Kaizen segera melakukan rutinitas biasa di pagi hari mulai memasak hingga bersih-bersih, sebelum bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Karena kelas hari ini tidak terlalu banyak dan hanya mulai lebih pagi, dia memakai inner dress putih favoritnya, sepatu docmart coklat dan sweatshirt moka. Dia hanya membawa ponsel serta laptop dalam satu tempat, lalu sarapan sambil berjalan menuju halte.
Ada beberapa pasang mata yang meliriknya, tapi hanya satu dua orang yang berani untuk benar-benar menyapa. Contohnya seperti pria yang menghampirinya saat ini, dan dengan sengaja duduk di kursi sebelahnya."Selamat pagi" sapanya.Kaizen menatap pihak lain dan membalas sapaan tersebut, tak lupa dengan senyum sopan sebagai formalitas"Pagi. Maaf, apakah kita saling kenal?"Pria yang tampak beberapa tahun lebih muda darinya ini tampak salah tingkah, bahkan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal"Tidak. Tapi kita belajar di Universitas yang sama, aku mahasiswa bKaizen berjalan menyusuri pesisir pantai yang bersih, pasirnya juga berwarna gelap dan sangat berkilau namun tidak menyengat matanya. Matahari begitu terik, tapi tidak membuatnya terbakar. Dia menemukan sebuah terumbu besar dan memilih untuk duduk disana, dalam diam menunggu Mata untuk menarik manusia lain kedalam permainan ini bersamanya. Dia mulai melepas sepatu dan kaus kaki, mengangkat rok sedikit, menyingsingkan celana dan bermain air.Dia menunggu selama satu jam, tidak terjadi apapun.Dua jam, masih tidak muncul apa-apa.Kaizen dengan bijaksana menepuk rok putihnya dan beranjak pergi dari sana, mencari kegiatan lain selain menunggu pemain lain. Dia mulai membuat kalung dari benda apa saja yang dia temukan untuk dipakai, lalu membuat rumah-rumahan dari rumput liar tidak jauh dari sana, dan membuang bintang laut yang terdampar kembali ke laut."Pfft."Sebuah tawa tertahan menghentikan gerakan Kaizen.Matanya mengedar ke sekeliling dan mendapati sebuah sosok yang bersandar pada te
Matanya masih fokus sekalipun sudah berkunang-kunang, saat sebuah bibir yang lembut dan dingin mencium luka sekaligus darah dari lengannya. Pandangannya langsung menjadi fokus dan kepalanya tidak lagi pening, dia melihat sosok ini menatapnya dengan mata panas seolah ingin memakannya.Mahluk ini terus menatapnya bahkan saat dia menjilati darah yang mengalir di sepanjang lengan Kaizen, membuat tubuhnya gemetar akibat lidah yang menjamah kulitnya. Tapi sensasi itu hanya berlangsung sekejap dan Kaizen kembali melakukan perlawanan, kedua tangan dan kakinya yang dibekukan tetap berjuang sekalipun tau upayanya sia-sia."Hentikan."Gerakan Kaizen terhenti, bingung begitu mendengar suara itu"Kau bisa berbicara?"Pihak lain mengernyit tidak senang"Tentu saja. Aku hanya meminta sedikit darahmu agar kita bisa berkomunikasi.""Kau tidak akan membunuhku?""Tidak ada keuntungan yang kudapat dari membunuhmu.""Memakan dagingku
"Kau bilang mengenal Irish, Aria? Teman di realita?" Raven bertanya, tepatnya ingin menebak Piramida atau rantai macam apa yang akan menjerat mereka semua didalam permainan, jika dilihat dari hubungan mereka.Wanita itu mengangguk dan menarik turun hot pants miliknya, setidaknya dengan ini dia tidak terlihat seperti seseorang yang lupa memakai celana"Mn. Kami cukup akrab."Nancy tampak iri dan ikut berujar pada Kaizen"Kata mamaku semakin dewasa seseorang maka semakin sedikit teman mereka, iri sekali melihat kalian masih bisa bertemu di tempat ini."Kaizen melirik Aria yang sedang mencepol rambutnya ke atas dan membalas"Kurasa ini bukan sesuatu yang patut membuatmu iri."Aria menyadari pandangannya dan tersenyum senang"Ka- Irish, kau masih sama seperti dulu.""Kau juga."Mungkin merasa bahwa atmosfer diantara keduanya agak canggung, Raven dan Nancy dengan peka mengalihkan pembicaraan. "Menurut kalian kapan Mata akan mengirim rincian misi?" Tanya Nancy."Jangankan misi, sejak tadi
Kaizen menatap wanita ini dengan tenang, tidak bergerak meskipun pihak lain mulai meraih jari-jarinya. Begitu kedua tangan mereka saling bertaut, dia tidak merasakan apa-apa. Tapi Aria mungkin tidak sepaham dengannya, karena begitu tau Kaizen tidak menolak genggaman tangannya, dia menangis."Aku ingin memanggil namamu, tapi itu dilarang di instansi" tuturnya.Kaizen mengangguk singkat dan meremas pelan tangan yang sedang menggenggamnya"Kau bisa menemuiku, Aria. Kapanpun kau senggang." Wanita itu mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan bertanya dengan raut penuh harap"Bolehkah aku meminta informasi kontakmu?""Tentu."Kaizen tersenyum kecil dan melakukan scan kode di aplikasi Nightmare whisper pihak lain, menyimpannya dengan nama permainan tanpa berkomentar lebih jauh. Keduanya juga memiliki pemahaman diam-diam dan sebisa mungkin tidak mengatakan apapun yang bisa merusak suasana hati. Sampai sebuah pengumuman terdengar dari
Kaizen melirik wajah semua orang dan mereka memiliki tatapan penuh teror yang sama, seolah benar-benar yakin bahwa Mata akan secara pribadi mengawasi mereka bermain. Dia mau tidak mau bertanya pada diri sendiri, apakah dari mereka tidak ada satupun yang menyadari bahwa itu sama sekali bukan Sang Mata?Mata yang menganggap mereka sebagai ternak, memiliki iris berwarna emas yang sangat jernih.Tapi mata yang menggantikan matahari barusan, memiliki sklera berwarna hitam dan empat iris mata yang berwarna kuning pucat, berhimpitan dalam satu bola mata raksasa.Lagi-lagi hanya ada debur ombak dan angin berhembus yang terdengar. Kaizen mendadak merasakan sepasang tangan lembut yang menutup pandangannya, lalu terdengar suara gemetar yang sangat familiar"Irish, jangan dilihat ... Kita tidak tau apakah itu berbahaya atau tidak."Kaizen menggenggam pergelangan tangan Aria, berpikir bahwa dari dulu hingga sekarang orang ini tidak pernah berubah sedikitpu
"Apa-apaan ini? Tidak cukup hanya dengan membunuh kita, bahkan mereka masih punya muka untuk bermain teka-teki?" Raven tampak tidak senang pada apa yang barusan dia dengar."Setidaknya dengan ini status kita meningkat dari yang awalnya ternak, menjadi hewan peliharaan" Aria tersenyum penuh ironi."Aku masih tidak senang dengan topik ini" protes Nancy dengan raut tertekuk.Kaizen masih menggenggam tangan Aria, pihak lain juga tidak merasa aneh sedikitpun dan balas menggenggam tangannya. Semua ini tidak luput dari tatapan Winter yang semakin membeku, diam-diam mencakari tangannya sendiri untuk mengalihkan fokusnya. Tapi tidak berhasil.Nancy melihat ini dan mengikuti tatapan rekan setimnya, tapi tetap tidak mau ikut campur. Bagaimanapun juga, orang-orang ini jauh lebih dewasa dibandingkan dirinya. Jadi mereka pasti tau apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melebihi dirinya. Lagipula dia tidak mau berurusan dengan orang seperti Winter,
Semua orang menatapnya dengan penuh antisipasi, hanya Kaizen yang tampak tanpa ekspresi seperti biasanya. Raven melambaikan tangannya agar semua orang mendekat dan membentuk lingkaran manusia, mereka menurutinya tanpa banyak bicara. Raven diapit oleh Nancy dan Winter, sementara Kaizen diapit oleh Winter dan Aria di sisi kanan dan kiri."Pertama-tama Sistem permainan mengajukan pertanyaan pada kita 'apakah kalian tau The little mermaid?'. Ini jelas sangat berbeda jika dibandingkan dengan instansi yang kumasuki sebelumnya, dimana Sistem hanya akan membacakan misi utama dan aturan permainan.""Kau benar. Dia bertanya pada kita seolah posisi kita disini adalah salah satu entitas didalam instansi itu sendiri, padahal jelas-jelas kita manusia dari realita" Aria mengangguk setuju.Nancy hanya menatap wajah orang-orang dewasa ini dengan serius karena paham bahwa dia tidak bisa membantu, dia tidak biasa menggunakan imajinasi untuk menyelesaikan masalah. Dia bisa hi
Raven juga sudah berhasil mengatur amarahnya dan melirik tajam Winter yang masih tersenyum, sebelum berjalan dan berdiri tepat dua langkah didepan Kaizen"Apakah karena kita harus melindungi Pangeran dari sang Puteri?""Berarti Bos instansi ini adalah Puteri?" Aria tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya."Kurasa tidak. Karena dalam kisahnya, Raja yang meminta sang Puteri untuk membunuh Pangeran. Berarti dialah bosnya, dan kita semua cukup menjauh sejauh-jauhnya dari laut untuk menghindari para duyung!" Ujar Nancy penuh semangat, karena akhirnya dia punya kesempatan untuk mengutarakan pendapat."Tolol. Kau pikir instansi level tiga akan semudah itu?" Hina Winter.Raven balas mencibir dan memelototi pihak yang barusan bicara"Aku benci mengakuinya, tapi warga sipil ini benar.""Lalu ... Bunuh Raja?" Tanya Nancy, mengacuhkan penghinaan Winter."Kau bodoh ya? Masih tidak mengerti juga padahal sudah sampai level tiga?" W
Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab
Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata
Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di
Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang
Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen
"Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m
"Rania, bagaimana keadaanmu?" Riski bertanya dengan panik sambil menenteng minuman hangat.Gadis yang semula berambut panjang, tapi kini harus merelakan rambutnya dipotong oleh stylist karena kecelakaan kerja, menatap orang tambahan di belakang asistennya dan tertegun hingga berdiri tiba-tiba"Kaizen?""Rania, bagaimana keadaanmu?" Kaizen bertanya sambil meraba rambut pihak lain yang baru selesai dipotong.Mulut wanita itu terbuka dan tertutup seolah ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar dari mulutnya hanya seulas senyum dan kalimat"Hanya terkejut, selebihnya tidak apa-apa."Jujur saja Kaizen terkejut mendapati bahwa hanya rambut Rania yang terbakar. Dia pikir setelah ditendang paksa oleh Nightmare Whisper, wanita ini akan mengalami luka yang sangat parah karena pertarungan sebelumnya dengan burung hantu. Bagaimanapun juga, luka-luka yang didapat dalam pertarungan game akan dibawa ke dunia nyata.Benar, nama asli Aria adalah Rania Prameswari.Yang dikabarkan oleh sistem perma
[Selamat karena berhasil bertahan hidup dalam misi utama instansi ketiga: Laut yang tenang!]Pengumuman ini berbunyi bersamaan dengan ruang yang mulai terdistorsi dalam waktu yang cukup lama, membuat kepalanya terasa seolah sudah diputar-putar. [Tingkat kesulitan permainan: Normal][Kontributor terbesar: Golden Irish, Raven]Kehangatan di tubuhnya juga masih terasa, mengingat jiwa kedua Bos instansi baru saja selesai diserap. Membuat kesan seolah dia sudah melakukan kontak fisik dengan mahluk tak kasat mata.[Pukulan terakhir: Nancy Lionheart]Mendengar nama ini, dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa kunci penyelesaian misi utama adalah bocah itu, bukan Aria ataupun Raven. Kegelapan dalam hati manusia memang sungguh tak tertebak.[Mendeteksi bug dalam permainan ... Memuat kompensasi untuk para pemain ...][Hadiah 2.000.000 poin pengalaman bertahan hidup, 10.000 keping senjata telah diberikan kepada para pemain][Survivor: Golden Irish, Winter, Raven, Aria, Nancy Lionheart][P
"Tunggu-"Perkataannya langsung dipotong oleh ciuman Eldoris sekali lagi, pelukan Merman itu di pinggangnya juga semakin erat, demikian pula tentakel yang sedang melilit kaki dan mulai naik ke pahanya. Butuh beberapa waktu bagi Kaizen untuk menstabilkan emosi dan turut membalas ciuman Eldoris.Merman yang mendapatkan balasan positif, tentu menjadi lebih agresif dan mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Kaizen. Sebelum melepas pagutan mereka dan mulai menciumi leher dan tengkuk si gadis dengan rakus, membuat tanda di pundak dan leher.Ariel sendiri tidak tinggal diam.Begitu melihat bahwa kakaknya sudah selesai dengan bagian mulut, Ariel menggantikannya untuk mencium Kaizen. Tentakelnya juga semakin gencar melakukan tugas penyembuh sekaligus memancing panas dalam diri Kaizen. Gadis itu mengerang lembut, satu tangannya menekan tengkuk Ariel sementara tangannya yang lain memeluk kepala Eldoris.Dia tersentak begitu salah satu tentakel Ariel naik ke bagian tertentu di tubuhnya, seme