Akhirnya Nilam memilih mengikuti suaminya masuk ke dalam kamar. Sebelumnya pamitan dnegan Baytu agar tidak dicari. Setelah keluar dari tempat pesta itu, maka Nilam di gendong oleh Irwan ala pengantin baru. Tidak dapat digambarkan detak jantung Nilam yang sudah sangat keras detaknya.
Irwan membuka pintu kamar hotel setelah kartu itu ditempelkan pada handle pintu oleh tangan kiri Nilam. Maka dengan kaki kirinya menahan pintu itu. Setelah itu, dengan kakikanannya menutup pintu itu. Irwan meletakkan tubuh itu di atas ranjang mereka.
Terlihat ranjang itu sudah dihias sedemikian rupa. Ada selimut yang sudah dibuat membentuk angsa yang berciuman, kelopak mawar yang ditabur membentuk daun waru yang mengelilingi angsa tersebut. lilin-lilin kecil sduah terpasang, yang mungkin baru saja di sulut ketika Irwan pamit sama sang kakak. Suasana itu membuat mereka saling hanyut.
“Masih pegel kakinya?” tanya Irwan.
Nilam mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dia gelagapan sebab air itu menyentuh ubun-ubunya. Beberapa saat lalu, Irwan sang suami membuat darahnya mendidih. Rasanya geli tapi ingin terulang lagi. Dia meraba tubuhnya yang sempat disentuh oleh Irwan walau tidak sampai ke araeanya, karena Irwan meraba punggungnya. Dia menjadi malu sendiri. Nilam membersihkan diri dengan sabun aroma therapi agar tercium wangi di reseptor hidung suaminya. Hingga berakhir dengan menghilangkan busa-busa tersebut.Nilam keluar dengan handuk yang dililit sampai ke dada dan pahanya yang mulus masih terekspose. “Siut ... aku menyukainya yang seperti ini.” Irwan melepas handuk yang melilit tubuh sang istri. Hingga sekarang Nilam tanpa sehelai benang pun. Hanya handuk kecil yang membungkus kepalanya.“Mas, malu ih,” cicit Nilam.“Kalau seperti ini, malu nggak?” Irwan melepas bajunya bagian atas. Terpampang dada t
“Shit! Kurang ajar banget siapa gangguin gue sama istri gue?” Nilam menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Sedangkan Irwan bangkit dan memakai handuk untuk menutupi tubuhnya.“Maaf, Tuan. Ini makan malam romantis yang anda pesan.” Irwan mengerutkan keningnya. Dia melihat satu kartu untuk dirinya dan istri. Maka dia menerimanya. Namun Irwan tidak memakannya terlebih dahulu. Dia memilih kembali ke ranjangnya.“Kali ini tidak ada gangguan.” Irwan sengaja mencabut stop kontak yang menyalur ke bel. Lelaki itu akan memastikan tidak ada gangguan yang akan membuat malam pengantinnya kacau lagi. Lelaki itu mengendap-endap menuju wajah istrinya. Dia mengkungkung tubuh istrinya dengan tubuhnya.“Hai, jangan menutup wajahmu, aku menyukainya yang malu-malu seperti itu.” Nilam tidak kuasa memandang lekat wajah sang suami. Namun dia mencoba memandangnya. Ternyata memang suaminya sangat
“Nanti aku ajari bermain becek-becekan,” goda Irwan. Nilam masih tidak mengerti.“Ogah, sudah malam, nanti kalau kotor mandi lagi dingin,” tukas Nilam.“Hahaha, bukan becek-becekan itu, tapi ....” Irwan meraih tangannya Nilam kemudian mengarahkannya ke bagian miliknya.“Mas, ih ... kok nakal sih?” Tapi tetap saja Nilam mengikutinya. Mereka saling memberikan kenikmatan. Nilam menghisap kembali batang yang sudah layu itu, agar menegang kembali. Di memainkan lidahnya di sana. Irwan hanya bisa melenguh karena rasa nikmat yang menguasai dirinya.Nilam tersenyum mendengar lenguhan dari sang suami. Dia berheni seolah mempermainkan sang suami, hingga Irwan menarik tubuhnya Nilam agar berganti posisi di bagian bawah. Irwan menyusuri kulit putih sang istri sehingga dia kini yang merasakan sensasi nikmat yang tiada tara. Nilam menegang dan bagian puncak dadanya su
“Aku nggak bawa baju,” jawab Nilam. Dia mencibikkan bibirnya.“Oh, sudah aku siapkan. Kita turun sarapan sekalian pulang. Pakai bajumu, Honey.” Nilam memakainya di depan suaminya. Walau masih malu-malu, tapi dia sudah berani.Mereka langsung berkemas setelah Nilam ganti baju. Irwan tidak mendapatkan banyak cuti. Jadi ditunda dulu bulan madunya. Lagi pula, Nilam juga belum kelar menyusun skripsi. Nilam berada di depan kaca ketika Irwan sedang berkemas. Satu minggu ini dia sedang rajin berdandan. Lebih tepatnya berusaha untuk bisa dandan. “Sudah cantik, aku tahu kamu berusaha banget untuk nyenengin aku. Tapi kalau kamu merasa nggak nyaman, Mas nggak suka.” Irwan sudah selesai karena memang hanya baju pengantin saja yang butuh penanganan khusus. Selebihnya hanya linggerie dan baju tidur dia saja.“Bukan, aku sedang menutupi leher ini. Malu merah-merah,”
“He, itu seksi lagi. Kalau di rumah, aku akan menghapusnya dengan bibirku,” goda Irwan.Nilam merasa malu. Dia mencubit tangan suaminya tersebut dan sedikit memukulnya. Irwan tertawa dengan seluruh kebahagiaannya walau di sudut yang lain Risa merasa perih.Irwan menggandeng Nilam setelah selesai sarapan. Taksi mereka sudah datang. Risa mengikuti mereka. Irwan tersenyum karena melihat Risa dari kaca yang ada di samping mereka. Irwan tiba-tiba menarik Nilam dan memepetkannya di dinding kaca tersebut. Dia melumat habis bibir itu hingga Nilam tidak bisa menghindar lagi.“Mas, kalau ciuman jangan di sini, banyak anak kecil sliweran. Sewa kamar saja,” kejut seorang satpam. Mereka berdua tertawa. Irwan meminta maaf atas insiden itu. Dia menjelaskan kurang puas menghabisi mantan istrinya semalam. Satpam tersebut menggelengkan kepalanya. Memang anak jaman sekarang tidak tahu aturan. Langsun
Risa memilih untuk pergi setelah tubuhnya memanas karena melihat mereka berciuman sangat panas. Risa menghapus air matanya. Rasanya sangat sakit. Kasih tak sampai selalu menghantunya. Mengapa demikian? Baru kali ini dia jatuh cinta, tapi sudah menemui kendala. Risa berlari menuju mobilnya. Dia masuk ke dalam mobilnya dan memukul stirnya berkali-kali. Risa menundukkan kepala dan merebahkan kepalanya dengan kening menempel di stir. Air matanya tidak berhenti menetes. Dia sudah tahu endingnya, tapi kenapa masih sia-sia mengikutinya.Dia bangkit dan melihat ke depan. Diulasnya kembali saat pertemuan pertama mereka. Saat itu masuk pertama kali di universitas kedokteran. Begitu riangnya seorang Risa. Dia hingga berlari dari tempat parkiran motornya menuju kelas. Tapi karena kurang hati-hati seluruh barang bawaannya berhamburan. Tidak ada satu pun yang membantunya. Mereka bahkan melewatinya saja. Bahkan ada yang mengejek.Kemudian
Risa mengikuti mereka dari belakang. Dia berhenti di sebuah pohon besar, setelah mereka berhenti di sebuah pohon besar. Maksudnya di bawahnya. Dia parkir di sana, kemudian mengawasi mereka. Lagi-lagi hatinya panas karena melihat kemesraan mereka. Mereka bahkan berciuman sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah.“Sial, sial, sial! Aku benci ini!” Risa akhirnya menyetir meninggalkan tempat itu. Dia super marah sekarang sampai tidak sadar menyetir dengan kecepatan tinggi. Dia mengerem mendadak setelah di persimpangan ada mobil lain melintas. Dia berhenti untuk mengatur getar jantungnya yang kian sangat cepat.“Hah, hah, hah ... kurang ajar! Ngetir nggak pakai rambu!” Dia mengumpat. Padahal dirinya sendiri yang tidak memenuhi standar kelaikan mengemudi dengan mengemudi begitu sangat cepat.Kita tinggalkan kekesalan Risa. Sekarang beralih ke pengantin baru yang sudah berguling dan berkumul lagi. Mereka t
Irwan sudah siap di sebelah mobilnya. Dia bersandar di pintu mobil yang tertutup itu. Tidak lama kemudian sang istri datang dengan anggun meski hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans. Dia langsung menyambut dengan pelukan dan membukakan pintu. Nilam mengucapkan terima kasih. Ah, kenapa ini bisa demikian mengasyikan? Menikah ternyata tidak buruk. Demikian batin Nilam sambil tersenyum.“Kenapa senyum-senyum?” tanya Irwan, “minta nambah?”“Ah, nambah apa?” Nilam bersemu merah.“Nambah bercumbu,” bisik Irwan sambil menyetir demikian lambatnya. Nilam sangat tidak suka dengan kendaraan yang sangat lamban. Menurutnya sangat tidak keren cowok yang menyetir sangat lamban. Karena saking keselnya, dia sampai tidak merespon perkataan dari Irwan.“lebih semangat lagi nyetirnya. Mau sampai kapan? Kita masih harus ke pasar, belum lagi ke rumah
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska