"Apa masih lama?" tanya Poppy kepada Ezra yang sejak tadi tidak bosan memainkan rambutnya."Hemm, sekitar dua jam lagi.""Aah, ternyata masih lama." Poppy mendesah pelan lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Melihat itu lantas membuat Ezra terkekeh kecil. Ia menarik Poppy agar bersandar pada bahunya yang kokoh. "Kau tidurlah, ini tidak akan terasa lama." "Tapi aku tidak mengantuk. Kau tahu sendiri kalau aku baru saja bangun tadi!""Kau selalu mengatakan itu, tetapi pada akhirnya tetap tidur juga!" Pria itu kembali terkekeh saat berseloroh membuat Poppy mencebik sebal.Wanita itu ingin membalas, tetapi ucapan Ezra tidaklah salah! Iya, beberapa kali Poppy mengatakan itu dan berakhir dengan ia yang malah tidur. Ezra yang melihat kekesalan istrinya malah senang. Pria itu berniat kembali menggoda, tetapi Poppy sudah lebih dulu berkata, "Baiklah, aku menarik kata-kataku! Sekarang aku akan tidur saja." Setelah mengatakan itu, Poppy benar-benar tidur yang membuat Ezra semaki
Kevin menatap Rexi dengan dalam yang membuat wanita itu jadi salah tingkah. Segera Rexi menegur, karena tidak tahan dengan tatapan Kevin yang menurutnya mematikan."Kevin." "Ah, iya?" Kevin menyahut dengan tergagap. "Ini camilannya, aku harus menaruhnya di mana?" tanya Rexi."Iya, kau taruh saja di meja." "Baiklah." Segera Rexi menyimpan camilan tersebut di atas meja kerja Kevin. Setelahnya Rexi mundur dua langkah. "Apa ada yang kau perlukan lagi?" tanyanya. Dengan gerakan patah-patah Kevin menggeleng. "Ti-tidak, terima kasih." "Baiklah, kalau begitu aku pulang."Tidak menyahut, Kevin malah menatapn Rexi kembali dengan tatapan yang sulit wanita itu artikan. Sementara bibirnya berkedut seolah ingin mengucapkan sesuatu, tetapi begitu sulit dilakukan.Tentu hal itu membuat Rexi bingung. Hanya saja ... wanita itu memilih mengabaikan.Karena tidak mendapatkan sahutan dari Kevin, Rexi lantas kembali bicara, "Aku pulang, kau yang semangat bekerjanya!" Setelah mengatakan itu, Rexi bena
Karena Poppy yang tidak mau bangun, akhirnya Ezra menggendong wanita itu. Sehingga mereka menjadi pusat perhatian di bandara.Sementara Poppy yang merasa tubuhnya melayang pun mendongak, hingga ia baru menyadari jika dirinya benar-benar digendong oleh Ezra. Tentu hal itu membuat Poppy melebarkan mata. "Honey!" pekiknya.Tanpa berhenti melangkah, Ezra menunduk sebentar. "Hemm," sahutnya."Turunkan aku!" pinta Poppy seraya menggerakan kakinya. "Tidak, kau sendiri yang memintaku untuk digendong!" "Kapan aku meminta itu?" Poppy protes, tidak terima dengan tuduhan Ezra."Ck!" Ezra berhenti melangkah lalu menunduk. "Tadi, aku bahkan sudah membangunkanmu! Tapi kau meminta waktu, padahal aku sudah menunggu lama."Meringis kecil, Poppy yang teringat hal itu jadi malu sendiri. "Honey, maafkan aku." "Kau tidak perlu meminta maaf." "Tapi---" "Sudahlah, jangan membahasnya lagi!"Mendesah pelan, Poppy akhirnya mengangguk saja. "Kalau begitu sekarang turunkan aku," pintanya yang tidak dikabulk
Dengan perlahan Ezra menggendong tubuh Poppy yang lemas. Setelahnya ia membawa wanita itu ke kamar lantas merebahkan dengan penuh hati-hati.“Tunggu sebentar, aku akan memanggil dokter dulu.” Saat Ezra akan beranjak untuk mengambil ponselnya, tiba-tiba Poppy menahannya. Sehingga pria itu mengurungkan niat dan kembali duduk di samping sang istri.“Jangan,” pinta Poppy yang membuat Ezra kebingungan. Dengan kedua alis yang saling bertautan, Ezra lantas bertanya, “Kenapa?”“Mungkin aku masih jetlag, jadi tidak memerlukan dokter.” Tidak sependapat dengan Poppy, Ezra menggeleng dengan segera. “Tidak, kau tetap harus diperiksa! Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu.”“Tapi aku baik-baik saja,” ujar Poppy masih kukuh dengan pendiriannya. Mendesah kasar, Ezra mengusap wajahnya lalu kembali menatap wajah pucat sang istri dengan khawatir. Ia ingin sekali memanggil dokter, tetapi permintaan Poppy pun tidak bisa ia abaikan. Terlebih memang kemungkinannya Poppy mengalami jetlag yang berkepanj
Setelah menunggu beberapa saat, sarapan pun tiba. Ezra lantas membantu Poppy untuk bangkit. “Aku baik-baik saja, kau tidak perlu membantuku.” “Tapi—” “Aku benar-benar sudah baik-baik saja,” sela Poppy membuat Ezra akhirnya mengalah. Pria itu tidak ingin kembali ribut, mempermasalahkan hal yang kecil. Sehingga memilih mengalah, selama itu tidak membahayakan Poppy. “Ya sudah, jika itu maumu.” Poppy mengangguk lalu duduk di sofa. Namun, tiba-tiba sebuah benda keras ia duduki yang membuatnya menaikkan satu alisnya. “Kenapa?” tanya Ezra saat melihat raut wajah Poppy. “Aku seperti menduduki sesuatu,” jawab Poppy kembali mengangkat bokongnya lantas melihat apa yang ia duduki. Sebuah botol obat terongok begitu saja yang membuat Ezra melebarkan matanya. Sementara Poppy menatap botol tersebut dengan bingung. Segera Ezra mengambil botol obat tersebut, tetapi Poppy menahannya. “Honey, apa itu?” “Aku tidak tahu,” jawab Ezra tergagap. Wajah pria itu berubah pucat, saking khawatirnya jik
Rumor mengenai Rexi yang tidur di ruangan Kevin menyebar dengan luas. Sehingga membuat kuping Rexi jadi panas.Wanita itu dengan terpaksa menutup telinganya dengan menggunakan headset agar tidak mendengar cuitan tidak mengenakan selama bekerja. Sementara Kevin yang tadi baru bangun dibuat kaget karena teringat dengan ia yang lupa mengantar Rexi pulang. Alhasil pria itu kebat-kebit mencoba menghubungi Rexi. Hanya saja, Kevin tidak berhasil melakukan itu karena nomor ponsel Rexi tidak aktif. Sedangkan saat ia akan menghubungi Rexi melalui telepon kantor, tiba-tiba sekretaris Ezra yang bernama Lily masuk--memberi kabar untuk segera bersiap menghadiri rapat. Alhasil sampai saat ini ia tidak bisa menghubungi Rexi. Kevin juga belum mendengar tentang gosip mengenai dirinya karena ia begitu sibuk. Hingga tiba-tiba Lily bergelayut manja di lengan Kevin yang kokoh saat mereka baru saja menyelesaikan rapat. Sontak Kevin terkejut dengan kelakuan Lily, dan lebih terkejut lagi ketika pandangann
"Rexi," desak Kevin untuk bercerita. Karena terus menerus didesak Kevin, akhirnya dengan ragu Rexi mau menjelaskan. Hanya saja, tiba-tiba Lily datang menghampiri dan memanggil Kevin. Sehingga Rexi mengurungkan niatnya dan pergi begitu saja. Melihat itu jelas membuat Kevin mendesah. Ingin menyusul, tetapi lagi-lagi Lily menahannya, meski dengan cara yang berbeda. "Pak Kevin, ada tamu dari pihak DKH menunggu Anda di ruangan." Kalau begini, mana bisa Kevin menolak! Pria itu masih sadar akan tanggung jawabnya. Terlebih ia sudah diberi kepercayaan oleh Ezra untuk menggantikannya sampai ia pulang berbulan madu.Ya, meski bulan madu yang dibayangkan tidak berjalan dengan baik karena Poppy yang ngatukan! Mendesah pelan, akhirnya dengan langkah yang berat Kevin pergi dari sana. Membuat Rexi yang diam-diam menoleh ke belakang merasa kecewa. "Huft! Ternyata tidak enak memiliki kekasih," gumam Rexi lalu melanjutkan pekerjaannya. Sementara di sebuah kamar hotel, Poppy masih menunggu Ezra. W
"Baby, yang benar saja!" Ezra protes lantaran Poppy tidak ingin tidur dengannya. Ini benar-benar musibah bagi Ezra!Pria itu tidak bisa membiarkan ini terjadi. Tidak boleh! "Kau ini kenapa? Apa aku memiliki salah padamu?" Pria itu kembali mengoceh lantasran tidak terima dengan keputusan Poppy secara sepihak.Oh, ayolah! Bahkan tadi malam mereka baik-baik saja. Lantas, kenapa sekarang Poppy tiba-tiba berubah."Kau tidak memiliki salah, tapi aku tetap tidak mau tidur denganmu. Lebih baik kau menjauh!" jawab Poppy membuat tubuh Ezra memanas.Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar. Berniat mendekat, tetapi Poppy sudah lebih dulu mewanti-wanti. "Jangan mendekat! Aku akan membencimu jika kau melakukan itu." Mengembuskan napas dengan kasar, Ezra langsung mengurungkan niatnya. Pria itu menatap Poppy dengan penuh selidik."Baby, apa kau sudah tidak mencintaiku?" tanya Ezra dengan lirih.Dengan cepat Poppy menggeleng. "Mana ada! Aku sangat mencintaimu. Di sini ... hanya ada namamu." Poppy
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t