Lelaki itu terkejut mendengar suara jeritan sang istri yang nyaring. Raffa tadinya terlelap dengan tenang, kini langsung duduk tegak. Dia menoleh memandang sang istri."Ini semua gara-gara kamu, Mas!" omel Amel. Istri Raffa itu menatap mata sang suami dengan tatapan penuh kemarahan. Saat mengingat mereka akan telat, ia langsung turun dari ranjang. "Kamu mau ke mana?" tanya sang suami. Amel yang mendengar itu menjawab seraya memanyunkan bibir."Mau mandi, lah! Masa mau nari," sinis Amel. Raffa bergegas mengikuti sang istri, ia meraih boxer yang tergeletak di lantai. "Tunggu, Mel! Kita mandi bersama biar gak telat," seru Raffa. Amel yang tengah mengunci kamar mandi, ia langsung membukanya lagi. Kepalanya menyembul di pintu yang dia buka sedikit. "Kalau gitu, cepet! Lelet banget sih," cecar Amel. Setelah masuk ke bilik mandi, mereka bergegas membersihkan diri. Raffa terlebih dahulu selesai, lelaki itu lekas keluar untuk memakai pakaian dan melakukan sesuatu. "Cepat mandinya! Jan
Raffa yang mendengar itu hanya memutarkan bola matanya dengan perasaan jengkel. "Terserah, kamu mau bilang apa juga. Lagian kenapa pipimu jadi memerah gitu, perasaan tadi enggak deh," goda Raffa. Amel yang mendengar itu matanya melebar. Ia langsung menggigit roti dan tangan memegang pipi. Raffa melihat tingkah sang istri hanya tersenyum. "Gak usah dipegangin gitu, kalau kamu gak percaya ngaca aja. Atau kamu mau berkaca di mata aku," seru lelaki itu. Amel mendengar itu mencebik kesal, ia memalingkan wajah memilih menatap keluar. Raffa terkekeh mendapatkan respon begitu, setelah memarkirkan kendaraan roda empat tersebut, sang istri langsung keluar tanpa pamit. Membuat Raffa menggelengkan kepala lalu ikut keluar dari mobil. "Semoga nanti kamu gak marah lagi setelah aku jemput, semangat belajarnya!" teriak Raffa. Sudut bibir itu tertarik membentuk senyuman kala melihat Amel semakin mempercepat jalannya. Raffa mengembuskan napas lalu memilih masuk lagi dan mulai melajukan kendaraan r
Diana terus ditarik sampai kelas, tatapan semua orang langsung berpusat pada kedua manusia itu. "Siapa yang bolos dari pelajaran saya!" teriak Dosen tersebut. Semua langsung terdiam mendengar suara menggelegar lelaki itu. Kini Diana berdiri disampinganya. "Ada tiga tas dan tidak ada pemiliknya, siapa yang belum masuk," seru lelaki itu. Ia menjelajahi setiap sudut, semua langsung menunduk mendengar itu. "Jawab! Saya itu bertanya lho," omel lelaki itu. Diana langsung melirik kakaknya dengan tatapan jengkel. Lalu ia menatap sang teman agar bersuara. "Eum ... anu, Pak," ucapan perempuan itu terhenti. Tatapan lelaki itu yang beralih ke sahabat adiknya lalu ia tatapan dia. Teman Diana langsung terdiam mendapatkan pandangan sang Dosen. "Kenapa malah diem aja, apa yang mau kamu katakan," seru lelaki itu. Perempuan itu merapatkan bibirnya, lalu menjawab sang Dosen. "Yang belum ada di kelas itu, Panji, Kevin dan ... Gala," ujarnya. Diana melotot menatap temannya itu. Dan terlihat pe
Amel terus mengumbar senyuman, ia terlihat begitu bergembira. Kadang berhenti untuk membeli jajanan di pinggir jalan. Dia sama sekali tidak menyadari jika diikuti oleh seseorang, mungkin karena terlalu bungah. "Ah, sial! Segala kebelet lagi," gerundel Gala dalam hati. Lelaki itu memang sedari tadi mengikuti Amel, karena ia yakin jika orang yang diperintahkan Diana akan beraksi. Gala bergegas ke toilet, bahkan dia sampai meninggalkan motornya karena melihat wanita tersebut jalan kaki. Menaruh motor di parkiran kamu dan meminta seseorang untuk mengambil kendaraan roda duanya. Saat melihat Gala sudah pergi, seseorang mendekati Amel. Ia mendekat dengan langkah berlari dan menepuk bahu wanita itu. "Amel, bukan?" tanyanya. Perempuan tersebut berkata dengan santai, Amel langsung menoleh saat merasakan tepukkan tersebur. Ia mengeryitkan alis kala tidak mengenal orang itu. "Kita memang belum saling kenal, tapi gue disuruh Shilla. Buat nemenin lo, gue juga tau di mana tempat lo tinggal. A
Wanita itu mendekat, menyuruh seseorang untuk memilih melakukan video call pada Diana. Ia langsung melayangkan tamparan pada pipi Amel. Membuat istri Raffa meringis, dan bibirnya sobek. "Lo nantangin kami, memangnya lo siapa bisa begitu! Dasar goblok, tadinya kami hanya akan mempermalukan lo, tapi kayanya lo mau dikasarin ya," hardik wanita itu. Setelah menenangkan hatinya, Amel mendongak dan menyeringai menatap sinis wanita tersebut. Tingkah Amel membuat semua geram, mereka langsung mendekat dan hendak melakukan aksi membikin istri Raffa waspada. "Mas, tolong ... aku takut!" Batin Amel menjerit, seseorang hendak melepaskan pakaian Amel. Membuat wanita itu memberontakan sedangkan mereka tertawa. "Kenapa kalian nelepon sih, untung gue ada di toilet!" hardik Diana. Orang yang melakukan itu hanya memamerkan senyuman dengan gigi terlihat, dia langsung mengarahkan video call itu ke kamera belakang. Seringai terukir melihat hal tersebut, Diana langsung memakai handset. "Kenapa, dima
Setelah kejadian itu, Raffa memilih mengantarkan sang kekasih pulang. Ia pun meminta sekertaris agar mengurus perusahaan dan dia akan mengurus kantor lewat aplikasi zoom. "Mendingan kamu tidur aja, nanti setelah makanan mateng aku bangunin," seru Raffa. Raffa mengusap kening Amel, wanita itu berbaring dikasur. Ia melangkah pergi tetapi tangannya dicekal sang istri. "Temani aku sampai terlelap, setelah itu baru masak," pinta sang istri lemah. Lelaki itu menghela napas pelan, ia mengulas senyum lalu duduk di kursi. Tetapi Amel menggeleng sebagai larangan. "Terus aku harus gimana, Sayang?" tanya Raffa. Amel menepuk kasur, ia memandang dengan wajah sendu. Raffa langsung mengangguk sebagai jawaban, lelaki itu akhirnya berbaring di samping sang istri. "Maafin aku, gara-gara aku kamu ninggalin kantor," kata Amel. Wanita itu mendekap pinggang sang suami, sedangkan Raffa membalas pelukan tersebut. "Gak papa, yang paling penting itu sekarang kamu. Karna kamu istri aku, calon ibu anak-a
Mata Amel melebar mendengar itu, ia bergegas mendekati lelaki itu dan mendaratkan cubitan di pinggang sang suami. "Mas tuh, rese banget sih! Udah tua juga," omel Amel. Raffa mengeryitkan alis mendengar itu, ia meringis kala masih merasakan bekas cubitan sang istri. Tatapan kesal masih terus di layangkan wanita tersebut. "Apa hubungannya aku rese sama umur, Sayang." "Kayanya cubitan kamu tuh, makin tambah lumayan aja, harusnya tenaga kamu tuh bukan buat nyiksa aku tapi layani aku dong," kelakar Raffa. Tangan Raffa akhirnya melayang keduanya mencubit pipi sang istri. Lalu tatapan mata lelaki itu jatuh pada bibir wanita tersebut. Ia terdiam memandang benda kenyal itu, tanpa sadar jemarinya beralih menyentuh pada "Jangan pake lipstik merah kalau di depan orang lain, ingat itu! Kamu cukup pake ini kalau kita berduaan aja," seru Raffa. Amel memiringkan kepala saat mendengar sang suami mengatakan demikian. Dahinya mengeryit tanda bingung bahkan bibirnya manyun sebentar. "Maksud kamu
"Aduh, cubitan istriku mantap banget," keluh Raffa. Lelaki itu mengeluh dalam hati, ia menoleh memandang wanita yang kini menjadi istrinya tengah mengerjakan tugas. Senyuman terukir, ia perlahan bangkit dan mendekati Amel perlahan. Pelukan dari belakang dia layangkan tak lupa kecupan di pipi. "Lain kali, kalau mau minta bantuan yang manisan dikit dong, masa minta tolong malah dicubit," ujar Raffa. Raffa mengambil kursi dan duduk di dekat sang istri. Amel hanya memamerkan gigi menanggapi ucapan Raffa. Keduanya kini berperan sebagai dosen dan siswi. Waktu tak terasa sudah terlalu beberapa jam. "Udah, ayo kita tidur," ajak Raffa. Amel mengangguk lemah, bahkan mata terlihat sangat berat dan dia menguap berkali-kali membuat Raffa tertular. "Ngeliat kamu nguap gitu, kenapa aku jadi ikut ngantuk. Padahal aku selalu bergadang." Amel hanya melirik sinis Raffa sebentar, ia sangat lelah sampai malas meladeni sang suami. Dia memutarkan bola mata membut lelaki itu terkekeh kala melihat hal
Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san
Wulan dan Sekar dijemput Shilla, perempuan itu sangat senang saat ngetahui ia akan mempunyai keponakan. Kini hanya tinggal mereka, keduanya berbaring di kasur. Raffa mengusap lembut rambut Amel. "Sayang ... maaf ya, acaranya jadi berantakan gara-gara aku pingsan," tutur perempuan itu. Lelaki itu menggeleng lalu membenarkan posisi tiduran sang istri. Ia kini mendekap wanita tersebut, lalu mendaratkan kecupan di pipi Amel. "Gak papa, mereka nanti pasti paham kok. Udah gak usah pikirin apapun yang buat kamu stress, hayu ... mendingan sekarang tidur," ujar lelaki itu. Dia menuruti ucapan suaminya, ia membenarkan posisi tidur agar berhadapan lelaki itu. Lalu menyusupkan wajah ke dada bidang Raffa. Tak lama suara dengkuran terdengar, membuat Raffa mengulas senyum."Kayanya kamu capek banget ya, Sayang," bisik lelaki itu. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku, aku sayang banget sama kamu."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu ikut terlelap. Waktu pagi tiba, Amel dengan semangat memba
"Kenapa sekarang gak nyoba di cek, kali aja sesuatu harapan. Yang penting kalian sudah berusaha kan, kalau belum waktunya gak papa, kalian bisa terus berdua dan meminta pada sang maha kuasa," lontar dokter tersebut."Aku bawa nih, aku juga lagi mau nyecek, tapi di telepon Nyonya Wulan jadi ke sini dibawa-bawa deh," lanjutnya. Semua langsung memandang Amel, mereka mengangguk menyakinkan wanita itu. "Ya udah," kata Amel pelan. Mereka langsung tersenyum, dokter itu segera merogoh tespack dan memberikan pada Amel. "Ayo bantu Amel, ke kamar mandi, Raf. Kenapa malah diem aja," cecar Wulan. Mendengar perintah Mamanya, lelaki itu langsung mengangguk. Lalu membantu memapah sang istri menuju bilik mandi. Kala sampai dia disuruh keluar oleh Amel. Dia mengangguk paham dan memegang bahu wanita tersebut terlebih dulu. "Kalau hasilnya negatif gak papa, kok. Jangan sedih, kalau udah waktunya di kasih kok," tutur sang suami. Amel mengangguk kepala, Raffa langsung mengelus sayang puncuk kepala s
"Yang!" Raffa memekik, ia menepuk pipi sang istri. Semua orang sangat terkejut, mereka langsung mengerumi Amel. Wulan melihat menantu seperti ini, ia segera menyuruh Raffa membawa ke kamar dan dia menelepon dokter pribadi. "Makasih, Mah. Raffa bawa Amel ke kamar dulu," ucap lelaki itu gemetar.Lelaki itu sangat ketakutan, dia tergesa-gesa membawa istrinya. Sedangkan Sekar segera menyusul menantu dan anaknya. Kala sampai di pintu kamar, ibu mertua pria tersebut membantu untuk membuka benda tersebut. "Ayo cepat letakan hati-hati di kasur, Raf," perintah Sekar. Raffa mengangguk, ia dengan perlahan membaringkan sang istri ke kasur. Lalu Sekar segera menyelimuti perempuan itu, ia ikut naik ke ranjang dan membelai sayang kening anaknya. "Raf, ada minyak kayu putih gak?" tanya Sekar. Lelaki itu terdiam, lalu mengangguk dan segera mencari benda tersebut. Setelah ketemu, dia memberikan pada Sekar. "Ayo Nak, bangun! Jangan buat kami cemas," ujar wanita itu. Aroma minyak kayu putih, memb