"Baby, bicaralah. Aku benar-benar minta maaf, tadi terlalu bersemangat sehingga tidak dapat mengontrol ucapan." Entah untuk yang keberapa kalinya Ezra mengucapkan kata maaf, tetapi Poppy tidak juga menanggapinya. Sehingga membuat Ezra bingung harus berbuat apa. Oh, ayolah! Mereka masih pengantin baru, tetapi malah bertengkar seperti ini."Baby, bicaralah. Aku berjanji tidak akan mengungkit hal-hal yang tidak perlu," ujar Ezra penuh keyakinan. Andai tahu akan dimusuhi seperti ini oleh sang istri, jelas Ezra tidak akan mengatakannya. Meski memang ia yang tidak dapat mengontrol diri."Kau janji?" tanya Poppy setelah membisu untuk beberapa saat. Dengan cepat Ezra mengangguk. "Iya, aku berjanji! Tadi adalah yang terakhir, dan mulai sekarang aku tidak akan mengungkit tentang masa lalumu dengannya terlebih masalah ranjang!" Poppy mendengus, diingatkan lagi membuatnya kesal. Namun, kali ini ia memilih abai. Terlebih karena Ezra sudah meminta maaf. "Baby," panggil Ezra karena Poppy tidak
"Ezra!" Poppy memekik dengan mata yang terpejam, sedangkan tangannya terkepal kuat. Wanita itu benar-benar kesal karena Ezra sudah mengerjainya. Padahal ia sudah takut setengah mati! "Hahaha ... hahahha ...." Ezra malah teetawa terbahak-bahak melihat Poppy yang kesal. Ia senang karena berhasil mengerjai istrinya. "Kau menyebalkan!" cetus Poppy mendelik kesal.Tidak langsung menyahut, Ezra malah terus tertawa yang membuat Poppy semakin kesal."Berhenti menertawakanku!" Wanita itu menatap Ezra dengan tajam, sehingga dengan perlahan tawa pria itu mulai hilang. Berdeham pelan, Ezra akhirnya berhasil menguasi diri agar tidak lagi tertawa. Pria itu membalas tatapan Poppy yang tajam dengan jenaka. "Kau menggemaskan tadi!" ujar Ezra yang langsung dibalas dengkusan oleh Poppy. "Aku begitu khawatir tadi! Kau benar-benar menyebalkan." "Kau sendiri tadi sangat menyebalkan! Mengerjaiku dengan membuat aku kaget. Bagaimana kalau aku ini memiliki penyakit jantung, hemm?" Meringis kecil, Popp
Ezra yang sudah selesai dengan urusannya lantas keluar dari ruang kerja. Pria itu langsung ke kamar, tetapi tidak menemukan Poppy di sana. Sehingga mengundang rasa takut, andai Poppy tiba-tiba berubah pikiran dan pergi dark hidupnya. "Baby ...!" panggil Ezra, tetapi tidak mendapatkan sahutan dari orang yang bersangkutan. "Baby," panggil pria itu lagi. Mata tajamnnya memindai setiap sudut ruangan. Hingga fokusnya tertuju pada pintu balkon yang sedikit terbuka. Segera saja Esra ke sana karena yakin betul tadi ia menguncinya pintunya, tetapi sekarang tiba-tiba saja terbuka. "Syukurlah," gumam Ezra.Terdengar embusan napas lega karena yang ditakutkan tidak terjadi. Pria menghampiri Poppy yang tidur meringkuk di sofa lalu membenahi posisi tidurnya . Perlahan kepala Poppy diangkat bersamaan dengan ia yang duduk lalu menaruh kepala sang istri di pangkuannya. "Bukankah seperti ini lebih nyaman?" gumamnya. Ezra menatap lurus ke depan lalu mengembuskan napasnya dengan panjang. Setelahnya
"Honey, maafkan aku." Poppy menatap Ezra dengan raut wajah bersalah. Bagaimana tidak ketika ia sudah mengatakan akan memasak, tetapi tidak ada bahan yang dapat dimasak! Ezra yang sedang memakai celananya pun terkekeh. "Kenapa minta maaf? Kita bisa membeli untuk pagi ini! Lagipula aku juga salah karena tidak mengatakannya tadi, padahal aku sudah mengetahuinya kemarin." "Jadi kau tidak marah?" "Untuk apa aku marah?" Ezra menggeleng pelan sambil mengulum senyum.Pria itu jadi ragu dengan diagnosa dokter tentang kesahatan Poppy. Apakah istrinya ini jadi berubah karena benturan itu? Poppy berubah jadi manis, dan menggemaskan! Biasanya wanita itu kadang bersikap galak padanya. "Ya, karena---""Sudahlah, tidak perlu dibahas." Ezra memotong ucapan Poppy yang membuat wanita itu bungkam. "Lebih baik sekarang kau bantu aku untuk memakai kemeja," sambungnya. "Ya sudah." Wanita itu mengambil kemeja lalu dipasangkan pada tubuh Ezra yang atletis. Setelahnya ia juga memasangkan kancing dan da
"Jangan ke mana-mana, tetaplah di sini." Ezra mewanti-wanti saat ia akan berangkat ke kantor. "Iya, Honey. Aku akan mengingat semua pesanmu," balas Poppy yang membuat Ezra mengacungkan jempolnya. "Baiklah, karena kau sudah berjanji. Aku jadi tenang sekarang," ujar Ezra lantas mendaratkan kecupan di kening wanita itu cukup lama. "Sejujurnya ini sangat berat. Sebagai pengantin baru harusnya aku tidak usah bekerja, tapi aku masih memiliki keperluan lain." Ezra mengeluh kala ia sudah menjauhkan wajahnya."Bersabarlah, aku akan menunggumu dengan setia di sini." Poppy mencoba membesarkan hati Ezra, meski sejujurnya ia pun merasakan hal yang sama.Wanita itu juga berat karena harus ditinggal Ezra. Andai bisa ikut ke kantor seperti dulu, tentu ia akan melakukannya. Hanya saja ... Ezra melarangnya ke kantor. Sehingga yang bisa Poppy lakukan adalah menunggu. Ezra mengangguk sambil tersenyum tipis, sedangkan matanya memancarkan cinta yang teramat."Kalau begitu aku pergi.""Hemm, kau berhat
Rexi menelan ludahnya kasar kala Kevin terus menatapnya dan tidak membalas pertanyaannya. Ada sesal dalam diri karena tidak sudah lancang bicara seperti itu tadi. Sehingga tangannya dengan refleks memukul mulutnya. "Bodoh!" umpatnya. Kevin menaikkan satu alisnya. Menatap Rexi dengan heran. "Kenapa kau memukul bibirmu sendiri?" tanya pria itu. Tergagap, Rexi hanya mampu meringis kecil. Sementara Kevin malah terkekeh melihat reaksi Rexi. Entah mengapa, bagi Kevin itu sangat menggemaskan. "Tadi kau bilang tidak baik jika saya mengkonsumsi makanan yang manis, memangnya kenapa?" tanya Kevin lagi karena pertanyaan sebelumnya tidak mendapatkan jawaban dari Rexi. "Iya, Pak. Bukan cuman sakit gigi, tapi nanti malah diabetes.""Tapi saya membutuhkan yang manis agar semangat mengerjakan tugas yang tidak ada habisnya," ujar Kevin membuat Rexi bingung. "Kalau begitu saya tidak bisa berkomentar, Pak. Mohon maaf," ucap Rexi merasa bersalah. Bagaimanapun Rexi tidak dapat memberikan solusi jika
"Aku ingin memberikan kejutan untuk Poppy," ujar Ezra setelah Belinda mendesaknya untuk bercerita."Jadi kau sengaja tidak mengatakannya?""Iya, Nek. Jadi aku ke sini untuk memintamu bekerja sama denganku, Nek!""Kerja sama macam apa?" tanya Belinda mulai serius.Wanita paruh baya itu duduk di bangku taman karena kakinya sudah tidak kuat jika berdiri terlalu lama. Sehingga Ezra segera melakukan hal yang sama untuk menghormati neneknya."Aku kurang paham tentang konsep pernikahan. Jadi aku ingin menyerahkan hal itu kepadamu, Nek.""Kalau hal seperti itu Nenek bisa melakukannya." Belinda menyanggupi, terlebih yang akan menikah itu cucunya. Sehingga ia dengan suka rela akan ikut andil dalam resepsi pernikahan ini.Ezra senang mendengarnya. "Terima kasih, Nek. Kau memang bisa diandalkan!"Wanita tua itu mencebik mendengar pujian Ezra. "Kalau ada maunya saja, kau memuji nenek!"Menyengir kuda, pria itu tidak bisa mengelak karena yang diucapkan Belinda tidak sepenuhnya salah. Ia jarang seka
"Apakah hari ini kau akan pulang terlambat juga?" tanya Ezra ketika ia mengantarkan Ezra yang akan berangkat bekerja.Pria itu mengiris kecil, karena tahu betul jika Poppy sedang menyindirnya. Hal itu karena kemarin pun ia sudah kembali pulang terlambat! Sehingga mengundang kekesalan bagi Poppy yang akhir-akhir ini begitu sensitif. Entahlah, Ezra sendiri heran kenapa istrinya jadi seperti itu. Mungkinkah karena Poppy ...? "Aku janji, malam ini akan pulang tepat waktu." "Benarkah?" Poppy memincing tajam, karena tidak yakin dengan ucapan Ezra. "Ya, aku akan mengusahakannya!" "Ck! Artinya belum tentu kau akan pulang tepat waktu." Poppy mendengus sebal. "Baby, maafkan aku." Ezra jadi merasa tidak enak, tetapi ia harus bertahan karena kejutannya akan dilakukan besok! "Hemm, aku bukan istri pendendam. Jadi aku memaafkanmu asal kau tidak mengulanginya lagi." Ezra mengangguk saja agar Poppy tidak terus merengek. Untuk pembuktiannya, kita lihat saja nanti. "Kau janji?" "Iya, aku jan
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t