Juan menanggapi panggilan itu dengan memutar kepalanya ke belakang. Di sanalah dia menemukan seorang pria paruh baya berkemeja panjang kotak-kotak, bercelana jeans, dan berambut tipis—dengan beberapa helai rambut beruban mencuat di sela-sela rambut hitamnya—tengah berdiri menghadap dirinya dan Chloe.
“Oh,” ujar Tuan Edgar singkat. Seakan dengan melihat Juan, tanda tanya yang sempat muncul di kepalanya seketika terjawab.
Juan kembali menatap Chloe. Memberi isyarat pertanyaan ‘siapa?’ padanya, tapi reaksi dari perempuan di depannya itu hanyalah memandang si pria paruh baya sambil tersenyum ganjil.
Chloe berjalan melewati Juan. Bola mata Juan pun bergerak mengekori langkah Chloe.
“Kalian berdua bicara apa aja?” tanya Tuan Edgar membuka percakapan sedetik setelah Chloe menutup pintu mobil.“Apa, sih, Papa. Kepo!” cetus Chloe tak senang. Memasang sabuk pengaman, lalu menyandarkan punggungnya. Mencoba merilekskan lagi tubuhnya usai dipaksa bertingkah seenaknya di depan seorang dosen.Jujur saja Chloe sebenarnya tidak berniat bicara ataupun bersikap seperti itu pada Juan, tapi kalau tidak begitu pasti dia akan mulai menyalahkan diri sendiri, mengurung diri sepanjang waktu, kalau perlu menangis sejadi-jadinya. Chloe tidak ingin lagi kelihatan lemah di hadapan siapa pun, terutama Juan. Lelaki itu selalu saja menemukan dia ketika sedang tidak dalam situasi yang baik. Sesekali Chloe ingin Juan melihatnya dalam sosok yang kuat dan tegar sewaktu sedang dihadapkan dengan masalah. Masalah apa pun, tak terkecuali masala
Aneh rasanya bercerita pada papanya sendiri perihal pengakuan perasaannya pada Juan. Tuan Edgar saja sampai melebarkan mata dan memutuskan untuk tidak memberi komentar apa pun dalam waktu yang cukup lama. Mengetahui anak perempuan satu-satunya dengan berani menyatakan perasaan pada seorang dosen, selain bisa disebut berani, juga bisa disebut terlalu nekat.“Papa ngga perlu susah-susah rangkai kalimat buat balas ucapan aku,” ujar Chloe menebak apa yang tengah Tuan Edgar pikirkan. Papanya itu memang sedang sibuk mengubrak-abrik isi kepalanya untuk menemukan kata-kata yang pantas untuk bisa dilontarkan. Jangan sampai komentarnya justru semakin membuat Chloe terjatuh dan kehilangan rasa percaya diri.Tuan Edgar memutar kemudinya ke arah kanan jalan.“Chloe, menurut Papa ngga masalah kok kalau kam
“Chloe, Papa tunggu di mobil, ya!”“Iya, Pa, sebentar lagi!” Chloe membalas teriakan papanya dengan tak kalah kencang.Hari ini seperti hari baru. Pergi dari rumah sendiri dan menetap dalam waktu yang cukup lama di asrama Seirios—tempat dimana semua permasalahan berawal. Tidak rela rasanya tiga hari berlalu begitu cepat, tapi kerinduan Grace sudah memanggil-manggil Chloe untuk segera kembali.Semalam Grace menelepon. Secara tersirat mengatakan kalau dia merindukan Chloe. Bercerita juga soal dia yang sedang berjalan-jalan sendirian menuju lapangan basket di siang hari hanya untuk melepas penat. Namun, malah tidak sengaja melihat Juan keluar dari asrama dosen dan pergi dengan mobilnya. Chloe tidak aneh dengan itu. Setiap orang punya agendanya masing-masing. Yah, paling t
Oh, please. Tidak lagi, Pak Juan. Batin Chloe memohon.“Ide bagus itu,” cetus Tuan Edgar. Membangkitkan rasa ketidakpercayaan Chloe.“Pa ….”“Biar dia ngga perlu bermalam di luar lagi, karena katanya besok ada kuliah pagi.”“Papa!”Sontak keduanya, baik itu Juan maupun Tuan Edgar, menoleh kilat. Dua orang security di dalam pos jaga pun juga sampai mendelik saking kagetnya dengan pekikan Chloe.“Ah …, Chloe, ngga apa-apa, kan? Kelihatannya Pak Juan juga ngga keberatan. Biar ka
“Woy! Bengong aja,” seru Grace membuyarkan lamunan Chloe. “Ayo, udah mau sampe.”Grace perlahan berdiri dari kursi bus. Dahi Chloe yang tadinya menempel lekat pada kaca jendela bus pun terlepas. Menimbulkan tanda bundar kemerahan di dahinya seperti habis tertimpa oleh sebuah bola tenis. Chloe ikut berdiri. Bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya yang juga akan turun di halte yang berada di depan gedung jurusan. Kuliah jam delapan pagi di hari Senin, percayalah, itu adalah waktu yang paling sibuk di Seirios. Jika tidak bersiap-siap dari pagi, lebih dulu menunggu di halte depan asrama, dijamin sampai beberapa menit berlalu pun tidak akan kebagian bus.“Jadi, masih belum mau cerita gimana caranya tadi malam lo bisa sampai di asrama?” tanya Grace masih berupaya mengorek informasi.
Hampir satu bulan lamanya bolak-balik gedung jurusan, baru pertama kali ini Chloe datang ke ruang himpunan yang terletak di taman belakang gedung, dan rupanya pemandangan taman belakang menarik juga. Mengingatkan Chloe dengan toko bunga milik orang tuanya, meskipun sebenarnya di taman belakang tidak ada bunga-bunga.Jika Chloe berniat untuk mendeskripsikan, kurang lebih seperti ini: areanya lumayan luas, berbentuk persegi panjang yang memanjang sepanjang gedung jurusan, di bagian tengahnya terdapat kolam bundar berisikan beberapa ikan koi juga air mancur kecil, terdapat pula jalan setapak di antara rerumputan hijau di sekitar kolam, dua buah pohon rindang—dimana sudah terdapat beberapa orang yang merebahkan diri di bawahnya ataupun sekadar duduk berselonjor kaki sambil bersenda gurau—sementara di pinggirannya terdapat dua buah gazebo berukuran sedang, lalu bangunan koperasi, kantin kecil,
“Aku ingat sekarang. Benar, kan?” tanya Chloe memajukan badannya ke arah Alex. Mata bulatnya makin mengembang setelah berhasil mengingat siapakah Alex.Alex memberengut. “Ya, tapi yang diingat jangan bagian itunya dong. Kan masih banyak peran lainnya yang gue mainin,” gerutunya bersandar pada sandaran kursi kayu. Pura-pura membenarkan posisi kacamata saat salah seorang pelayan coffee shop datang membawa minuman Chloe.“Makasih,” ujar Chloe tersenyum seraya menerima cup plastik berisikan minuman iced caramel macchiato yang sebelumnya dia pesan. “Soalnya emang cuma
Cih! Ingin meminta maaf katanya? Sekaligus meminta Chloe untuk tidak marah lagi pada Juan? Enak saja, batin Chloe menggerutu. Tidak semudah itu.Bisa-bisanya dengan mudah Alex mengucapkan kata maaf setelah membuat Chloe menanggung malu seumur hidup. Memang laki-laki itu tidak bisa mengerti bagaimana perasaan perempuan. Terutama Juan. Keduanya sama saja. Suka mengobral kata maaf. Menganggap kejadian malam itu seperti tidak ada apa-apanya.Lantas, lihat sekarang. Enak, kan, dibuat panik? Biar Alex itu merasakan bagaimana rasanya ketika rahasia yang telah ditutup rapat-rapat olehnya diketahui oleh orang lain di tempat umum. Yah, meski itu belum sebanding dengan apa yang Chloe rasakan, tapi Chloe cukup puas mengerjainya.
Mau tak mau Chloe datang menghampiri Juan demi menuntaskan rasa penasarannya yang sudah telanjur terpancing. Juan pun sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Membiarkan Chloe masuk tanpa perlu repot-repot membuka pintu.Awalnya Chloe mengira Juan sudah langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya, tapi ternyata dia masih sibuk mengecek ponsel. Chloe hendak lanjut melangkah setelah sempat berhenti di ambang pintu, tapi pergerakan Juan setelahnya entah kenapa membuat Chloe mengurungkan niatnya itu. Juan dengan santai melempar ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian melepas hoodie yang dipakai. Sempat membuat Chloe berdengap, dikarenakan berpikir Juan tidak sedang mengenakan apa pun lagi di balik hoodie-nya, tapi ternyata di
Beberapa minggu kemudian.Alex dan Grace benar. Chloe harus bangkit dan harus berpikir positif. Terlebih semakin bertambahnya hari, semakin banyak pula kemajuan kabar yang diberikan oleh Alex. Chloe harus yakin bahwa Juan akan kembali. Meski terkadang rasa rindu benar-benar menguras air matanya, tapi Chloe bisa menghadapinya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Tidak peduli celotehan dan celetukan yang tak enak didengar berseliweran di telinga kanan dan kirinya. Chloe berusaha mengabaikan itu semua.Namun, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berangsur waswas ketika tahu waktu satu bulan akan usai. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah menggerayangi pikirannya kini kembali bermunculan. Bagaimana jika bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuat Juan kembali? Bagaimana jika Juan sungguh-sungguh tidak kembali? Bagaimana jika Chloe di
"Chloe, ayo dong. Lo jangan terus-terusan nangis begini. Gue harus lakuin apa biar seenggaknya lo berhenti nangis, lo bangun dari tempat tidur, dan yang paling penting … lo mau makan."Grace sudah tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Chloe yang benar-benar kacau. Tidak mau makan. Tidak mau kuliah pula. Terlebih ketika dirinya tahu ada banyak orang yang menyalahkan dirinya atas kepergian Juan.Selang dua hari tanpa tanda-tanda kehadiran Juan di ruang kuliah, Alex mau tak mau mengirimkan surat permohonan pengunduran diri Juan sebagai dosen Seirios dikarenakan suatu hal yang mendesak, dimana Alex sengaja tidak menyebutkan detail alasannya. Mulai saat itu timbul banyak spekulasi yang semuanya menjurus pada satu sumber, yaitu Chloe. Orang-orang mulai menyangkutpautkan kepergian Juan yang tiba-tiba dengan Chloe. Lebih tepatnya dengan hub
Aneh. Tidak biasanya Juan pergi begitu lama. Memang Chloe tidak sedang menunggu Juan di suatu tempat. Chloe hanya sedang menunggu kabar dari lelaki itu sejak siang tadi. Sejak dimana Juan memberikan Chloe kejutan yang sungguh-sungguh membuatnya terkejut, bahkan hingga sekarang masih terasa bagaimana rasanya. Memang baru berjalan beberapa jam, tapi tetap saja tidak biasanya Juan mengabaikan Chloe begitu lama hanya karena sedang pergi menemui Alex.Chloe bolak-balik mengecek ponselnya sambil berbaring di atas tempat tidur.Chloe : Apa obrolan kalian sangat penting?Akhirnya Chloe bertanya itu dan chat tersebut tampaknya tidak benar-benar terkirim, sebab masih tertanda ceklis satu. Benar-benar an
Juan melangkah santai melewati pintu Gedung Malaikat Maut usai mengantarkan satu arwah di siang hari yang terik. Berjalan melenggang tanpa tau apa yang terjadi. Bahkan beberapa pasang mata yang memperhatikannya di lobi gedung pun tidak cukup membuatnya terusik.Tak jauh di depannya, Alex berjalan menghampiri. Bola matanya bergulir memandangi Juan dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kenapa?" tanya Juan tak paham. "Jangan ikut-ikutan yang lain. Lihat gue kayak lihat siapa aja," cetusnya.Alex menatap dengan tatapan kosong."Ju …," panggilnya. "Lo … ada yang cari lo."Juan mengernyit. "Siapa?"Tiba-tiba saja dua sosok berjubah dan bertudung hitam yan
Pak Juan : Chloe, saya ada penjemputan. Sepertinya kamu harus makan siang sendiri hari ini.Tidak boleh mengeluh, pikir Chloe. Menjemput arwah adalah tugas utama Juan, Chloe tidak bisa melarangnya. Lagi pula, apa bisa Chloe yang merupakan seorang manusia ini melarang malaikat maut menjemput arwahnya? Sekilas sempat terpikirkan juga oleh Chloe bagaimana jika malaikat maut tidak datang untuk menjemput arwahnya? Apa malaikat maut tersebut akan dihukum? Hukuman macam apa yang bisa diterima malaikat maut?Chloe bersama dengan beberapa mahasiswa lainnya menyudahi agenda pertemuan dengan dosen pembimbing akademik sebelum memasuki semester baru. Menerima wejangan dari sang dosen untuk mengambil mata kuliah yang diajar oleh dosen selain Juan, seperti yang pernah Juan katakan. Namun, tidak ja
Sejak saat itu, Chloe merasa bahwa hidupnya telah benar-benar berubah. Memiliki Juan tentunya merupakan satu dari sekian banyak hal mustahil, yang justru membuat Chloe merasakan bahwa sebenarnya tidak ada hal yang mustahil. Tidak peduli orang-orang membicarakan hubungannya seperti apa, yang terpenting dirinya dan Juan menjalani atas dasar suka sama suka. Bahkan lebih dari itu. Tidak ada paksaan dan tidak ada setting-an.“Chloe, bagaimana kalau saya tiba-tiba menghilang?”Dari posisi kepala bersandar di kursi mobil, Chloe sontak menoleh. Kepalanya bergulir dari pemandangan laut—di kala malam hari yang ada di sampingnya—kemudian ke arah Juan.“Apa maksudnya Pak Juan tanya begitu?” tanya Chloe. &ld
Berpikir bahwa semua ini telah selesai? Tentu saja belum.Di saat cerita-cerita dalam film yang penuh drama seperti ini kebanyakan berakhir dengan bahagia, cerita dalam hubungan Chloe dan Juan ini justru rasa-rasanya tidak ingin ada kebahagiaan. Sebab sekalinya kebahagiaan itu datang, kesedihan akan dengan cepat mengambil alih. Bagaimana tidak? Di saat Chloe bahagia, Juan justru menghilang darinya. Bahkan dengan terpaksa diam-diam Juan berharap jangan pernah Chloe mengungkapkan kebahagiaannya.Setelah mengetahui kenyataan bahwa sang iblis telah menerima hukuman akibat tindakannya, Chloe akhirnya kembali menjalani hari-harinya seperti biasa. Melihatnya kembali ceria sepanjang waktu—hingga lewat beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan—memberikan kebahagiaan tersendiri untuk Juan."Paling nanti
Setelah satu hari izin tidak menghadiri kuliah dikarenakan kondisi yang masih belum memungkinkan, akhirnya hari yang tidak ditunggu-tunggu Chloe pun tiba.Di sepanjang perjalanan dari lobi gedung jurusan hingga ke lantai ruang kuliah, tak henti-hentinya bisikan, gumaman, serta sorot mata tajam mengiringi langkah Chloe. Grace yang ikut berjalan di sebelahnya pun sampai menengok ke kanan juga ke kiri untuk paling tidak memberi isyarat pada para penggosip agar menghentikan kegiatan tidak penting mereka. Tampaknya, berita terkait hubungan sahabatnya dengan sang dosen benar-benar sudah tersebar dengan begitu cepat ke seantero Seirios.“Ya udah sih. Udah ngga bakal dilirik sama Pak Juan, terus bisa apa? Mereka mau apa?” gerutu Grace saat berada di dalam lift. Chloe yang dihadapi dengan situasi semacam itu, Grace-lah yang geram.