“Papa percaya kalian. Makanlah dan cepatlah pergi. Satu supir untuk kalian bertiga. Papa tidak mengijinkan Devan nyetir di jalan raya sebelum memiliki SIM.” Papa tahu yang aku pikirkan. Ya, sudahlah … menurut saja.
***Meyyis_GN***
POV Davin
Seperti biasa, saat pagi hari aku, papa dan Aila akan pergi lari pagi. Mama mengatur keperluan rumah tangga, sedang Devan kembali molor. Aku termasuk yang demokratis. Pilihannya kalau dia mau tidur lagi. Tidak ada yang aneh dengan lari pagi kali ini. Namun aku tersenyum ketika melihat seorang gadis berambut panjang kuncir kuda. Kenapa aku merasa dia berbeda. Sedikit ceroboh tapi lucu. Anak perempuan itu menabrak sebuah gerobak dan meminta maaf pada pemilik gerobak.
Belum ada sepuluh menit dari dia abrak gerobak, sekarang dia kesandung dan jatuh. “Eh, hati-hati.” Aku hanya berkata dalam hati. Dia sudah bangun lagi. Aku yang akan
POV DAVINTahukah kalian, selalu saja Devan menjadi pusat perhatian. Aku kadang merasa geli dengan tingkahnya. Dia selalu saja tebar pesona. Aku jijik melihatnya.“Van, lo nggak kapok minggu lalu pulang dengan badan bau jus jambu. Otakmu tinggal setengah senti.” Aku meninggalkan dia yang sedang menggombali cewek-cewek. Namun satu yang menjadi perhatianku. Itu, Gadis Pagi? Ya, itu dia. Sungguh mempesona, tingkahnya membuat aku … berhenti sejenak. Dia yang aku cari. Bagai malaikat yang datang dengan sayapnya yang mengembang.“Awas!” Namun terlambat, dia sudah terpeleset dan terjatuh tepat menindih Devan, sehingga mereka berdua terjebur di selokan sekolah.“Kau? Kurang ajar! Dasar mesum!” Aku mendengar gadis itu mengumpat dejadi-jadinya. Aku mengulurkan tangan.“Bangunlah!” Dia terlihat bingung. Menilik k
Layar komputer sudah terpampang jelas. Setelahnya, mencari data itu lewat web sekolah. Aku mencari data siswa baru. Ada beberapa data siswa baru. Yang mana? Untung saja, ada fotonya. Aku tersenyum melihatnya. Ternyata, tidak susuh mencarinya.“Daniela Falisha? Cukup menarik.” Aku mencetak dokumen itu. Baiklah, aku akan mendekatimu.***Meyyis***POV DEVANGila memang ini bocah. Aku sampai kotor semua. Padahal tadinya sudah sangat pede. Tiba-tiba ada salah satu siswa menabrakku. Aku sudah sering menerima trik semacam itu, pasti bocah ini sengaja menabrakku. Trik murahan.“Kau? Kurang ajar! Dasar mesum!” Apa? Kenapa jadi dia yang mengumpat? Sialan! Aduh, sakit banget lagi dia menindihku, sudah gitu pinggangku juga terbentur pojokan dari selokan itu. Untung saja, tidak ada airnya. Tapi tetap saja kotor. Tunggu! Anak ini … seperti
“Minggir kalian!” Aku menepis segala macam tangan yang akan menempel ke lenganku. Aku melemparkan tasku ke meja. Setelahnya duduk dan mengembuskan napas sangat dalam, sehingga rasa marahku sedikit berkurang. ***Meyyis** POV SHASHA Hari ini adalah pertama aku masuk ke sebuah sekolah swasta. Mama memang sangat suka sekolah swasta dan kejuruan. Katanya, itu lebih membentuk karakter. Sekolah ini milik salah satu pengusaha kaya katanya. Sedikit riwayat dari pendirian Gedung sekolah ini katanya karena sang pemilik dulunya orang yang kurang mampu. Menarik, tapi jujur saja, sekiolat seperti ini aka nada system genk yang terdiri dari si miskin dan si kaya. Sungguh tragis. Aku berlari dari pintu gerbang menuju ke kelas. Namun sial! Aku terpeleset. “Awas!” Suara itu terdengar, aku tidak asing dengan suara itu. Bug … Sebelum dia memarahiku, lebih baik aku yang galak duluan.
“Baiklah, Nona Deniela Falisha? Anda ada di kelas X A. Silakan ikuti koridor, nanti naik ke lantai dua. Setiap kelas ada tulisannya di atas daun pintu.” Aku mengangguk dan pamit.***Meyyis***POV SHASHATidak ada dalam sejarah kalau aku dapat tersesat di sebuah gedung. Tapi, kenapa sekarang aku hanya muter-muter? Sepertinya … ah … semua tempat ini memiliki ciri khas yang tidak jauh beda. Karena lelah, memilih duduk di bangku depan kelas. Aku berada di lantai berapa, ya? Ah, sepertinya ini lantai tiga. Aku salah cari. Hufff … ini semua kelas XII. Pantesan tidak ketemu.“Nona Daniela Felisha? Kamu mencari kelasmu?” Aku menatap lelaki itu.“Kamu lagi? Mau apa?” Aku tidak tahu dia si baik atau si jahat. Sepertinya aku belum menemukan perbedaan ciri khas secara fisik dari mereka berdua.“Aku Davin. Yan
“Heh! Apa hubunganmu dengan Si Kembar?” Salah satu gadis dengan poni dan rambut yang direbonding bertanya padaku. Apa-apaan ini? Bisa ‘kan tanya baik-baik? Tidak usah nyolot juga, apalagi sampai pegang krah.“Nggak ada, dia hanya membantuku mencari kelas. Masalah?” Sepertinya dia tidak terima. Apakali ini yang akan dilakukan gadis itu?***Meyyis***POV SASHA“Masalahlah! Devan adalah gebetanku. Kau tidak boleh nikung.” Aku memejamkan mata. Sepertinya anak ini kurang kerjaan. Dia ….“Dia bukan Devan tapi Davin. Aku juga males ngeladenin Devan. Jadi minggir! Kalau kamu tidak mau kena masalah. Tapi kalau kamu masih menggangguku, jangan salahkan jika aku ….”“Au! Sakit!” Salah satu anak menjambak rambutku.” Aku tidak terima. Dengan kekuatan superku menjambak rambutnya juga
“Tidak, aku justru khawatir. Devan akan kena batunya. Sebab, dia selalu memberikan harapan palsu kepada cewek-cewek itu. Maka … kamu tahu sendiri. Akhirnya aku juga yang membereskan.” Aku mengangguk.“Kakak yang baik.”“Untuk kali ini, kamu salah tebak. Aku adiknya.” Aku tersenyum mendengar pembelaannya.***Meyyis***POV DAVINAku sudah memantapkan diri akan melindungi Shasha. Jangan bertanya kenapa? Karena aku sendiri tidak memiliki jawaban yang tepat. Apakah bisa, keraguan keluar dari mulutku? Aku merasa rasionalitas yang terbangun sejak dahulu lenyap ketika bertemu dengan Shasha. Rasanya, logika juga tidak mempan untuk menjelaskannya. Aku ingin cepat melalui pembelajaran kali ini. Lalu, bertemu dengan dia saat istirahat. Bel istirahat berdentang. Betapa sangat bahagia. Setengah berlari, menuju ke lantai dua.
“Untuk kali ini, kamu salah tebak. Aku adiknya.” Dia tersenyum sangat manis. Bolehkan aku menangkap senyumnya untuk aku bingkai. Sehingga senyum itu hanya bertahan untukku? Aku tahu ini terlalu dini untuk disebut mencintai. Tapi, aku akan jaga perasaan ini untuk melindunginya.***Meyyis***POV DEVANKali ini, aku pulang lebih siang karena harus menyelesaikan banyak hal di OSIS. Sebenarnya, sudah meletakkan jabatan sejak tahun lalu. Tapi kepala sekolah tetap saja menyuruhku membimbing semuanya. Sedangkan Davin sudah pulang terlebih dahulu bersama Aila. Aku selesai hampir jam tiga. Mataku menyipit, ketika sampai di perpus dan mengembalikan beberapa peralatan ada seseorang di sana. “Kamu? Bukankah kamu gadis got tadi pagi?” Dia terlihat tidak menggubris. Tapi … sepertinya ini sangat menarik. Ada cewek yang menolak bicara denganku?“Eh, tunggu! Kamu melanggar aturan. Perpus beroperas
“Kamu gila! Ini ribuan,” ucapku sambil berkacak pinggang.“Kalau kamu nggak mau tidak apa-apa, jangan banyak ngoceh. Kerjakan!” Aku mulai membantunya. Dia nampak serius. Sebenarnya, wanita ini mengigatkan aku pada seseorang. Mungkinkah dia? Aku menggeleng. Tidak mungkin itu dia.***Meyyis***POV DEVANDia nampak serius melakukannya. Kami menyusun buku-buku itu hingga rapi ke raknya. Tidak tahu peraasaan apakah ini sebenarnya. Rasanya seperti mendidik tapi tidak panas. Terguncang tanpa badai atau bahkan diterjang angin tornado. Bergejolak, apakah seperti ini rasanya? Aku sering bersama wanita, bahkan hampir semua wanita satu kelas pernah mendekatiku. Tapi tidak dengan gadis ini. Dia seperti memiliki sesuatu yang berbeda. Bahkan aku sendiri, merasakan kagum kepadanya.Aku mendengar perut dia berbunyi. “Apa kamu lapar? Aku akan membelikan makanan