"Bahkan kalian mencemo'ohku dengan kebahagian ini."Angel ingin melontarkan perkataan tersebut dengan keras, namun ketika melihat wajah kecil imut di atas pangkuan sang wanita, tangan Angel yang hendak melakukan tindakan ekstrim, kepada sepasang muda-mudi di sana terjeda sejenak. Dan sedetik kemudian, berbalik arah fokus lain, untuk menyentuh pucuk kepala kecil itu dengan lembut.Bibir Angel, berusaha menyunggingkan senyuman lembut untuk sosok mungil dan gemoy di sana.Namun, dengan kemelut yang berusaha di redam dalam hati, hal itu tidak mencapai ke dasar mata dan rasa.Bagaimanapun, ia masih memiliki keburukan dengan kebencian untuk sosok orang lain di dalamnya, bagaimana akan mampu merilis sebuah ketulusan.Jujur, saat ini Ia juga merasa takut atas pemikiran sendiri, ketika mengingat tindakannya yang tidak relevan beberapa detik lalu. Bagaimana ia bisa melihat sosok orang lain, dalam diri orang yang berbeda."Tante juga mau beli nasi goleng?." Tanya bocah kecil itu, dengan suaranya
Beberapa saat sebelum Angel keluar dari kamar, untuk mencari makan malam.Bagas yang di penuhi oleh rasa bersalah, masih berdiri di depan pintu kamar sang istri, hingga suara tangisan tak terdengar lagi. Pria tersebut bahkan masih terus berdiri di sana hingga beberapa menit setelahnya.Ia hanya diam mematung, termenung dan bergulat dengan hati dan pikiran sendiri, tidak mengetuk pintu, atau juga kembali masuk untuk memastikan kondisi sang Angel di dalam kamar.Sejak kapan air mata yang sempat meleleh dari manik mata miliknya mengering, dirinya sendiri juga tidak menyadari.Untuk waktu yang terlewati di depan ruangan kamar, ia tidak merasakan bahwa semuanya adalah salah dan teraniaya.Mungkin, ia memang patut melakukan hal tersebut, atau memang sengaja di lakukan untuk sedikit mengurangi rasa bersalah dalam hati.Entahlah, apa yang teronggok di pikiran Bagas sekarang, yang jelas dia di sana masih diam tak bergeming. Hingga sebuah lengkungan kecil muncul di bibirnya, balutan sorot mata
Waktu bergulir tidak menunggu siapapun, bahkan jika itu untuk sosok yang tengah gelisah, akibat pertengkaran di ruang makan beberapa saat yang lalu.Ia dia adalah Vanessa, yang tidak bisa tidur hingga pukul satu malam, wanita itu masih memikirkan perkataan Anggara saat di meja makan.°^ Flash back on. ^°Anggara yang datang kemeja makan setelah kehadiran Hariadi dan Nadia, tampak acuh kepada keduanya.Bukan hal yang aneh itu di lakukan oleh sosok dirinya di sana, mengingat selama ini ia memang tidak pernah bersikap manis kepada mereka.Akan tetapi, ketika pria tersebut telah mendudukkan tubuh, wajah tampannya sedikit mengernyit manakala manik mata miliknya, tak sengaja menangkap sosok kedua orang di depannya.Hariadi yang melihat ekspresi itu menghentikan gerak sendok makan yang ia pegang, dan bertanya. "Ada apa?."Anggara yang memahami pertanyaan barusan, masih meneruskan gerakan tangan untuk membalik piring makan di depanny
Namun, yang jelas wanita itu untuk sejenak lalu berubah menjadi macan betina garang, dan dalam detik berikutnya menjadi domba kecil di depan serigala.Melihat Anggara yang demikian, Nadia dengan cepat berlari kearah Vanessa. Dan dengan wajah yang penuh permohonan, ia memberanikan diri membuka suara ."Jangan dengarkan omong kosongnya, aku tidak akan menghabiskan uang siapapun, bahkan jika itu di berikan kepadaku, hanya ku belanjakan untuk kebutuhan kita saja." Wanita itu seperti domba lain di depan Anggara, dan Hariadi menjadi kesal melihat semuanya.Bagaimana dirinya dapat memiliki keluarga seperti ini, seorang ibu tanpa setatus di mata putranya, dan seorang suami yang selalu di takuti oleh sang istri.Hariadi ingin meninggalkan ruangan tersebut, dan tak ingin mendengar apapun di sana.Bukan karena ia takut kepada sosok Anggara, namun lebih tetap nya, jika dirinya ingin semuanya cepat berlalu, maka ia tetap diam dan bungkam, atau akan ada kemelut yang jauh lebih panjang. Dan tentu sa
Vanessa tidak bisa tidur hingga pukul satu malam, karena memikirkan perkataan Anggara saat di meja makan.Ia mengingat kembali setiap detil tentang peristiwa kelahirannya yang di ceritakan oleh bik karti, pelayan tua yang telah lebih dari puluhan tahun melayani di keluarga itu.Serta menggabungkan tanggal kematian dari sosok ibu dari Anggara dan tanggal pernikahan kedua orang tuanya. Ia semakin kebingungan, manakala semuanya tampak wajar dan tidak menemukan hal mencurigakan sama sekali.Lalu, mengingat kebencian yang di tunjukkan oleh sosok sang kakak, dan reaksi, serta sikapnya selama ini itu juga benar adanya.Lalu dimana letak penghianatan dan keburukan, yang di lebel kan untuk sosok sang ibu dan ayahnya.Wanita itu kehabisan akal, serta ide. Dan pada akhirnya tak dapat tidur hingga pagi.............................Sementara, di sisi tengah kota yang gemerlap, dalam hitungan waktu yang hampir bersamaan.Anggara menggeliat di atas ranjang empuk, dengan seprei putih yang berantakan
Jam gaya kuno di ruang tamu rumah Angel, berbunyi nyaring pagi ini, dan dari nada yang terdengar adalah dentingan enam kali.Suaranya yang nyaring, mampu membangunkan dua sosok tubuh yang masih bergulat dengan bantal dan selimut, pada dua ruang yang berbeda.Bagas, yang masih memiliki tanggung jawab sebuah pertemuan jam 1 siang nanti, dan beberapa pekerjaan di kantor, segera bangun dan duduk di tepi ranjang. Ia mengambil ponsel yang di letakkan di atas meja, dan melihat ke layar benda tersebut."Jam enam." Gumamnya lirih.Dengan wajah yang masih kuyu, pria tersebut bangkit dari sana, dan menuju kamar mandi di bagian luar ruang kamar tidur yang ia tempati.Maklum hanya kamar utama yang di gunakan Angel sajalah, tersedia kamar mandi dalam ruangan.Untuk selebihnya, 2 kamar lain termasuk kamar belakang, yang dulu di tempati sepupu jauh Angel yang pernah datang ke kota untuk kuliah, juga harus menggunakan kamar mandi di dekat dapur.Bagas menyelesaikan ritual bersih-bersih diri, dan berpa
Dalam hal ini, Angel berpikir terlalu naif, dan dirinya telah di hitung dengan baik oleh Vanessa.Meskipun ajakan tersebut di tolaknya dengan baik, karena mengingat status sang wanita bukanlah sebuah hal yang dapat ia jangkau. Dan tentu saja alasan utamanya adalah, ia ingin menghindari sebuah pergunjingan kedepannya, lantaran berhubungan baik dengan orang dalam.Namun, rupanya Angel berpikir terlalu banyak. Ia tidak menyadari bahwa sosok yang di anggap ramah serta baik, adalah hantu rumah tangga miliknya yang ia benci dari dasar hati. Bahkan tawaran serta ramah-tamah yang di berikan, sudah termasuk dalam agenda Vanessa untuk dirinya. Sungguh Angel terlalu mengambil diri sendiri tinggi, di kala itu.Vanessa memang memiliki tujuan tersendiri dengan datang dan menyapa Angel. Bahkan yang lebih miris lagi, sosok Vanessa sengaja datang kesana secara langsung, demi untuk berurusan dengannya.Bukan hanya tidak waspada, ia justru secara mengalir mengikuti
Dari kebohongan kecil yang di lakukan diri sendiri, kini semakin membesar dengan melibatkan kedua orang tuanya, bahkan sosok Nadia dan satu rekannya lagi juga harus di tambahkan dalam hitungan. Kembali saat di daerah pembangunan hunian milik APC.Bagas yang tidak mengerti, bahwa dirinya tengah menjadi bagian dari rencana Vanessa menghitung sang istri, dengan sabar menemani wanita itu kesana.Ia berpikir bahwa tidak salah dengan hal tersebut, karena telah memutuskan untuk fokus pada Angel saja, serta mencurahkan sedikit perhatian untuk sang calon anak dalam perut. Jadi sudah sewajarnya ia harus mengetahui di mana tempat tinggal mereka. Bagaimanapun itu memang bayi dan darah daging dari tubuh sendiri.Di tambah lagi, dengan perut Vanessa yang terlihat semakin membesar, Bagas mengerti bahwa dalam kondisi yang demikian, wanita tersebut harus memerlukan dampingan. Bagas berpikir sah-sah saja, menemani datang kesana sekedar untuk melihat
"Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah
"Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t
" Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan."Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dan sontak ruangan menjadi hening, bahkan Angel yang beberapa saat lalu hendak mencari lubang sembunyi, ikut terkejut serta merasa gugup. "Maaf tuan, saya sudah lancang." Jawab sang pelayan dengan rau
"Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret
"Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel
"Jangan khawatir di jamin bapak akan kembali bugar, dan tenaga yang terkuras akan terisi kembali." Ucap Angel ringan. Tak ada maksud apapun dari perkataan yang meluncur, ia hanya ingin menyampaikan kepedulian secara transparan apa adanya, tentu saja tulus perduli sebagai seorang sekertaris pribadi. Namun dalam penerimaan Anggara jelas sangat berbeda, pria tersebut diam sejenak berusaha untuk mencari penjabaran baik dari inti perkataan barusan. Akan tetapi semakin di cermati kalimat tersebut, semakin jelas kekesalan hatinya. "Apa wanita ini sedang meragukan kemampuanku?", Kurang lebih demikian pemikiran Anggara. Ia menatap wanita di depannya dengan tajam sembari bertanya. "Apa maksudmu?". "Apa ini lelucon?." Sambungnya dalam hati. Seolah tidak mendengar, Angel tidak menjawab dan masih fokus pada dasi di lehernya. "Sudah pak." Ucap wanita itu setelah selesai membantu memakaikan dasi. "Apa menurutmu aku lemah?." Tanya Anggara lagi dengan nada dalam, serta wajah yang se
"Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha
Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan
"Njel...Apa kau percaya jika ku katakan aku tertarik kepadamu?."Angel terdiam sejenak, menatap wajah di depannya dengan sedikit raut terkejut. "Apa yang kudengar barusan?." Kurang lebih demikian makna dari diamnya.Tetapi ketika mengingat siapa Anggara, dan bagaimana kebiasaannya berhubungan dengan wanita, Angel kembali tenang dan bersikap wajar. Wanita itu mengangguk serta kembali menampilkan senyum kecil, sebelum menjawab dengan ringan. "Ya pak." Sekarang, giliran Anggara yang terdiam dan menatap serius wajah Angel dengan sorot mata tak percaya, bahkan secara reflek pria itu mengulangi perkataannya kembali. "Kubilang aku tertarik kepadamu, apa kau percaya?."Ada rasa ragu dalam baris kalimat kali ini, seperti rasa enggan, heran, dan mungkin sedikit campuran rasa "aneh" yang tak di mengerti sebabnya. Namun kapan seorang Anggara akan menjaga perkataan dan tindakan.Pria tersebut justru menatap sosok cantik di depannya lebih cermat. Sedetik kemudian, gejolak rasa ingin tahu serta se