Share

Bab 17

Penulis: Sils
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-22 22:48:09

Hari-hari Rania setelahnya terasa berubah. Segalanya mendadak terlihat lebih indah, penuh warna, seolah-olah dunia memutuskan untuk memberi bonus pemandangan yang lebih cerah hanya untuknya. Mood-nya terus saja baik setiap hari, bahkan hal-hal kecil yang biasanya bikin kesal sekarang terasa nggak seberapa. Di sudut hatinya, ia tahu apa yang menjadi alasan dari perasaan ini—Mas Arsen.

Sementara itu, di sisi lain, Arsen memandang Rania sebagai sosok yang unik. Gadis itu punya gaya khas yang sulit dijelaskan, ada sesuatu dalam cara dia berbicara, cara dia tertawa, atau bahkan saat dia sekadar berjalan santai. Semua itu membuatnya tertarik dengan cara yang ia sendiri belum sepenuhnya pahami. Ada rasa nyaman yang aneh tapi menyenangkan setiap kali ia berada di sekitar Rania, seakan-akan gadis itu punya kemampuan untuk menenangkannya tanpa perlu berkata apa-apa.

Tapi bagi Arsen, hari-harinya masih diisi dengan kesibukan yang penuh tekanan. Pekerjaannya ada di lingkup yang tidak biasa, di d
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 18

    Tugas di meja kerja Arsen sudah menggunung. Setumpuk dokumen menanti untuk dianalisis, ditambah laporan-laporan yang harus ia tinjau sebelum rapat pagi. Rutinitas yang sibuk ini sudah menjadi bagian dari hidupnya, tetapi bukan berarti ia terbiasa dengan tekanan yang terus-menerus."Pagi, Pak Arsen. Meeting jam setengah sembilan, ya," ujar asistennya dengan nada ramah, berjalan melewatinya sambil membawa tumpukan berkas di tangan. Arsen hanya mengangguk, melirik sekilas jam di pergelangan tangan. Waktu masih cukup untuk ritual kecilnya sebelum tenggelam dalam pekerjaan. Ia berjalan ke arah pantry kantor, berharap secangkir kopi hitam bisa membantunya bertahan sepanjang hari.Di pantry, aroma kopi hangat sudah lebih dulu menyapa. Di sudut ruangan, berdiri Jaka, salah satu teman sejawatnya, sedang mengaduk kopi dengan santai. "Pagi, bro. Lo keliatan cerah banget pagi ini. Ada apa?" tanya Jaka sambil menoleh ke arah Arsen yang baru saja masuk.Arsen tersenyum tipis sambil mengambil cang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 1 - Tetangga Baru

    Dengan malas, gue buka gorden kamar. Sinar matahari langsung nyorot, bikin mata gue yang masih berat tambah pedes. Gue melirik jam dinding—baru juga jam delapan pagi. "Ah elah, berisik banget Bunda pagi-pagi gini," gumam gue. Bunda emang lagi heboh banget sejak subuh tadi. Mentang-mentang mau pergi arisan ke Bandung, malah gue yang di rusuhin. Padahal, jam kuliah gue masih jam sebelasan. Kan mumpung senggang, bisa kali gue tidur lebih lama. Tapi ya namanya juga Bunda, nggak ada remnya kalau udah sibuk. Gue menggerutu sambil keluar ke balkon kamar. Rambut gue udah kayak singa ngamuk, tapi bodo amat, nggak ada yang liat juga. Sambil nguap tipis-tipis, gue lirik ke arah jalanan depan rumah. Mata gue yang masih setengah melek langsung nangkep pemandangan baru. "Eh, rumah depan ada yang mau ngisi ya?" gumam gue sambil nyender ke pagar balkon. Di depan rumah tetangga yang selama ini kosong, ada dua mobil boks besar lagi parkir. Beberapa abang-abang pindahan sibuk nurunin barang-baran

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 2 - Penasaran

    Mengingat perkataan barusan, Membuat gue ketawa sendiri sambil geleng-geleng kepala. "Ih, gue centil banget. Geli, asli." Gue bangun lagi, ngambil tas yang udah selesai gue packing, terus naruhnya di atas meja. Selesai beres-beres, gue liat treadmill yang ada di sudut kamar. Hmm, mumpung masih ada waktu, olahraga dulu kali ya. Setidaknya, biar badan gue nggak lemes-lemes amat kalau harus duduk lama di kampus nanti. Gue nyalain treadmill, atur kecepatan santai, terus mulai jalan cepat sambil nyalain musik dari speaker. Lagu upbeat ngiringin langkah gue, bikin semangat pagi ini lumayan kebangun. Dari bawah, samar-samar gue denger suara panci dan wajan di dapur. Bibik kayaknya lagi sibuk masak buat sarapan gue. "Mantep nih, pagi-pagi ada menu spesial lagi kayaknya," gumam gue sambil senyum kecil. Setelah beberapa menit treadmill, gue matiin mesinnya, terus ambil handuk kecil buat ngelap keringat. "Oke, sekarang mandi biar fresh." Gue jalan ke kamar mandi, sambil di kepala masih ad

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 3 - Kepikiran terus

    Kelas hari ini cukup padat, apalagi ada beberapa kuis yang bikin kepala gue nyut-nyutan. Gue nunduk sedikit sambil mencatat di buku, sesekali melirik arloji di tangan kiri. Jarum jam udah nunjukin pukul enam sore. "Waduh, satu mata kuliah lagi ini. Kuat gak, ya?" pikir gue sambil menghela napas. Mata kuliah terakhir akhirnya selesai juga. Gue keluar dari kelas bareng beberapa teman, tapi kayak biasa, gue lebih suka cari makan sendiri. Rasa lapar mulai merayap, perut gue udah minta diisi. Langkah gue menuju kantin yang nggak terlalu jauh dari gedung kelas. Kantin kampus ini lumayan nyaman, walau udah mulai sepi karena jam kuliah sore udah hampir selesai. Gue langsung nyamperin salah satu stand makanan langganan. “Buk, es jeruk satu, sama sotonya ya,” kata gue sambil mengacungkan jari buat pesanan. “Iya, Mbak. Tunggu sebentar ya, sotonya masih anget baru aja mateng,” jawab si Ibu kantin dengan senyum ramah. Gue milih duduk di pojokan, tempat favorit gue kalau lagi mau send

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 4 - Jadi rajin

    Tanpa sepengetahuan Rania, di balik jendela besar ruang depan rumah itu, sepasang mata tajam mengawasinya dengan tenang. Lelaki itu berdiri, menyandarkan bahu pada kusen, memperhatikan gerak-gerik Rania yang terlihat jelas dari balkon kamarnya. Senyum miring tersungging di bibirnya. "Lucu," gumamnya pelan, hampir seperti bisikan. Setelah itu, ia berbalik, langkahnya tenang menuju taman belakang, meninggalkan jendela dan gadis yang tampak terlalu penasaran tersebut. Hari pun bergulir. Tapi pagi ini berbeda untuk Rania. Jam masih menunjukkan pukul lima subuh, namun dia sudah terbangun, bahkan dengan semangat yang jarang sekali dia rasakan. Biasanya jam segini dia masih meringkuk di bawah selimut, tapi kali ini? Rania sudah berdiri di depan cermin, mengenakan pakaian olahraga. Legging hitam dan kaos olahraga yang pas di badan, rambut dikuncir sederhana. Dia menatap bayangannya di cermin sambil tersenyum tipis. "Eh, kenapa gue jadi semangat banget ya pagi ini? Aneh," gumamnya s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 5 - Bertabur Visual

    Dengan langkah pelan, gue jalan balik ke rumah setelah lari pagi yang lumayan bikin ngos-ngosan. Keringet udah bercucuran, rambut lengket ke leher, tapi yaudahlah, olahraga gitu lho. Cuman sialnya, target utama gue—si Om misterius nan hot itu—gak nongol sama sekali. “Ah, jangkriklah!” gue menggerutu pelan sambil ngelap peluh di dahi pake punggung tangan. Tapi terus gue ngedumel lagi, kali ini buat nenangin diri sendiri. "Gak apa-apa, ini kan baru percobaan pertama. Lagian, mungkin dia masih capek, abis pindahan pasti jetlag tuh, masih istirahat kali di dalam rumah." Begitu nyampe di depan cluster rumah, gue nyapa satpam kayak biasa. “Pagi, Pak!” “Pagi, Mbak Rania. Tumben lari pagi?” jawab Pak Satpam sambil senyum. “Iya, Pak. Lagi semangat aja!” gue nimpalin sambil nyengir. Tapi langkah gue tiba-tiba berhenti pas ngelirik ke arah mobil yang baru parkir di depan rumah tetangga baru. Itu mobil Civic. Gue liat pintu mobil kebuka, terus muncul sosok cowok. Wah, ini beda lagi dari O

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 6 - Misi mencari tahu

    Gue itu tipikal manusia mager abis. Setelah lulus SMA, hidup gue tuh datar banget. Kuliah sih kuliah, tapi ya nggak ngoyo. Sesekali keluar rumah, paling cuma buat ngemall atau nongkrong bentar, abis itu pulang lagi. Mayoritas waktu gue habis di rumah, mager level dewa. Siang-siang jadi momen paling gue tunggu-tunggu. Apa lagi kalau bukan tidur siang? Rasanya surga banget, serius deh. Gue rebahan di kasur, narik selimut, dan langsung merem. Nggak peduli ada suara ribut dari kamar Mas Abi di sebelah—entah dia lagi main PS atau ngapain, gue tetep tidur nyenyak. Nggak ada yang bisa ganggu gue kalau udah masuk zona rebahan. Tapi dalam hati, gue tahu. Ini semua bukan cuma soal mager. Gue lagi ngumpulin tenaga, seriusan. Soalnya, gue punya misi mulia, kepoin tetangga baru yang sexy itu. Kalau dipikir-pikir, niat banget nggak sih gue? Tapi ya gimana dong, rasa penasaran ini nggak bisa diabaikan begitu aja. "Gue harus tau," gumam gue setengah ngelindur, sambil meluk bantal. Mata gue masih

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Om, Nikah Yuk!   Bab 7 - Misi dimulai

    Hari-hari berlalu, tapi gue tetep aja stuck mikirin cara buat deketin tetangga baru yang sexy itu. Rasanya tiap malem gue kepikiran, tiap pagi juga. Ya Allah, ini kenapa gue jadi kayak bucin begini sih?Siang itu gue lagi di kantin kampus, duduk sendirian sambil ngulet. Pikiran gue penuh sama bayangan si Om. Gimana ya caranya? Kenalan kek, nyapa kek, apalah yang nggak bikin gue keliatan kayak stalker akut. Tapi, otak gue yang mungil ini malah buntu.Udah seminggu sejak dia pindahan, dan gue selama itu cuma bisa liatin dia dari jauh. Kan tolol banget nggak sih? Gue perlu solusi. Cepet. Pas gue lagi ngelamun sambil mainin sedotan es teh, tiba-tiba meja di depan gue digebrak keras. BUK!"Gila lo, Ran! Ngelamun aja, kesurupan apa lo!" Meta, sahabat gue yang mulutnya lebih tajam dari pisau dapur, muncul entah dari mana. Dia duduk santai di depan gue, nyengir kayak nggak ada dosa."Gila, kaget gue!" gue refleks mau jambak rambutnya, tapi inget kalo dia sahabat gue. Gue tahan diri, demi pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 18

    Tugas di meja kerja Arsen sudah menggunung. Setumpuk dokumen menanti untuk dianalisis, ditambah laporan-laporan yang harus ia tinjau sebelum rapat pagi. Rutinitas yang sibuk ini sudah menjadi bagian dari hidupnya, tetapi bukan berarti ia terbiasa dengan tekanan yang terus-menerus."Pagi, Pak Arsen. Meeting jam setengah sembilan, ya," ujar asistennya dengan nada ramah, berjalan melewatinya sambil membawa tumpukan berkas di tangan. Arsen hanya mengangguk, melirik sekilas jam di pergelangan tangan. Waktu masih cukup untuk ritual kecilnya sebelum tenggelam dalam pekerjaan. Ia berjalan ke arah pantry kantor, berharap secangkir kopi hitam bisa membantunya bertahan sepanjang hari.Di pantry, aroma kopi hangat sudah lebih dulu menyapa. Di sudut ruangan, berdiri Jaka, salah satu teman sejawatnya, sedang mengaduk kopi dengan santai. "Pagi, bro. Lo keliatan cerah banget pagi ini. Ada apa?" tanya Jaka sambil menoleh ke arah Arsen yang baru saja masuk.Arsen tersenyum tipis sambil mengambil cang

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 17

    Hari-hari Rania setelahnya terasa berubah. Segalanya mendadak terlihat lebih indah, penuh warna, seolah-olah dunia memutuskan untuk memberi bonus pemandangan yang lebih cerah hanya untuknya. Mood-nya terus saja baik setiap hari, bahkan hal-hal kecil yang biasanya bikin kesal sekarang terasa nggak seberapa. Di sudut hatinya, ia tahu apa yang menjadi alasan dari perasaan ini—Mas Arsen. Sementara itu, di sisi lain, Arsen memandang Rania sebagai sosok yang unik. Gadis itu punya gaya khas yang sulit dijelaskan, ada sesuatu dalam cara dia berbicara, cara dia tertawa, atau bahkan saat dia sekadar berjalan santai. Semua itu membuatnya tertarik dengan cara yang ia sendiri belum sepenuhnya pahami. Ada rasa nyaman yang aneh tapi menyenangkan setiap kali ia berada di sekitar Rania, seakan-akan gadis itu punya kemampuan untuk menenangkannya tanpa perlu berkata apa-apa.Tapi bagi Arsen, hari-harinya masih diisi dengan kesibukan yang penuh tekanan. Pekerjaannya ada di lingkup yang tidak biasa, di d

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 15

    Gak lama kemudian, Mas Arsen balik sambil bawa dua gelas minuman. Dia nyodorin satu ke gue, jus mangga yang gue minta tadi. "Ini jus mangganya, Ran. Kamu makan aja dulu makanannya, jangan nungguin saya," katanya, duduk di seberang gue. "Oh iya, makasih, Mas," jawab gue sambil ngebuka bungkus makanan yang ada di depan. Akhirnya gue mulai makan, dan Mas Arsen juga nyusul. Dia makan sambil sesekali ngeliatin gue, dan gue yang ngerasa diliatin langsung canggung. "Kenapa, Mas? Ada yang aneh ya?" tanya gue sambil nyengir. Dia ketawa kecil sambil ngelap tangannya pake tisu. "Enggak kok. Cuma lucu aja, tadi di rumah kelihatan malu-malu banget, sekarang malah ceria gini." Gue langsung nyengir lebih lebar. "Ya iyalah, Mas. Kalau di rumah kan suasananya beda, suka awkward aja." "Awkward? Sama saya?" Dia angkat alis, kayak gak percaya. "Iya, lah! Tetangga baru, Mas. Gimana gak awkward?" Gue mencoba nyari alasan, walaupun dalam hati gue tahu banget alesannya bukan cuma itu. Dia cuma ke

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 14

    "Memangnya, dia suka apa, Mas? Hobi mungkin?" Gue mencoba gali informasi lebih jauh. Siapa tahu ada ide yang bisa gue bantu. Mas Arsen tetap fokus nyetir, tapi jawabannya keluar dengan nada santai. "Basket. Tapi sepatunya udah numpuk banyak, bola basket juga. Pokoknya, yang berbau basket sudah terlalu sering saya belikan, Ran." Gue manggut-manggut, pura-pura ngerti, padahal otak gue lagi kerja keras. Aduh, pusing juga, terus gue kasih saran apa dong ya? Masa gue bilang beliin jersey, padahal pasti dia juga udah punya. "Terus Mas, dia pernah bilang pengen apa gitu? Kayak benda tertentu, atau mungkin... sesuatu yang lagi dia suka banget akhir-akhir ini?" Gue nebak-nebak, berharap pertanyaan gue nggak terkesan bodoh. Mas Arsen berpikir sejenak, alisnya sedikit terangkat. "Dia pernah bilang suka sama kamera, sih. Tapi saya belum tahu dia serius atau cuma iseng ngomong aja." "Kamera? Wah, itu ide bagus, Mas! Kan bisa dipakai untuk banyak hal, nggak cuma foto-foto biasa." Gue lang

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 13

    Sejujurnya, gue masih bingung setengah mati gimana caranya bisa lebih deket lagi sama Mas Arsen, si tetangga sexy itu. Basa-basi model apalagi yang harus gue katakan? Otak gue kayak kehabisan bahan. Semua ide yang tadinya terdengar brilian di kepala, sekarang cuma berakhir jadi wacana.Hari-hari gue jalanin sambil mikir, tapi kayaknya gak ada progres. Malah, udah sehari belakangan ini, sosok Mas Arsen kayak lenyap ditelan bumi. Gak keliatan sama sekali di sekitar rumah. Yang ada cuma anak SMA yang pertama kali gue liat waktu mereka pindahan. Beberapa kali dia keluar masuk rumah itu, tapi gue juga gak basa-basi sama dia. Mau bilang apa juga? "Halo, adek tetangga sexy?" Kan aneh banget.Di rumah, suasananya sepi. Ayah sibuk banget sama pasien-pasien di rumah sakit. Bunda? Jangan ditanya. Restoran selalu penuh, apalagi jam makan siang. Mas Abi? Dia bahkan jarang kelihatan karena sibuk sama kasus di firma hukumnya. Kakak perempuan gue? Ya, dia udah punya kehidupan sendiri, sibuk kerja dan

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 12

    Gue lagi selonjoran di kamar, nonton TV sambil ngemil keripik. Berita di layar menampilkan penggerebekan besar-besaran polisi, gembong narkoba yang katanya udah buron berbulan-bulan akhirnya ketangkep juga. Gambar di layar penuh dengan polisi berseragam, ada juga yang penampilannya beda. Pakaian mereka kasual, gak kayak polisi biasanya. "Intel nih pasti," gumam gue sok tahu, tangan gak berhenti nyomot keripik dari bungkusnya. Di layar, polisi-polisi itu lagi ngangkutin dus-dus besar, mungkin isinya barang bukti. Gue ketawa kecil, bikin komentar yang gak ada gunanya, "Biasanya yang begini-begini tuh suka ada abang tukang dagang yang jual dagangan murah terus porsinya banyak, tapi langsung ketangkep. Udah, mampus kan lo semua." Gue ngomong sendiri sambil tetep mantengin TV, ngerasa kayak pengamat kriminal profesional, padahal mah ya cuma nyari hiburan. Sebenernya gue lagi ngerjain tugas kuliah. Laptop kebuka di meja belajar, dokumen Word masih nongkrong di halaman pertama. Tapi

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 11

    Selesai dari gym, gue langsung menuju locker room buat ngambil tas. Langkah gue santai, tapi dalam hati masih terbayang-bayang obrolan sama Mas Arsen tadi. Rasanya hari ini salah satu momen terbaik sepanjang bulan. Pas gue keluar dari pintu gym, tiba-tiba mata gue menangkap sosoknya lagi di parkiran. Dia lagi jalan ke arah mobilnya, tapi sempat nengok ke gue. "Ran, saya duluan ya," katanya sambil melambai santai, senyumnya—ya ampun—itu senyuman paling manis yang pernah gue lihat. Asli, gak bohong. Gue buru-buru balas lambaian tangannya sambil senyum juga. "Hati-hati di jalan, Mas Arsen," jawab gue, suaranya setenang mungkin, walau hati udah kayak kembang api di malam tahun baru. Dia cuma angguk, terus masuk ke mobilnya, sebuah Mercedes hitam yang sleek banget, pas banget sama auranya yang elegan. Gue diem sejenak, ngeliatin mobil itu meluncur pergi dari parkiran. Rasanya campur aduk, seneng, gugup, tapi juga sedikit gak sabar buat ketemu dia lagi. Sambil jalan ke mobil, gue

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 10

    Hari ini kebetulan gue libur kuliah. Berhubung gak ada kerjaan, gue putusin buat pergi ke gym. Sebenernya udah lama banget gak ke sana, membership setahun gue kayak mubazir aja gak kepake. Gym-nya juga gak jauh, cuma sekitar satu kilometer dari rumah. Jadi, yaudah lah, sekalian olahraga biar gak males-malesan terus. Begitu sampai di sana, gue masuk seperti biasa. Staf resepsionis nyapa gue dengan ramah, kayak udah hafal muka. "Eh, tumben banget, Kak Rania. Lama nggak keliatan. Apa kabar?" tanyanya sambil senyum. Gue cuma bisa nyengir. "Hehe, iya nih, mager banget belakangan ini." Dia ketawa kecil. "Kalau gitu sekarang harus semangat ya, Kak. Selamat olahraga!" Gue angguk sambil ngerasa agak malu juga, abis jarang banget nongol. Gue langsung jalan ke locker room, naruh tas dan nyiapin barang-barang. Rencana awal gue sih, treadmill dulu buat pemanasan. Di area treadmill, gue pilih salah satu yang posisinya agak di tengah. Gue nyalain alatnya, set kecepatan yang sesuai, terus

  • Om, Nikah Yuk!   Bab 9

    Kejadian kemarin sukses bikin gue senyum-senyum sendiri sampai sekarang. Rasanya kayak ada bunga-bunga mekar di kepala gue tiap kali keinget si Om tetangga baru itu. Walaupun sempet bikin malu, tapi ya udahlah, masih ada progres, kan? Minimal dia tahu gue ada.Pagi ini, gue berangkat kuliah dengan hati riang. Matahari aja kayak lebih terang dari biasanya. Gue parkir mobil sambil senyum tipis, ngelewatin beberapa mahasiswa yang lagi nongkrong di kantin. Salah satu dari mereka, cowok dari kelas sebelah, sempet nyapa gue. Biasanya gue cuekin, tapi kali ini gue balas dengan anggukan kecil dan senyum. Nggak tau kenapa, rasanya semua orang hari ini jadi lebih ramah.Pas sampai kelas, gue langsung duduk di bangku tengah, buka buku catatan Statistika yang biasanya bikin gue pengen nangis tiap belajar. Tapi hari ini? Gue buka halaman demi halaman dengan santai, senyum-senyum aja sendiri. Ah, ini efek si Om kemarin, nih. Kelas paling horor sekalipun jadi terasa indah.“Ran, lo kenapa sih senyum

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status