduk di ruang tamu kediaman Jason. Bodi sudah sejak tiga puluh menit yang lalu berada di tempat itu. Terkait tugas yang diberikan atasannya, kali ini Bodi sengaja menunggu Jason di sana.
Selang lima menit kemudian, Jason datang dengan wajah ceria.Melihat kehadiran Bodi di ruang tamu membuat Jason menerka-nerka tentang berita baik apa yang akan dikabarkan oleh asisten pribadinya itu. Jason ikut duduk di sofa, meneguk kopinya lebih dulu sebelum ia membuka suara.
“Bagaimana perkembangan tentang calon istri Al. Apakah sudah ada kemajuan?”
“Jadi begini Pak, soal teman lama Tuan William, ternyata memang betul dia memiliki seorang anak lelaki. Dia membuka usaha pangkas rambut rumahan di pinggir kota. Dan kabar baiknya adalah, kebetulan dia memiliki seorang putri yang seumuran dengan Tuan Muda Al. Ini fotonya, Tuan.” Martin mengambil foto yang terselip di buku catatan miliknya dan memberikannya kepada Jason.
“Jadi gadis kecil ini adalah calon istri Al.”
“Anda bisa menyangkalnya, Tuan. Karena sekali lagi putra dari teman lama Tuan William ini sudah lama sekali loss contact dengan Tuan William. Jika kita tidak berempati, aku rasa tidak akan ada yang tahu soal hal ini.”
“Jika itu kamu menurutmu bagaimana? Apa yang akan kamu lakukan?”
“Maaf tuan,” sambil membungkukkan badan ke arah Jason. “Jika itu saya, maka saya akan menepati janji.” Dengan lugas Bodi menjawab pertanyaannya.
Mendengar jawaban dari Bodi membuat Jason tersenyum ke arahnya. “Aku bersyukur telah bertemu orang sepertimu Bodi. Bekerja denganku dan mengurus banyak hal dengan sangat bijak dan juga adil.”
“Saya minta tolong kamu urus semua ini dengan tuntas dan segeralah untuk menghubungi keluarga ini secepatnya.”
“Baik Pak.”
***
Ruang keluarga nampak sepi dibandingkan hari kemarin. Tidak ada satu orang pun di sana. Mungkin saja mereka sudah berangkat ke kantor atau ke tempat lain untuk melakukan pekerjaan masing-masing. Al pun akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman yang ada di belakang rumahnya karena sudah terlalu bosan duduk sendirian di dalam kamarnya. Namun ketika ia baru saja hendak melangkahkan kakinya keluar rumah, tiba-tiba saja Tari memanggilnya. Suaranya terdengar dari arah ruang makan. Hal itulah yang membuat Al segera menuju ke sana. Ternyata Tari baru saja selesai makan.
Al berbalik haluan dan berjalan menuju Tari. Menghampirinya lalu mencium punggung tangan wanita itu dan juga pipinya. “Oma Tari kenapa?”
“Panggil omaku saja. Kamu kok banyak berubah sejak dari Paris.”
Al hanya tertawa mendengar omelan Tari barusan. Namun sebagai cucu yang baik, ia harus mengikuti perintah omanya.
“Iya omaku,” ucapnya sambil memeluk Tari.
Tari yang riang mendapatkan perlakuan manis dari cucunya itu segera menggiring Al menuju ruang keluarga dan duduk di sana dengannya.
“Sini duduklah. Oh iya Bi Dunda, tolong ambilkan manisan yang aku buat tadi di dapur.”
“Iya nyonya.”
“Al, kamu belum menjawab pertanyaan Oma kemarin. Bagaimana pendapatmu tentang rencana pernikahan ini?”
Dengan menelan air liur dan menarik napas beberapa kali Al mencoba menjawab pertanyaan omanya dengan sangat hati-hati. Ia takut jika jawabannya justru akan membuat omanya marah ataupun bersedih hati.
“Jika aku menjawabnya sebagai seorang Al, aku akan mengatakan bahwa aku tidak setuju dengan semua rencana Oma dan juga Ayah. Tapi jika aku menjawabnya sebagai putra satu-satunya Ayah, melangsungkan pernikahan atas dasar perjanjian. Maka aku tidak bisa menghindarinya, Oma. Bukankah sekali janji tetaplah janji. Harus ditepati bukan.”
“Jawaban yang sangat bagus.”
“Sedekat apa orang itu dengan kakek? sampai dia menjanjikan hal semacam itu padanya.”
“Dulu saat awal-awal perusahaan William Ains-Soft Grup ini di didirikan untuk pertama kalinya, dia adalah satu-satunya teman kakek yang sangat dekat dengannya. Dia banyak membantu kakek hingga perusahaan kita bisa sebesar sekarang. Dan yang harus kita lakukan sekarang adalah menemui keluarganya dan membawakan kembali janji yang telah dibuat oleh kakekmu di masa lalu sebelum akhirnya beliau meninggal. Anggap saja ini adalah pengorbanan yang kamu lakukan untuk kakekmu semasa hidupmu, Al. Dengan melihat yang kamu lakukan ini, hal itu akan membuatnya tersenyum bahagia di surga.”
Tari mengelus lembut tangan cucunya sambil membelai rambutnya dengan manja. Memandangi wajah cucunya yang sudah beranjak dewasa itu. Di balik bola mata sayu milik Al, ia menaruh banyak harapan kepadanya. Dan baginya sungguh tak ada yang lebih membahagiakan dan membuatnya tenang di dunia yang kejam dan keras ini selain berada di sisi orang-orang yang ia sayangi. Al salah satunya.
Dalam hal ini Tari berharap Al akan mendengarkannya dan menuruti semua keinginannya, termasuk menikah.
“Al, kamu mau menepati janji ataupun tidak itu semua terserah dan kembali lagi kepadamu. Oma tidak ingin membebanimu. Oma hanya menyampaikan permintaan terakhir dari kakekmu semasa beliau masih hidup. Meskipun ini semua adalah janji namun semuanya Oma kembalikan lagi kepadamu.”
Al menatap kedua bola mata omanya yang semakin berkerut karena keriput diwajahnya yang tidak muda lagi. Di sana terlihat jelas bahwa banyak harapan yang digantungkan kepadanya. Dengan hembusan napas lega, ia pun mendekap omanya dengan sepenuh hati. “Apapun yang akan membuat Oma bahagia, pasti akan Al usahakan.”
***
Seperti biasa, kampus selalu ribut dan ramai dengan mahasiswa maupun mahasiswi yang ada. Cla yang baru saja tiba, segera berjalan melewati koridor kampus sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya setiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri ketiga temannya yang tengah duduk di depan kelas. “Berita terbaru hari ini adalah Al telah resmi kembali setelah 10 tahun menetap di Paris,” ucap Jessi dengan antusias. “Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku selama ini,” Famita ikut menambahkan. Jessi melotot ke arah Famita dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Al. “Asal kamu tahu saja Jes, Al termasuk dalam 10 besar di trending
“Ehem, haus nih.” Jessi segera menyeruput air dingin miliknya setelah mendengar ocehan dari Cla perihal pangeran tak berwajah yang ia miliki. Bukan karena Jessi benar-benar haus. Ia hanya sedang muak saja mendengar kata-kata Cla barusan, terlebih saat Cla membandingkan Pangerannya dengan Tuan Muda Al. “Dan kalian tahu... Tuan Muda Al yang kalian puja-puji itu tidak ada apa-apanya jika disandingkan dengan pangeran tak berwajah milikku ini.” Cla berkata dengan senyum mengembang di wajahnya. Tangannya yang mungil kini meraih buku gambar miliknya lantas memeluk buku itu dengan erat seakan-akan sedang memeluk pangeran yang ia kagumi selama ini. Namun kesenangan itu hanya berlangsung sebentar saja, sebab kini wajahnya yang dihiasi senyum indah harus pudar berantakan setelah Jessi berhasil menyemburkan air yang sedang berada di dalam mulut ke wajah Cla hingga basah kuyup dengan sempurna. “Ow oh, Cla aku nggak se-“ “J
Wajah Al kini berubah menjadi merah padam. Rahangnya pun mengeras, mencoba menahan amarah yang sudah hendak keluar sepenuhnya. Dengan tangan yang sudah mengepal sempurna, ia menatap Cla dengan tatapan tajam yang mematikan. “Ada apa Al?” tanya Reymon yang baru saja datang menghampiri Al. Namun bukannya menjawab pertanyaan temannya, Al malah beranjak pergi, berjalan meninggalkan tempat itu. Reymon, Rouben dan Beni pun mengikuti dari belakang meski mereka bertiga masih penasaran dengan situasi tegang yang baru saja mereka lihat. “Apa katamu? menurutmu karena kau adalah Tuan Muda sang pewaris perusahaan William Ains-Soft Grup dan juga pemilik yayasan kampus ini lantas bisa membuatmu berlaku seenaknya,” teriak Cla sambil mencoba berdiri dari tempatnya sedang terjatuh tadi. “Di rumahku, ibuku juga memanggilku Tuan Putri. Jadi, jangan pernah menganggap remeh orang lain hanya karena kamu punya segalanya.” Langkah kaki yang sudah hendak bergerak pergi seketika
“Saya sudah menemukannya Tuan,” ucap Ben lewat panggilan suara yang kini menghubungkannya dengan Al. Ben masih berdiri di depan pagar rumah pangkas rambut martin. Sudah sejak sepuluh menit yang lalu ia berada di sana. Sebisa mungkin ia mengintip ke dalam rumah namun tempat itu nampak begitu sunyi, tak seperti pangkas rambut kebanyakan yang biasanya ramai dengan pengunjung. Ben pun tidak bisa bertemu dengan sang pemilik rumah terlebih dengan calon tunangan atasannya. Namun meskipun demikian, Ben tetap tidak berani untuk masuk apalagi untuk melangkah lebih jauh lagi. Tugasnya hanya untuk memastikan alamat calon tunangan Al saja. Dan kini tugasnya telah selesai ia kerjakan. “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon pun akhirnya telah terputus. Dengan sigap Al mengambil kunci mobilnya dan segera berangkat m
“Finish. Bagaimana Pak, apakah anda suka dengan gaya rambut anda saat ini. Ini adalah gaya rambut yang sedang trend di kalangan pesohor tanah air.” Bodi melihat dirinya di depan cermin, sembari melirik sekilas wajah Martin yang kini sedang berdiri di belakangangnya masih dengan gunting dan sisir yang ada di tangannya. Niatnya menemui Martin untuk urusan pernikahan harus kacau balau karena Martin justru mengira dirinya hendak memangkas rambut. Bodi yang sudah tak bisa menolak terpaksa mengikuti keinginan Martin untuk membuat rambutnya menjadi berbeda dari sebelumnya. Dan jika melihat dirinya di depan cermin saat ini, Bodi setidaknya ikut bersyukur juga. Karena hasil jerih payah lelaki itu ternyata tak sia-sia pada akhirnya. Wajahnya kembali terlihat jauh lebih fress dengan gaya rambut barunya kali ini. “Benarkah gaya rambut ini sedan
Martin dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya lalu menghampiri Bodi yang kini sudah menunggunya sedari tadi. Lestari pun mengikutinya dari belakang. Keduanya langsung bergegas setelah Cla menyampaikan pesan yang dititip Bodi kepada kedua orang tuanya. Dengan langkah penuh tanya, mereka berdua menemui Bodi di ruang pangkas rambut yang ada di rumahnya. Melihat Bodi sedang duduk santai sembari menikmati teh hijau buatan Cla, Martin kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Lestari, istrinya. Bodi mengawali pembicaraannya dengan seutas senyuman. Martin dan Lestari lantas membalas senyuman itu dan makin penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius. Dengan pelan Bodi mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat Mart
Tari dan Bella tengah duduk santai di ruang tengah rumahnya. Mereka berdua menantikan kehadiran Bodi yang sedang berkunjung ke rumah calon tunangan Al. Mereka ditemani dengan seduhan teh hijau kesukaan Tari. Sudah sejak tadi keduanya gelisah menanti kedatangan Bodi. Selang beberapa menit kemudian, orang yang sudah lama dinanti-nanti akhirnya datang juga. Bodi telah datang dengan tawa merekah di wajahnya. Terlihat jelas bahwa berita yang dibawanya kali ini pastilah berita yang menggembirakan. Dengan langkah yang sengaja dipercepat, Bodi langsung menghampiri Tari dan juga Bella yang sedang duduk santai di sofa. Baru saja ia hendak mengucapkan sepatah kata, Tari sudah mendahuluinya. “Bagaimana, kamu sudah menemuinya?” “Iya Nyonya,” jawab Bodi sambil lanjut menceritakan tentang Al yang juga datang menemui Cla di sana. Tari yang mendengar hal itu langsung tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh tak menyangka jika Al akan lebih dulu berada di sana.
“Ayah, Ibu!” teriak Cla marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda. Bagaimana bisa kalian membicarakan soal pernikahan,” lanjutnya lagi sambil berdiri dari duduknya. Saat ini Cla benar-benar kaget karena berita pernikahan yang disampaikan oleh Bodi. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu. Biar kamu dengar dulu penjelasan dari kami.” Lestari mencoba menenangkan Cla meskipun tetap saja tidak merubah apapun sebab Cla tetap saja risau dan gelisah pasca mengetahui berita tentang pernikahannya. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Al di masa lalu. Mereka berdua telah mengikat janji pada masa silam dulu. Jadi kau harus melakukannya Cla, kau harus melakukan pernikahan ini karena yang namanya janji tetaplah harus
“Takdir adalah sesuatu yang tidak dapat dipesan sambil menyaksikan senyumanmu di dalam kedamaian jiwaku. Apalah dayaku sebab ketadiksempurnaan ini selalu saja datang menemui dengan begitu angkuh di ujung lorong hidupku yang tak juga memiliki kuasa untuk segala hal yang hendak terjadi. Aku hanya sebatas insan, yang lemah di hadapan takdir.” Mentari benar-benar telah memancarkan sinarnya di balik cakrawala. Memecah kegelapan malam yang beranjak pergi tanpa sebuah kalimat selamat tinggal. Seperti sekumpulan mimpi-mimpi indah di malam hari. Bergerak pergi meski tanpa permisi dan hilang begitu saja seiring berjalannya waktu. Di kamar sempit berukuran 3x3 milik Cla, ia tengah dihinggapi rasa cemas tak berkesudahan. Tepat seminggu yang lalu sejak kedatangan keluarga Al ke rumahnya. Sehingga genap sudah waktu yang telah
Cla melangkah perlahan menuruni anak tangga satu demi satu, di ikuti dengan ibunya yang ada di belakangnya. Lestari membantu mengangkat gaun milik Cla yang lumayan panjang sehingga menjuntai di lantai. Dengan senyum kaku, Cla menuju ruang tamu untuk menemui tamu yang sudah sejak tadi menunggunya dengan sangat sabar. Al mendonggakkan kepalanya ketika Tari, omanya menyikut tangannya dengan kencang. Bola mata keduanya pun bertemu, saling tatap satu sama lain selama beberapa detik. Tanpa sengaja Al membalas senyum simpul dari Cla. Meskipun Cla cukup kaget juga dengan perubahan sikap lelaki yang ia tahu sangat menakutkan itu. Dengan sopan, Cla duduk di depan Al. Lalu bersalaman dengan kedua orang tua Al dan juga omanya. Senyum hangat pun terpancar di wajah keluarga Al. Nampak jelas bahwa mereka menerima Cla dengan begitu tulus. &nb
Malam kembali menghampiri kediaman William dengan gemerlap lampu-lampu taman yang berwarna-warni. Suara kodok yang ada di sekitaran kolam sesekali berbunyi memecah keheningan setiap sudut yang ada. Serta kunang-kunang yang beterbangan dengan indah hingga membentuk cahaya gemerlap. Lengkap sudah menghiasi malam di rumah dan di sekeliling taman kediaman milik William. Di ruang tengah rumah, sudah berkumpul Tari, Bella dan juga Jason. Tari sedang menyeruput teh hijaunya yang telah disediakan oleh Wijah. Sementara Bella, memulai pembicaraan yang semula hanya hening semata. “Aku mengerti bahwa dia memang masih sangat muda untuk urusan pernikahan, tetapi jika ku perhatikan sikapnya dengan sangat teliti sepertinya agak kurang cocok untuk tinggal di rumah ini dan juga tidak cocok untuk bersanding dengan Al. Aku jadi takut memikirkan apa yang akan terjadi
Suara riuh dari mahasiswa dan juga mahasiswi yang ada di dalam ruangan kini terdengar dengan kencang setelah dosen yang mengajar benar-benar meninggalkan ruang kelas. Mata kuliah hari ini telah usai sepenuhnya dan itu berarti usai sudah kegiatan Cla di kampus hari ini. Cla yang masih dicuekin oleh teman-temannya, langsung meraih tas dan keluar meninggalkan kelasnya. Dengan wajah yang sengaja ia tutupi oleh kain skrap, Cla berjalan keluar kampus. Sebisa mungkin ia menghindari setiap pandangan serta lirikan sinis teman-teman kampusnya setelah berita tentang pernikahannya dengan Tuan Muda Al berhasil menjadi trending topik diberbagai media yang ada. Setelah tiba di parkiran Cla mengambil sepedanya dan mendorongnya keluar. Pelan-pelan Cla berjalan menyusuri pinggiran jalan sambil menunduk melihat jalan raya. Cukup jauh ia berjalan hingga langkahnya tiba-tiba saja
Wangi masakan ayam tumis kecap milik Lestari mampu membuat Cla terbangun dari tidurnya. Dengan langkah tergopoh-gopoh Cla menuju dapur dengan mata yang masih setengah tertutup. Di meja makan kini sudah tertata rapi berbagai makanan. Namun rasa lesu Cla mengharuskan dia untuk meminum air putih terlebih dahulu. Setelahnya, ia meraih kripik potato yang tersimpan di lemari makanan yang ada di dapur, lalu memakannya. Sementara itu di depan rumah, Martin dan Lestari kini tengah berdesak-desakan dengan wartawan yang memaksa untuk menerobos masuk ke dalam rumahnya. Sebab kali ini para wartawan sungguh penasaran dengan calon tunangan Al. Entah dari mana berita menyebar dengan begitu cepatnya. Caesar yang baru saja pulang dari jogging pagi juga ikut kaget melihat rumahnya yang begitu ramai dengan wartawan. Dengan cepat ia berlari menuju Ayah dan Ibunya. Lalu segera bertanya perihal yang sedang terjadi saat ini. “Yah ada apa? kok ramai kayak gini?” “Aduh Ay
“Glen.” “Ya Ma, ada apa?” Perempuan itu menatap wajah anaknya yang kini duduk di sampingnya. “Sekarang adalah giliran kita sayang.” “Giliran kita?” “Al akan segera melangsungkan pernikahan.” “Oh soal pernikahan Al. Aku sempat melihat beritanya di media sosial. Tetapi kenapa sangat tiba-tiba seperti itu yah?” “Mereka tiba-tiba seperti itu tentu saja karena sedang ada masalah dalam perusahaan.” Ia tersenyum licik. “Kita harus mengambil kembali apa yang sudah seharusnya menjadi milik kita sayang. Dan sekaranglah waktunya,” ucapnya lagi. Mendengar permin
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Martin selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasannya akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Martin lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Martin dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Sebab tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Lestari
Sinar matahari sudah memasuki setiap sudut ruangan melalui ventilasi yang ada. Namun hal itu justru tak mampu menggerakkan Cla dari singgasananya. Cla yang sedang menikmati hari liburnya justru bermalas-malasan di dalam sana. Tepat di atas kasur, Cla sibuk bermain dengan ponsel miliknya. Sementara itu, di luar kamar Cla saat ini sudah ada Lestari yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawal datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Martin terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Lelaki itu memakai setelan baju yang berwarna hitam senada dengan celana kain yang ia kenakan. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Jika diamati dengan lebih teliti lagi, Bondan dan teman-teman sudah menyerupai malaikat pencabut nyaw
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan seluruh dunia. Yah, berita kali ini datang dari lelaki tampan Kyle Al Jerome William, putra dari pemilik perusahaan terbesar di tanah air. Beberapa pekan terahkir, nama Kyle memang cukup terkenal di sosial media. Pasca kembali dari Paris, dia mendapat banyak penggemar, baik dari kalangan muda, tua dan aku juga termasuk penggemar setianya. Tapi menurutku, kali ini akan menjadi berita paling menyedihkan untuk para penggemar Kyle. Karena sebentar lagi Kyle akan melangsungkan pernikahan dan untuk perempuan yang akan bersanding dengannya nanti kini masih menjadi rahasia. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba untuk memberi