Erika menghentakan kaki lalu pergi begitu saja. Amel hanya mengerutkan kening melihat kelakuan perempuan tersebut."Udah yuk! Kita langsung ke ruangan aja agar kalian bisa istirahat," ajak Raffa.Raffa langsung menarik lengan dua perempuan itu. Setelah kepergian mereka, Erika malah mendekati karyawati lain dan mulai bergosip. Dimas yang lewat ruangan terdebut mendengar semua tengah bergosip langsung merekam."Lihat deh, dia beli rujak tuh. Padahal pernikahan mereka belum lama, pasti bawaan hamil deh," celoteh Erika.Beberapa karyawati mengangguk membenarkan, sedangkan separuh fokus bekerja. Karena waktu istirahat telah usai."Keliatannya sih polos, tapi ternyata suhu ya. Atau jangan-jangan dia pake pelet lagi," tutur Erika.Semua orang yang menoleh mendengar itu. Dan ada sebagian juga berpikir sama. "Sepemikiran, Mbak. Masa Bos kita demen sama yang bocil gitu," celetuk salah satu."Nah, betul, kan. Ka Raffa harusnya nikah sama sepupu gue, Mbak Kayla. Serasi mereka, gak ada tandingan
Amel mengeryitkan alis mendengar itu, ia bingung dengan perkatan perempuan tersebut."Kalian ini bicarain apaan sih, pelet apaan lagi. Emang jaman sekarang masih ada begituan." Istri Raffa itu berkata dengan tatapan aneh, membuat karyawati itu kesal lalu mencubit tangan Amel."Akhhh ... sakit gila!" pekik Amel. Kala Amel hendak melawan, ia langsung ditahan karyawati lain. Senyuman puas terukir di bibir mereka."Gue jijik harus bersikap baik sama lo, gemes banget liat muka lo yang sok polos itu," hardiknya. Amel berusaha melepaskan dirinya, air mata mulai berjatuhkan karena ia mendapatkan cubitan terus menerus membuat kulitnya berwarna merah. "Lo gila ya," omel istri Raffa. Sedangkan ditempat lain, Shilla keluar dari ruangan bertepatan dengan Raffa yang hendak masuk. Terlihat riak gelisah dari wajah Shilla, membuat sang kakak menatapnya. "Jangan tanya, mendingan kita cari Amel. Dia ke toilet lama banget sih," seru Shilla. Raffa yang mendengar itu langsung berlari mencari menuju
Raffa membuang napas dengan kasar, ia memandang istrinya. Lalu duduk di sofa, mulai membantu mengobati Amel lagi."Gak perlu balas mereka dengan kekeras ya," nasehat Amel. Shilla yang mendengar itu menatap kesal sang Kakak ipar. "Kalau gak balas, ya udah pecat aja mereka. Terus coret mereka supaya gak ada yang nerima mereka diperusahaan," ujar Shilla menggemu.Amel menggeleng mendengar perkataan Shilla. "Jangan gitu juga, Shilla. Mereka bekerja buat bantu ekonomi keluarga atau lain-lainnya. Jangan memutuskan jalan rezeki orang," tegur Amel.Shilla memanyunkan bibir, ia mengangguk paham. Amel yang melihat itu tersenyum, tangan perempuan tersebut menarik dagu adik iparnya."Jika mereka sudah membuat gue bener-bener marah baru deh, lo tau kan kalau gue lagi marah gimana," seloroh Amel.Raffa yang mendengar itu langsung memandang wajah istrinya. Ia mengerutkan kening mendengar ucapan Amel. "Emang kalau kamu bener-bener marah gimana?" tanya Raffa.Amel langsung membalas tatapan lelaki
Amel menaiki punggung Raffa, lalu lelaki itu bangkit dan mulai melangkah. Siska berada di depan mereka untuk menunjuk dimana semua orang berada. Terdengar suara Shilla, membuat Raffa dan Siska mempercepat langkah. "Masih belum ada yang mengaku!" geram Shilla. Tatapan marah dilayangkan Amel, wajahnya memerah karena murka. "Emangnya kenapa sih, kakak iparmu itu. Baru aja ke sini, udah buat rusuh," cibir Erika. Shilla yang memang sudah murka, menatap kesal Erika. Ia menunjuk wanita itu. "Apa jangan-jangan lo yang nyakitin Amel," sembur Shilla. Erika langsung melotot mendengar itu, ia mendekati Shilla dan mendorong perempuan tersebut. "Jangan asal tuduh, gak level gue sama dia!" hardik Erika. Raffa yang mendengar itu menatap kesal pada Erika. Ia kini berdiri di samping Shilla, tapi tidak menurunkan sang istri. "Kenapa itu, segala di gendong. Nyusahin Ka Raffa aja," cibir Erika. Raffa melotot menatap Erika, membuat perempuan itu langsung menunduk. "Kata siapa saya susah," kata R
Raffa langsung menyeringai, ia menatap istrinya. "Aku serahkan mereka sama kamu, terserah mau kamu apain juga. Bukannya tadi kamu minta jangan lakuin itu bukan," seru Raffa. Karyawati itu langsung melirik Raffa dan menatap sendu pada Amel. Wanita tersebut menghela napas, lalu tangannya menyodor ke arah mereka. Salah satu dari mereka lekas mengelap telapak Amel dengan baju. "Apa yang kau lakukan," seru Amel. Tatapan kesal Amel layangkan ia langsung menarik tangan. Karyawati yang melakukan hal itu menunduk. "Emang saya nyodorin tangan buat kamu elap," ucap Amel. "Saya itu nyodorin tangan bantu kalian berdiri jangan gini terus, malu tau. Lagian pakaian kalian jadi kotor," lanjut Amel. Semua langsung saling pandang, sedangkan Raffa mengulas senyum. Tatapan lelaki itu kini menoleh memandang tajam Erika. "Tau kesalahan kamu apa," seru Raffa. Erika yang mendengar suara Raffa begitu tinggi terkejut. Badannya sampai bergetar ketakutan, ia menggeleng sebagai jawaban."Menyebarkan gosip
Amel mengejapkan mata beberapa kali saat mendengar perkataan Raffa. Ia juga mengangguk membenarkan ucapan lelaki itu. "Gak perlu pecat dia, beri hukuman secara perlahan. Cukup buat dia menjadi OG, itu sudah cukup," ucap AmelErika yang mendengar itu langsung menatap tajam Amel. Ia sangat kesal dengan usulan Amel. "Lo gila! Mana mau gue jadi OG," sembur Erika.Amel langsung memiringkan kepalanya, ia menatap Erika dan mengedikan bahu. "Ya itu terserah lo, apa lo mau dipecat dengan cara tidak terhormat," ketus Amel. "Lo punya otak, kan. Coba pikirin dulu!" Amel langsung menatap karyawati yang menundukan kepala saat ditatap olehnya. "Hukuman kalian, cukup lembur selama sebulan. Tunjukan kalau kalian pantas berada di sini," seru Amel.Amel melirik suaminya lalu bergelayut di lengan Raffa. "Ayo, Mas! Kita ke ruangan kamu," ajak sang istri.Raffa memandang istrinya, ia mengusap keringat di kening Amel. Menganggukan kepala mengiyakan ajakan sang istri. Lelaki itu langsung berjongkok da
Raffa dan Shilla langsung saling pandang mendengar ucapan Amel. Mereka mengerutkan kening tanda tak mengerti. "Dia pasti bakal jadi OG," ucap Amel. Shilla memandang sang Kakak ipar, ia memiringkan kepala. "Seyakin itu kamu?" tanyanya. Amel menganggukan kepala, ia masih melahap makan dengan santai. Tak lama kemudian, pesan suara yang baru saja dikirim Siska, langsung diputar Raffa. "Bos, Erika milih jadi OG." Amel langsung menyeringai, ia menyodorkan tangan meminta handphone yang dipegang Raffa. "Pinjam handphonemu, Mas," pinta Amel. Mendengar permintaan sang istri, Raffa memilih menurutinya lalu bangkit dan melangkah mendekati Amel. "Ini, emang handphone kamu kenapa? Kok minjem handphone aku," tutur Raffa. Amel mengambil ponsel Raffa, lalu segera menelepon Siska. "Sis, suruh Erika buatkan kopi ...," perintah Amel. "Siap, Bu Bos. Tapi apa gak takut cewek itu balas dendam, Bu Bos," ucap Siska pelan. "Kamu tenang aja, tinggal suruh Erika membuatkan untukku, bilang aja buat
Erika berbalik dengan malas, ia menatap datar istri Raffa itu. Dia lekas mendekat kala Amel menyuruhnya. "Ayo duduk!" perintah Amel. Erika menuruti perintah Amel dengan malas, sedangkan istri Raffa itu mengulas senyum misterius. "Gue udah bantuin lo dari bahaya dipecat secara tidak terhomat," lontar Amel. Erika menatap Amel dengan tatapan tak suka, lalu ia menegakan dagunya memandang perempuan di sampingnya itu."Terus, lo minta gue bales gitu. Pamrih banget sih," sahut Erika. Sedangkan Shilla terus mengawasi gerak-gerik Erika. Ia takut perempuan itu menyakiti sahabat sekaligus kakak iparnya. "Iya dong, harus! Di dunia ini itu sekarang gak ada yang gratis, jadi lo harus bales dong kebaikan gue ini," tutur Amel.Erika yang mendengar itu langsung memandang Raffa. Lelaki tersebut terus sibuk dengan pekerjaan kalau dilihat oleh orang lain, padahal dia kini tengah menguping dan melihat mereka dari handphone. "Ide gue emang cerdas, tinggal nyalangin kamera dan arahin ke mereka," bati
Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san
Wulan dan Sekar dijemput Shilla, perempuan itu sangat senang saat ngetahui ia akan mempunyai keponakan. Kini hanya tinggal mereka, keduanya berbaring di kasur. Raffa mengusap lembut rambut Amel. "Sayang ... maaf ya, acaranya jadi berantakan gara-gara aku pingsan," tutur perempuan itu. Lelaki itu menggeleng lalu membenarkan posisi tiduran sang istri. Ia kini mendekap wanita tersebut, lalu mendaratkan kecupan di pipi Amel. "Gak papa, mereka nanti pasti paham kok. Udah gak usah pikirin apapun yang buat kamu stress, hayu ... mendingan sekarang tidur," ujar lelaki itu. Dia menuruti ucapan suaminya, ia membenarkan posisi tidur agar berhadapan lelaki itu. Lalu menyusupkan wajah ke dada bidang Raffa. Tak lama suara dengkuran terdengar, membuat Raffa mengulas senyum."Kayanya kamu capek banget ya, Sayang," bisik lelaki itu. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku, aku sayang banget sama kamu."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu ikut terlelap. Waktu pagi tiba, Amel dengan semangat memba
"Kenapa sekarang gak nyoba di cek, kali aja sesuatu harapan. Yang penting kalian sudah berusaha kan, kalau belum waktunya gak papa, kalian bisa terus berdua dan meminta pada sang maha kuasa," lontar dokter tersebut."Aku bawa nih, aku juga lagi mau nyecek, tapi di telepon Nyonya Wulan jadi ke sini dibawa-bawa deh," lanjutnya. Semua langsung memandang Amel, mereka mengangguk menyakinkan wanita itu. "Ya udah," kata Amel pelan. Mereka langsung tersenyum, dokter itu segera merogoh tespack dan memberikan pada Amel. "Ayo bantu Amel, ke kamar mandi, Raf. Kenapa malah diem aja," cecar Wulan. Mendengar perintah Mamanya, lelaki itu langsung mengangguk. Lalu membantu memapah sang istri menuju bilik mandi. Kala sampai dia disuruh keluar oleh Amel. Dia mengangguk paham dan memegang bahu wanita tersebut terlebih dulu. "Kalau hasilnya negatif gak papa, kok. Jangan sedih, kalau udah waktunya di kasih kok," tutur sang suami. Amel mengangguk kepala, Raffa langsung mengelus sayang puncuk kepala s
"Yang!" Raffa memekik, ia menepuk pipi sang istri. Semua orang sangat terkejut, mereka langsung mengerumi Amel. Wulan melihat menantu seperti ini, ia segera menyuruh Raffa membawa ke kamar dan dia menelepon dokter pribadi. "Makasih, Mah. Raffa bawa Amel ke kamar dulu," ucap lelaki itu gemetar.Lelaki itu sangat ketakutan, dia tergesa-gesa membawa istrinya. Sedangkan Sekar segera menyusul menantu dan anaknya. Kala sampai di pintu kamar, ibu mertua pria tersebut membantu untuk membuka benda tersebut. "Ayo cepat letakan hati-hati di kasur, Raf," perintah Sekar. Raffa mengangguk, ia dengan perlahan membaringkan sang istri ke kasur. Lalu Sekar segera menyelimuti perempuan itu, ia ikut naik ke ranjang dan membelai sayang kening anaknya. "Raf, ada minyak kayu putih gak?" tanya Sekar. Lelaki itu terdiam, lalu mengangguk dan segera mencari benda tersebut. Setelah ketemu, dia memberikan pada Sekar. "Ayo Nak, bangun! Jangan buat kami cemas," ujar wanita itu. Aroma minyak kayu putih, memb