“Aku juga orang Solo, Ton. Tapi malah aku yang melamar Bayu dulu.” Agung terkekeh.
“Yang bener, Pa?” Toni memang mengundang Agung dengan sebutan papa.
“Iya habisnya kalian udah matang juga nggak mau kawin-kawin. Aku kasih dua rekomendasi Steven sama Bayu. Eh ternyata dia milih Bayu yang hitam manis.” Agung tertawa mengingat waktu itu.
“Benarkah itu, Sayang?” Bayu memicingkan matanya.
“Ih, papa mengada-ngada.” Wajah Eliana memerah.
“Waktu itu padahal masih tinggian Steven lho pangkatnya. Yang Bayu baru jadi Manager waktu itu Steven udah jadi asisten direktur padahal.” Lagi-lagi Agung terkekeh membuat Bayu menggoda istrinya. Sedangkan Eliana memerah wajahnya.
“Jodoh memang nggak ada yang tahu, Pa.”
“Makanya dari itu kamu
Anita mondar-mandir di dalam kamarnya dia sudah mengenakan kebaya berwarna kuning telur. Detail kebaya dengan pernak-pernik dan mote yang mengelilingi lengkungan-lengkungan bajunya. Namun keindahan bajunya tidak dapat membuatnya tenang. Hatinya sangat bergelora, jika dapat direkam, mungkin saja jantungnya sudah membentuk suara jemedug yang sangat tinggi setinggi mega herz. Dengan paduan jarik lurik batik khas Solo, sanggulnya dibuat rendah khas Putri Solo dengan hiasan kepala yang membuat dia tambah anggun.Dia tidak bisa duduk diam. Dia terus saja mondar-mandir. Kebetulan dia sedang sendiri, karena teman-temannya tentu di luar, ada di pihak Toni.Di luar sedang ada pembicaraan tentang pertunangan itu. “Duh, kira-kira apa yang mereka bicarakan, ya? Aku sangat gugup. Apakah papa dan mama setuju? Jika ternyata Mas Toni yatim piatu.” Tangan Anita berkeringat, demikian juga dangan dahinya. Membuat make-upnya sedikit luntur. Unt
“Toni, tenanglah! Baca istigfar.” Bayu menepuk pundaknya sehingga Toni sedikit terlonjak tetapi setelahnya dia menoleh ke arah Bayu dan membaca istigfar. Dia berusaha menenangkan dirinya sendri, yang sudah dalam level akut kegugupannya.“Bune, undang Anita keluar.” Toni semakin gugup. Ibunya Anita bangkit. Dengan kebayanya dan kain yang sempit, membuatnya berjalan anggun dan lama.“Nduk, ayo keluar. Kamu sudah dipanggil.” Anita keget mendengar sapaan dari sang mama.Anita keluar dengan Anggun membuat Tony terbelalak melihatnya. Sungguh terlihat bagai bidadari yang turun dari surga.“Kondisikan matamu,” bisik Bayu. Toni beristighfar berkali-kali sehingga membuat Bayu terkekeh kecil.“Nah, ini anak saya Anita, Pak Agung. Jadi gini, Nduk. Pak Agung ini mewakili dari Nak Toni mau melamar kamu. Bagaimana? Apa kamu berse
Debar-debar asmara terlihat jelas lewat pendar mata sang pengantin yang secara bersamaan masuk ke kamar pengantin. Anita duduk di tepian ranjang dengan pakaian pengantin yang masih melekat di tubuhnya. Gaun menjuntai menyapu lantai selalu tampak anggun ditubuh Wanita yang mengenakannya. Brokat berwarna putih gading memang selalu identic dengan sang pengantin. Masih tampak make-up yang membuat pengantin wanita lebih terlihat cantik.“Kamu mau mandi dulu?” tawar Toni. Dia melepaskan jas pengantin dan meletakkan di gantungan baju. Kancing pada lengannya dipasakan satu persatu kemudian digulung sampai siku membuat ototnya terlihat, membuat dia nampak lebih perkasa. Dada mereka berdua saling bertalu membuat mereka merasakan gugup yang tidak bisa terkontrol.“Kamu mau mandi dulu, Nita?” Pertanyaan Toni membuat Anita menoleh kepadanya.“Iya, Mas. Tapi aku nggak bisa buka gaunnya.&rdqu
“Apakah sangat sakit?” Anita merintih. “Aku lepaskan?” Anita menggeleng. Dia akan menahannya. Benar saja rasanya sakit tapi mampu mengangkatnya melayang ke Nirwana ke tujuh setelahnya tinggal kenikmatan saja. Mereka akhirnya lunglai bersama.“Terima kasih, Sayang. Kamu sudah memberikan kenikmatan. Apakah kamu juga merasa puas?” ucap Toni. Anita hanya mengangguk saja. Toni merengkuh tubuh istrinya yang masih berkeringat.“Jika suatu hari kamu tidak merasakan kepuasan, maka bicaralah. Kita cari solusi bersama.” Anita mengangguk tanda mengerti. Satu kecupan mendarat di kening sang istri, hingga wanita itu merinding. Anita bergegas ke kamar mandi. Dadanya tidak bisa dikondisikan dia masih merasakan debaran aneh memenuhi ruang jiwanya.***Meyyis_GoodNovel***Saat pulang dari pesta itu si kembar badannya panas keduanya nampak pucat. Keduanya tidak berhe
Pagi ini Bayu nampak sibuk. Dia turun dari mobil sedikit berlari menuju ke ruangannya. Hari ini akan ada perekrutan karyawan baru secara besar-besaran di perusahaan aplikasinya. Toni juga belum datang maka dari itu, dia nampak sangat sibuk. Di berhenti pada ruangan dekat karyawan pemrograman.“Mona, tolong berkas-berkas yang sudah masuk ke link di cek semua satu lagi. Kamu bener-bener cek yang kompeten, jangan sampai nanti kita menerima karyawan yang abal-abal dan tidak serius. Kalau tidak serius bekerja, maka akan mengganggu stabilitas yang lain juga. Sebagai driver, haruslah memiliki dedikasi tinggi pada perusahaan.” Mona menagang mendengar suara Bayu. Mona memang jarang mendapat perintah dari bosnya tersebut. Biasanya, dia mendapat perintah dari Toni.“Baiklah, Pak. Saya akan cek benar-benar.” Bayu mengangguk. Sedangkan Mona mulai membuka linknya. Bayu akan berbalik, namun dia ingat satu h
“Oh, gini aja. Mama mana, mama?” Eliana nampak melongok ke dalam kamar Nilam.“Mama ada di kamar nemenin Nilam yang sedang merintih kesakitan.” Eliana kembali ke luar.“Ya, udah gini, ya? Mama sama Papa suruh ke sana dulu. Nanti mungkin waktu istirahat siang aku akan menyusul ke rumah sakit.”“Bener ya?” Eliana memastikan.“Iya nanti ya, kalau nggak … nungguin Si Toni datang. Dia juga nggak masuk karena istrinya juga sakit. Mas bener-bener nggak bisa ninggalin.” Dalm kalimatnya, benar-benar Bayu meminta pengertian dan tolong kepada istri tercintanya.“Ya udah baiklah.” Eliana menekan tombol selesai kemudian Kembali lagi ke dalam.“Hufff, aduhhh, Ma. Sakit banget,” rintih Nilam.“Sab
Malam ini Bayu pulang agak larut. Dia sangat lelah sekali. Sebenarnya, dia akan ke rumah sakit tapi tidak jadi. sebab hari ini Toni tidak hadir ke perusahaan. Saat siang tadi, dia sudah menghubungi istrinya yang berada di rumah sakit menunggui Nilam. Kedua mertuanya dan ibunya juga sudah ada di sana. Saat Nilam konteraksi, maka ibunya segera dipanggil.“Ma, sakit sekali.” Nilam meringis merasakan sakit. Rasanya sampai ke ubun-ubun. Jadi seperti ini rasanya. Demikian hati Nilam berkata. Apalagi usianya juga masih dua puluh satu tahun. Walau sudah pantas untuk mengandung dan melahirkan, namun tetap saja mentalnya belum sekuat wanita dewasa.“Iya, Sayang. Mama tahu, ini sangat sakit. Tapi kamu harus kuat. Kata suster, ini sebenarnya sudah pembukaan akhir, tapi kenapa nggak keluar-keluar.” Ibunya Bayu, Mira … sangat kalut. Apalagi menantunya Irwan belum juga keluar dari ruang operasi.&nb
“Sayang, maafkan aku. Padahal HPL-nya masih kurang tiga minggu lagi.” Melihat istrinya yang sudahpucat pasi, Irwan sangat kahwatir.“Bagaimanakan kondisinya ini, Ran. Kok dia pucet banget.” Irwn bertanya pada dokternya.“Sudah tinggal sekali lagi mengejan, Dok.” Irwan mengangguk.Irwan Kembali focus pada istrinya dan mengelap dahi istrinya yang berkeringat.“Baiklah, Sayang. Tarik napasmu lebih dalam … bagus …, lebih dalam lagi, Sayang … mengejan sekarang!”“Aaa ….”“Ah, napasnya nggak kuat, Dok ….” Irwan nampak khawatir.“Kita coba lagi, Sayang. Ya bagus … tarik lagi, Sayang … biarkan bayi mengejan, jangan ditahan. Aku nggak tega, Ran … Sayang, kita Caesar saja, ya?” Nilam menggeleng