“Apakah sangat sakit?” Anita merintih. “Aku lepaskan?” Anita menggeleng. Dia akan menahannya. Benar saja rasanya sakit tapi mampu mengangkatnya melayang ke Nirwana ke tujuh setelahnya tinggal kenikmatan saja. Mereka akhirnya lunglai bersama.
“Terima kasih, Sayang. Kamu sudah memberikan kenikmatan. Apakah kamu juga merasa puas?” ucap Toni. Anita hanya mengangguk saja. Toni merengkuh tubuh istrinya yang masih berkeringat.
“Jika suatu hari kamu tidak merasakan kepuasan, maka bicaralah. Kita cari solusi bersama.” Anita mengangguk tanda mengerti. Satu kecupan mendarat di kening sang istri, hingga wanita itu merinding. Anita bergegas ke kamar mandi. Dadanya tidak bisa dikondisikan dia masih merasakan debaran aneh memenuhi ruang jiwanya.
***Meyyis_GoodNovel***
Saat pulang dari pesta itu si kembar badannya panas keduanya nampak pucat. Keduanya tidak berhe
Pagi ini Bayu nampak sibuk. Dia turun dari mobil sedikit berlari menuju ke ruangannya. Hari ini akan ada perekrutan karyawan baru secara besar-besaran di perusahaan aplikasinya. Toni juga belum datang maka dari itu, dia nampak sangat sibuk. Di berhenti pada ruangan dekat karyawan pemrograman.“Mona, tolong berkas-berkas yang sudah masuk ke link di cek semua satu lagi. Kamu bener-bener cek yang kompeten, jangan sampai nanti kita menerima karyawan yang abal-abal dan tidak serius. Kalau tidak serius bekerja, maka akan mengganggu stabilitas yang lain juga. Sebagai driver, haruslah memiliki dedikasi tinggi pada perusahaan.” Mona menagang mendengar suara Bayu. Mona memang jarang mendapat perintah dari bosnya tersebut. Biasanya, dia mendapat perintah dari Toni.“Baiklah, Pak. Saya akan cek benar-benar.” Bayu mengangguk. Sedangkan Mona mulai membuka linknya. Bayu akan berbalik, namun dia ingat satu h
“Oh, gini aja. Mama mana, mama?” Eliana nampak melongok ke dalam kamar Nilam.“Mama ada di kamar nemenin Nilam yang sedang merintih kesakitan.” Eliana kembali ke luar.“Ya, udah gini, ya? Mama sama Papa suruh ke sana dulu. Nanti mungkin waktu istirahat siang aku akan menyusul ke rumah sakit.”“Bener ya?” Eliana memastikan.“Iya nanti ya, kalau nggak … nungguin Si Toni datang. Dia juga nggak masuk karena istrinya juga sakit. Mas bener-bener nggak bisa ninggalin.” Dalm kalimatnya, benar-benar Bayu meminta pengertian dan tolong kepada istri tercintanya.“Ya udah baiklah.” Eliana menekan tombol selesai kemudian Kembali lagi ke dalam.“Hufff, aduhhh, Ma. Sakit banget,” rintih Nilam.“Sab
Malam ini Bayu pulang agak larut. Dia sangat lelah sekali. Sebenarnya, dia akan ke rumah sakit tapi tidak jadi. sebab hari ini Toni tidak hadir ke perusahaan. Saat siang tadi, dia sudah menghubungi istrinya yang berada di rumah sakit menunggui Nilam. Kedua mertuanya dan ibunya juga sudah ada di sana. Saat Nilam konteraksi, maka ibunya segera dipanggil.“Ma, sakit sekali.” Nilam meringis merasakan sakit. Rasanya sampai ke ubun-ubun. Jadi seperti ini rasanya. Demikian hati Nilam berkata. Apalagi usianya juga masih dua puluh satu tahun. Walau sudah pantas untuk mengandung dan melahirkan, namun tetap saja mentalnya belum sekuat wanita dewasa.“Iya, Sayang. Mama tahu, ini sangat sakit. Tapi kamu harus kuat. Kata suster, ini sebenarnya sudah pembukaan akhir, tapi kenapa nggak keluar-keluar.” Ibunya Bayu, Mira … sangat kalut. Apalagi menantunya Irwan belum juga keluar dari ruang operasi.&nb
“Sayang, maafkan aku. Padahal HPL-nya masih kurang tiga minggu lagi.” Melihat istrinya yang sudahpucat pasi, Irwan sangat kahwatir.“Bagaimanakan kondisinya ini, Ran. Kok dia pucet banget.” Irwn bertanya pada dokternya.“Sudah tinggal sekali lagi mengejan, Dok.” Irwan mengangguk.Irwan Kembali focus pada istrinya dan mengelap dahi istrinya yang berkeringat.“Baiklah, Sayang. Tarik napasmu lebih dalam … bagus …, lebih dalam lagi, Sayang … mengejan sekarang!”“Aaa ….”“Ah, napasnya nggak kuat, Dok ….” Irwan nampak khawatir.“Kita coba lagi, Sayang. Ya bagus … tarik lagi, Sayang … biarkan bayi mengejan, jangan ditahan. Aku nggak tega, Ran … Sayang, kita Caesar saja, ya?” Nilam menggeleng
“Aku minta maaf, mungkin anak kita menungguku.” Irwan berkali-kali mengusap puncak kepala sang istri.“Tidak papa, Mas. Aku memang kesel sama kamu. Aku ngedumel, tapi sebenarnya karena merasakan sakit saja. Aku berterima kasih, akhirnya kamu bisa datang tepat waktu.” Terlihat si kecil terlelap dalam dekapan ibunya.“Dokter Irwan, bantu istri Anda merangsang ASI agar keluar, dengan cara memijit lembut puncak putingnya seperti ini.” Dokter Rani memberikan saran.“Setelah bayi diadzani dan dikhomati, maka suster akan membawa ke incubator setelah dibersihkan. Silakan dokter lakukan prosesnya.” Maka Irwan mengangguk dan melakukannya. Dia sedikit serak sebab menangis bahagia.“Kami akan membawanya pergi untuk di bersihkan, Dokter.” Suster membawa bayi itu dari ruangan untuk dibersihkan.“Suster, V
“Oke, oke.” Irwan mengacungkan jempol pada tim medis, kemudian focus dengan sang istri. Dia tidak hentinya mengucap terima kasih karena sudah menghadiahi bayi mungil yang lucu. Bayi perempuan yang sangat cantik dengan rambut lebat. Panjangnya lima puluh dua dengan berat tiga koma dua kilo. Rasa syukur tidak hentinya Irwan panjatkan.***Meyyis_GN***Bayu merebahkan diri di kamarnya setelah selesai bersih-bersih. Rasanya pinggang sudah mau lepaas hari ini. Dia mengingat waktu dulu menjadi karyawan. Rasanya biasa saja, waktu berkas setumpuk di hadapannya. Tapi sekarang, kepala berdenyut lihat setumpuk deretan berkas dalam fil, karena memang secara online. Sayup-sayup, lama-lama matanya meremang dan akhirnya terlelap.Tidak Berapa lama, Eliana datang dari rumah sakit. Dia langsung saja mandi karena merasakan tubuhnya sungguh lengket sekali dan bau. Tubuhnya yang kaku karena seharian yang tegang sebab
“Kangen denganku, nggak?” Bayu menciumi rambut yang baru dikerigkan itu. Aroma shampo khas istrinya menyeruak ke indra penciumannya, membuat dirinya ingin terus menciuminya.“Aku kira sudah tidur.” Eliana membalik tubuhnya, sehingga dapat melihat wajah suaminya yang begitu selalu dirindukan. Napas mereka saling beradu. Satu lumatan selamat datang meremas bibir kenyal sang istri. Eliana menutup matanya, tanda mengijinkan. Bayu melepaskan ciumannya dan membiarkan istrinya mempersiapkan oksigen untuk serangan ke dua.“Tadi sudah, tapi aku kebangun dengar kamu nyalain pengering rambut.” Bayu menyentuh bibir lembut yang selalu dia inginkan. Dia menyugar rambut sang istri yang terasa halus selesai keramas.“Oh, ya? Aku minta maaf kalau begitu.” Eliana membelai pipi suaminya, sehingga Bayu menyediakan lengannya untuk sang istri merebahkan kepalanya.
Hari ini Bayu nampak buru-buru datang ke kantor. Dia bahkan tidak mencium kening sang putra yang ada di taman belakang sedang bermain ayunan. Dia hanya pamit dengan sang istri dan mencium keningnya sekilas. Dia tidak bersama supir hari ini karena Pak yanto juga belum datang. Masih terlalu pagi memang, sebab Bayu harus mengurus dua perusahaan sekaligus. Dia belum percaya dengan orang lain sepenuhnya. Kejadian dengan Stefan membuat dia selalu waspada. Udara pagi bergerak tanpa perintah mengembuskan embun basah, sehingga rasa dingin akibat hujan semalam turut menyumbangkan kesejukan.Rupanya nasib sejuk cuaca tidak sesejuk nasibnya. Karena faktanya nasib nahas membawa dia harus menepi di sebuah jalan alternatif. Mobilnya mengalami pecah ban padahal jauh dari area perkampungan. Apalagi perbengkelan juga tidak nampak. Yang ada hanya Gedung-gedung tinggi berbaris, sepertinya area perkantoran. Dia menepikan mobilnya, kemudian meraih ponselnya untuk menghubu