Rexi mondar-mandir di kamar mandi. Wanita itu baru saja menyelesaikan mandi, tetapi lupa membawa pakaian ganti.Memang biasanya seperti itu. Hanya saja, pagi ini ada Kevin! Iya, tadi malam dengan alasan lelah dan hujan. Kevin meminta izin untuk menginap di kontrakan Rexi. Tentu saja Rexi yang tidak enak hati pun mengizinkan. Dengan syarat jika pria itu tidur di sofa ruang tengah, karena kontrakan tempat tinggalnya hanya memiliki satu kamar. Jelas Kevin tidak akan menyia-nyiakan kesemapatan ini. Meski pria itu harus rela tidur di sofa keras, tetapi tidak masalah asal ia bisa berdekatan dengan wanita yang sudah mencuri hatinya. Ya ... Kevin mengakui jika setelah perhatian kecil tidak disengaja oleh Rexi membuatnya terbawa perasaan! "Bagaimana ini, apa aku pakai baju yang tadi saja ya?" Rexi menimbang-nimbang sambil mengigit kuku ibu jarinya.Setelah cukup lama berpikir, akhirnya wanita itu memutuskan untuk keluar dengan memakai pakaian kotor. "Ini lebih baik dari pada hanya memakai
Kevin bahkan bukan kekasih Rexi, tetapi pria itu menatap Rexi dengan penuh selidik. Ada yang mengganjal dalam hatinya, ia menunggu dengan perasaan was-was. "Rexi, jawab pertanyaanku.""Aku tidak paham dengan pertanyaanmu, lebih baik melihat ke depan. Aku tidak ingin terjadi sesuatu karena kau yang tidak fokus melihat ke depan!" Kalimat panjang lebar Rexi membuat Kevin mendengus sebal. Pria itu sudah menunggu dengan cemas, tetapi ternyata Rexi tidak paham."Ck!" Tidak lagi bicara, Kevin menuruti perintah Rexi. Sehingga suasana menjadi canggung.Sementara di lain tempat, lebih tepatnya di hotel tempat Ezra dan Poppy menginap.Dua sejoli itu bener-bener sedang kasmaran. Mereka bahkan makan saling menyuapi dengan sorot mata yang memancarkan cinta dari keduanya. "Aku tidak menyangka, menikah ternyata semenyenangkan ini!" cetus Ezra setelah menelan makanannya."Ya, menikah memang menyenangkan. Tapi itu untuk mereka yang mendapatkan orang tepat!" Kedua alis Ezra saling bertautan mendeng
Pada akhirnya Keenan hanya diam di mobil sambil meratapi nasibnya yang sial. Hingga ....Drttt ... drtt ... dertt ....Ponsel Keenan berbunyi yang membuat pria itu lekas menegakkan tubuhnya. Awalnya ingin diabaikan, tetapi lama-lama panggilannya tidak kunjung berhenti. Sehingga pada akhirnya Keenan memilih mengangkatnya juga. Terlihat nama Jacky yang meneleponnya--seorang teman sejawat yang memiliki peran penting di salah satu rumah sakit pinggir kota.Karenanya Keenan tampak semangat saat melihatnya. "Halo, Jacky!" "Keenan, kau lama sekali! Aku hampir lumutan menunggumu menerima panggilanku," ujar Jacky yang ada di seberang sana. Tentu hal itu membuat Keenan jadi tidak enak. Terlebih ia sudah meminta bantuan padanya ...."Maafkan aku. Aku sedang menyetir," terang Keenan dengan berdusta. Pria itu itu memang berada di depan kemudi, tetapi yang dilakukannya sejak tadi hanyalah bengong. "Baiklah, aku memaklumi. Lantas, apa sekarang aku menganggumu?" Terdengar jika Jacky merasa tidak
“Jadi kalian mau berangkat sekarang?” Belinda menatap Ezra dan Poppy secara bergantian.Pasangan pengantin baru itu baru saja mengunjungi kediaman Belinda. Mereka meminta restu karena akan berangkat ke luar negeri untuk berbulan madu.Sehingga Belinda merasa terkejut karena begitu mendadak.“Iya, Nek.” Ezra membenarkan yang semakin membuat Belinda geleng-geleng.“Apa tidak sebaiknya ditunda saja? Kalian bahkan baru tiba, tetapi sudah akan pergi lagi.” Belinda tampaknya keberatan, bagaimanapun ia ingin berkumpul dengan cucu dan cucu menantunya setelah Ezra dan Poppy resmi menikah.Namun, sepertinya harapan itu tidak terkabul karena Ezra tetap kukuh ingin berangkat sekarang. Berbeda dengan Poppy yang mengikuti keputusan Ezra.“Tidak, Nek. Aku tidak akan menundanya!”Wanita tua itu mendengus sebal. “Ck! Bahkan hanya sehari.” “Tentu! Bukankah kau menginginkan cicit? Aku akan mengabulkannya untukmu. Selagi aku dan Poppy sedang dalam kondisi prima, aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin!”
"Apa masih lama?" tanya Poppy kepada Ezra yang sejak tadi tidak bosan memainkan rambutnya."Hemm, sekitar dua jam lagi.""Aah, ternyata masih lama." Poppy mendesah pelan lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Melihat itu lantas membuat Ezra terkekeh kecil. Ia menarik Poppy agar bersandar pada bahunya yang kokoh. "Kau tidurlah, ini tidak akan terasa lama." "Tapi aku tidak mengantuk. Kau tahu sendiri kalau aku baru saja bangun tadi!""Kau selalu mengatakan itu, tetapi pada akhirnya tetap tidur juga!" Pria itu kembali terkekeh saat berseloroh membuat Poppy mencebik sebal.Wanita itu ingin membalas, tetapi ucapan Ezra tidaklah salah! Iya, beberapa kali Poppy mengatakan itu dan berakhir dengan ia yang malah tidur. Ezra yang melihat kekesalan istrinya malah senang. Pria itu berniat kembali menggoda, tetapi Poppy sudah lebih dulu berkata, "Baiklah, aku menarik kata-kataku! Sekarang aku akan tidur saja." Setelah mengatakan itu, Poppy benar-benar tidur yang membuat Ezra semaki
Kevin menatap Rexi dengan dalam yang membuat wanita itu jadi salah tingkah. Segera Rexi menegur, karena tidak tahan dengan tatapan Kevin yang menurutnya mematikan."Kevin." "Ah, iya?" Kevin menyahut dengan tergagap. "Ini camilannya, aku harus menaruhnya di mana?" tanya Rexi."Iya, kau taruh saja di meja." "Baiklah." Segera Rexi menyimpan camilan tersebut di atas meja kerja Kevin. Setelahnya Rexi mundur dua langkah. "Apa ada yang kau perlukan lagi?" tanyanya. Dengan gerakan patah-patah Kevin menggeleng. "Ti-tidak, terima kasih." "Baiklah, kalau begitu aku pulang."Tidak menyahut, Kevin malah menatapn Rexi kembali dengan tatapan yang sulit wanita itu artikan. Sementara bibirnya berkedut seolah ingin mengucapkan sesuatu, tetapi begitu sulit dilakukan.Tentu hal itu membuat Rexi bingung. Hanya saja ... wanita itu memilih mengabaikan.Karena tidak mendapatkan sahutan dari Kevin, Rexi lantas kembali bicara, "Aku pulang, kau yang semangat bekerjanya!" Setelah mengatakan itu, Rexi bena
Karena Poppy yang tidak mau bangun, akhirnya Ezra menggendong wanita itu. Sehingga mereka menjadi pusat perhatian di bandara.Sementara Poppy yang merasa tubuhnya melayang pun mendongak, hingga ia baru menyadari jika dirinya benar-benar digendong oleh Ezra. Tentu hal itu membuat Poppy melebarkan mata. "Honey!" pekiknya.Tanpa berhenti melangkah, Ezra menunduk sebentar. "Hemm," sahutnya."Turunkan aku!" pinta Poppy seraya menggerakan kakinya. "Tidak, kau sendiri yang memintaku untuk digendong!" "Kapan aku meminta itu?" Poppy protes, tidak terima dengan tuduhan Ezra."Ck!" Ezra berhenti melangkah lalu menunduk. "Tadi, aku bahkan sudah membangunkanmu! Tapi kau meminta waktu, padahal aku sudah menunggu lama."Meringis kecil, Poppy yang teringat hal itu jadi malu sendiri. "Honey, maafkan aku." "Kau tidak perlu meminta maaf." "Tapi---" "Sudahlah, jangan membahasnya lagi!"Mendesah pelan, Poppy akhirnya mengangguk saja. "Kalau begitu sekarang turunkan aku," pintanya yang tidak dikabulk
Dengan perlahan Ezra menggendong tubuh Poppy yang lemas. Setelahnya ia membawa wanita itu ke kamar lantas merebahkan dengan penuh hati-hati.“Tunggu sebentar, aku akan memanggil dokter dulu.” Saat Ezra akan beranjak untuk mengambil ponselnya, tiba-tiba Poppy menahannya. Sehingga pria itu mengurungkan niat dan kembali duduk di samping sang istri.“Jangan,” pinta Poppy yang membuat Ezra kebingungan. Dengan kedua alis yang saling bertautan, Ezra lantas bertanya, “Kenapa?”“Mungkin aku masih jetlag, jadi tidak memerlukan dokter.” Tidak sependapat dengan Poppy, Ezra menggeleng dengan segera. “Tidak, kau tetap harus diperiksa! Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu.”“Tapi aku baik-baik saja,” ujar Poppy masih kukuh dengan pendiriannya. Mendesah kasar, Ezra mengusap wajahnya lalu kembali menatap wajah pucat sang istri dengan khawatir. Ia ingin sekali memanggil dokter, tetapi permintaan Poppy pun tidak bisa ia abaikan. Terlebih memang kemungkinannya Poppy mengalami jetlag yang berkepanj
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t