Vio dengan semangat menuju hotel tempat Dean menginap. Dia ingin membantu Dean agar bisa menyadarkan Keira tentang kelakuan Ettan.“Dasar Keira bodoh bikin jengkel aja. Kenapa sih bisa percaya sama si laki-laki sialan itu,” ucap Vio kesal.Dean juga sudah menunggu Vio di lobby hotel. Dia tidak ingin Vio berada dalam kamar hotel agar terhindar dari segala trik yang dilakukan Vio. Walau dia tahu pasti Vio masih menghargai Keira, tapi dia menyadari kalau wanita itu memiliki perasaan padanya. Entah itu hanya ingin bercinta dengannya ataupun yang lain.Begitu tiba di lobby hotel Vio secepatnya menghubungi Dean. Dia juga tidak enak jika harus ke kamar Dean, bisa-bisa dia semakin bersemangat untuk menaklukan pria seksi tersebut. Bagi Vio, Dean seperti mudah untuk digapai, tapi sangat sulit untuk dimiliki.“Cari siapa?” tanya Dean berada tepat dibelakang Vio.Vio terkejut mendengar suara Dean dan langsung berbalik.“Woi bisa ga sih yang sopan dikit. Kamu bikin aku kaget aja,” ucap Vio kesal p
Keira membukakan pintu apartemen. “Dean,” ucapnya tak percaya kalau di depannya ada suaminya. Dean menatap Keira dengan marah. Dia tidak menyangka kalau istrinya tersebut bersama pria lain. “Siapa Kei?” tanya Ettan penasaran. Keira tidak sanggup berkata apapun. Dia tidak menyangka Dean bisa tahu di mana keberadaannya. Kepala Keira terasa begitu pusing, kakinya melemas. “Siapa yang datang Kei?” tanya Ettan lagi menuju pintu.Ettan tersenyum sinis. Dia tak menduga Dean akan secepat ini menemukan tempat tinggalnya.“Hai, Dean,” sapa Ettan tanpa merasa bersalah.Dean hanya menatap Ettan dan Keira dengan tajam. Dia tidak pernah menduga Keira bisa tinggal bersama dengan Ettan. Keira masih berstatus istrinya, tapi malah berbuat seperti itu. Di mana pikiran wanita yang dicintainya.“Bagus Keira. Aku tidak menyangka kamu memang sangat murahan,” ucap Dean emosi.“Ini bukan urusanmu, Dean,” balas Keira.“Apa kamu bilang bukan urusanku?”“Iya bukan urusanmu mau aku bersama siapapun.”“K
Suara musik terdengar hingar-bingar di sebuah club malam yang memekakkan telinga. Alat musik yang dimainkan oleh disc jockey membuat siapapun yang mendengarnya ikut menggoyangkan tubuh mereka mengikuti alunan musik. Irama yang mampu membawa siapapun yang mendengarkannya seakan berada ke dunia lain.Dean berada di sana dengan duduk terdiam di salah meja VIP. Dia menatap semua orang yang terlihat begitu asyik menggerakan tubuh mereka. Ada yang ke kanan, ke kiri, dan ada pula yang saling berpelukan sambil bermesraan tidak sesuai dengan irama lagu.“Dean sudah cukup minumnya,” ujar Vio yang duduk di sebelah pengacara flamboyan tersebut.Dean tidak mengindahkan perkataan Vio. Dia terus menegak satu gelas per gelas masuk ke dalam tenggorokannya. Rasa panas dan pahit alkohol tidak dirasakannya lagi. Dia hanya ingin minum melepas penat yang terasa begitu berat.“Dean… ayolah pulang. Jangan seperti ini,” ujar Vio lagi.Ekor mata Dean melirik tajam ke arah Vio. Dia sangat kesal wanita yang dudu
Vio menangis dengan apa yang telah terjadi. Walau dia juga menikmatinya, tapi ada perasaan bersalah pada Keira. Dia yakin Keira sudah dimanipulasi oleh Ettan. Dia sangat mengenal lelaki yang pernah menjadi kekasihnya.“Sebaiknya aku pergi saja dari sini,” ujar Vio menatap Dean yang masih tertidur di atas ranjang.“Aku yakin besok pagi dia tidak akan mengingat apapun yang telah terjadi.” Vio menghela napasnya, “ini hanya kesalahan yang terjadi di saat orang mabuk.”Vio mencari celana dalam Dean dan berusaha memakaikannya lalu menutupi badan pria atletis tersebut dengan bed cover. Dia tidak akan lagi mengulangi kesalahan yang terjadi antara dia dan Dean. Sambil berjalan berjinjit Vio pun meninggalkan Dean.Air mata Vio menetes di pipinya. Entah mengapa rasanya begitu sakit meninggalkan Dean. Ada perasaan bersalah dan malu berkecamuk dalam hatinya. Di dalam hatinya, dia berharap Dean tidak mengingat apapun yang telah terjadi malam ini. Biarlah dia yang mengingatnya sebagai kenangan.Kees
Sepasang mata sendu menatap jendela. Terlihat gedung-gedung pencakar langit dengan lampu-lampu beraneka warna yang indah dipandang mata. Tangannya mengulur ingin menggapai lampu berbentuk bintang, tapi sayangnya tangan tak sampai dan terhalang kaca jendela.Perasaan Keira bercampur aduk antara bahagia, sedih, kecewa, marah. Kenapa semua harus terjadi dalam hidupnya? Apakah salah jika hanya ingin bahagia? Kenapa dan kenapa ada dalam benaknya tanpa disadarinya kalau semua adalah kesalahan dirinya sendiri.“Sebaiknya aku pulang saja yaa ke rumah Mama,” ucapnya gelisah.Sudah dua hari semenjak pertemuannya terakhir dengan Dean dan dia masih saja di apartemen Ettan. Dia merasa resah dan gelisah sendiri merasa tidak enak menumpang hidup di tempat orang lain. Dia pun berpikir apakah benar yang dilakukannya dengan tinggal di rumah pria yang tidak memiliki ikatan apapun.“Atau aku pulang saja ke rumah Dean untuk mengambil barang-barangku, tapi kalau dipikir-pikir itu kan rumahku sendiri bukan
Keesokan harinyaKeira sudah berada di rumahnya. Dia memandangi setiap sudut rumah yang begitu banyak kenangan-kenangan indahnya bersama Dean. Hampir di setiap tempat pernah mereka lakukan hubungan suami-istri.Tanpa terasa kenangan-kenangan indah tersebut membuat bening-bening kristal keluar dari mata indah Keira. Kenangan bersama Dean begitu melekat erat di dalam pikirannya. Tanpa terasa dia memegang dadanya yang terasa begitu sakit.Kenangan indah bercampur dengan kenangan buruk. Rasa sakit kehilangan anak yang belum sempat lahir ke dunia membuat Keira tidak dapat lagi membendung semuanya. Dia menangis terisak dengan segala kesakitan yang luar biasa menghujam jantungnya.“Maafkan Mama, Nak. Maafkan Mama.”Hanya kata-kata maaf yang mampu terucapkan dari bibir Keira.“Mama salah tidak bisa menjagamu… Mama hanya seorang Ibu yang tidak berguna.”Semua perkataan Keira didengar oleh Dean. Dean juga berada di sana sebelum Keira datang. Air mata Dean menetes saat mendengar betapa sakitnya
Keira terbangun dari tidurnya saat tengah malam. Dia merasakan tangannya dipegang oleh seseorang lalu menoleh untuk melihatnya.“Loh kok Dean di sini?” tanyanya dengan bingung.Dia teringat Dean memaksa membawanya ke rumah sakit. Tapi kenapa dia bisa sampai dirawat? Dia sakit apa? Kemarin hanya mengalami nyeri dan kram di perutnya. Dengan perlahan Keira menarik tangannya, dia tidak ingin sentuh oleh Dean.Secara perlahan Keira turun dari ranjang. Dia ingin pergi dari rumah sakit tanpa sepengetahuan siapapun. Setelah mengganti pakaiannya dia akan segera pergi secara sembunyi-sembunyi.“Eh, ini gelang pasien gimana cara bukanya ya,” ujarnya berusaha untuk melepaskan gelang pasien.“Apa harus pakai gunting? Mana mungkin aku nanya gunting ke perawat.” Keira menghela napasnya, “biarlah aku pakai aja dulu nanti di rumah baru digunting yang penting keluar dulu dari sini.”Keira berjalan keluar kamar rawatnya dengan sembunyi-sembunyi. Saat melihat ada perawat di ruang jaga kamar dia bersembun
Walau begitu kesal Dean mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Kelakuan Keira yang memprovokasinya seakan menguji kesabarannya. Jika tidak mengingat betapa cintanya dia pada Keira mungkin tak sudi dia menerima perlakuan istrinya yang sudah menginjak-injak harga dirinya sebagai seorang pria.“Aku harus sabar. Aku harus segera menemukan cara untuk membongkar kedok Ettan agar Keira sadar kalau selama ini diperalat dan dibodohi,” ucap Dean.Dean melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit. Dia harus menjaga jarak dengan Keira untuk beberapa saat agar tidak terjadi perselisihan terus menerus. Dia juga akan mengabari Arman dan Rosanna, orang tua agar bisa menjaga dan merawat Keira.Arman yang tertidur di samping istrinya, Rosanna terkejut mendengar dering telepon di pagi ini. Rasanya berat sekali untuk membuka matanya yang masih betah diatas bantal.“Siapa sih ini yang telepon pagi-pagi buta begini. Apa ga tau ya kalau orang lagi tidur, bikin emosi aja,” ujar Arman kesal.“Papa itu dian