Memang yang wanita itu butuhkan adalah sayap dari malaikat pelindungnya seperti saat ini. Sebuah kenyamanan karena terlindungi bisa dirasakannya sampai kembali terlelap. Dia tak pernah mendapatkan perlindungan nyata sebelumnya, hidup terlalu mandiri.
Andromeda ikut tertidur, tubuhnya meminta diistirahatkan setelah dirinya hampir berjam-jam merasakan emosinya melanda hebat. Dia tak pernah mendapatkan seseorang yang memintanya untuk dilindungi selain Kejora saat ini.
Keduanya sama-sama melengkapi dalam keadaan yang salah. Memilih untuk melindungi dan dilindungi pada akhirnya.
Diam-diam Andromeda memisahkan diri dari Kejora, keluar saat melihat kedatangan Heru yang begitu tergesa-gesa memberitahukan hasil penyelidikannya.
“Siapa?” Andromeda sudah tak sabar ingin menghajar orang yang sudah membuat rencana bahagianya gagal.
“Nyonya besar keluarga Wijaya.”
“Dasar wanita sialan!” desis Andromeda den
“Aku tak pernah memintamu untuk menuruti apa yang aku bilang Jora, just do what your heart said.”Suara sang Ibu yang begitu menenangkan. Dia tak pernah menyangka jika sang Ibu tak memarahinya. Seharusnya Ibunya kecewa bukan? Tapi kenapa Ibunya malah tak berkata apa-apa? Dia menjadi resah sendiri.Kejora hanya bisa menangis saja. Pikirannya terdistraksi dengan keberadaan Andromeda. Alasan yang dimilikinya untuk melanjutkan pun semakin melemah. Secara tak langsung nalurinya berubah acuan menjadi semakin melenceng dari pikiran awalnya sendiri.Sungguh, dia semakin bimbang.Batinnya bergulat hebat. Membiarkan genangan air matanya terus mengalir tanpa henti. Dia masih tak bisa menghentikan emosinya untuk tak meledak-ledak saat ini.Andromeda masih saja berdiskusi panjang dengan Heru. Rasa lelah di tubuhnya kalah dengan rasa obsesinya saat ini. Dia benar-benar tak mau kehilangan sosok Kejora, bayangan gelap yang ada di dalam im
Tubuh Heru semakin kaku saat kepala Kejora kini bersandar di bahunya. Dia hanya diam, tak pernah berpikir untuk mendampingi wanita yang duduk di sampingnya itu.“Aku mengantuk, biarkan aku tidur sebentar,” desah Kejora tanpa canggungnya meletakkan kepalanya di bahu kekar milik Heru.Heru tak tahu harus bersikap apa saat dia hanya berdua dengan wanita, yang dipermasalahkan wanita itu adalah adik dari atasannya yang sangat dicintai oleh atasannya. Sedangkan dia? Kenapa dia harus terjebak dengan keadaan yang canggung begini?Heru perlahan mencoba untuk melepaskan jasnya, dia ingin mengambil selimut untuk Kejora namun dia malah tertahan di sini.Dia hanya duduk, mencoba untuk menyelimuti Kejora dengan jas miliknya. Diam dan tak bersuara. Bahkan napasnya sendiri tak terdengar. Yang malah terdengar adalah napas teratur milik Kejora. Sungguh dia sendiri tak paham soal itu.Wangi rambut Kejora semilir menyerbak di hi
Selama dua hari tanpa kabar semakin membuat Kejora merasa berpikiran negatif tentang Andromeda. Dia tak pernah berpikir aneh-aneh dari kemarin, tapi hari ini dia merasa bahwa Andromeda tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Dia bahkan tak pamit saat pergi.Kejora yang tengah sendirian di Villa tak tahu kalau ada tamu tak diundang yang datang. Dia yang baru saja membantu si Mbok memasak pun harus tergesa-gesa menyambut sang tamu.Seseorang berteriak, membuat Kejora pun mengernyit bingung.“Permisi Bu, ini ada tamu!” teriak lantang suara pria. Setahunya Heru sedang pergi.“Siapa ya Mbok?”“Aduh, perasaan nggak pernah ada tamu selain Den Andro sama Pak Heru, Non.”Si Mbok yang sudah mencuci tangan dan akan menyambut tamu pun dicegah oleh Kejora. “Biar saya aja Mbok, Mbok lanjutin aja masaknya.”Kejora segera menuju ruang tamu demi menyambut kedatangan tamu itu.
“Memang seharusnya begitu! Kau saja yang terlalu mengurusi kehidupan orang!” cecar Andromeda tak kalah sengitnya.Laras menatap kesal ke arah Andromeda, pasien yang paling mneyebalkan untuknya sampai saat ini. Bisa-bisanya pria itu mengejeknya dan mengatainya begini?!Wajahnya benar -benar merah padam menahan amarahnya. Dia semakin tak mau mengurus pasien yang bebal seperti ini, seharusnya. Namun, dia sudah terlanjurkan menjanjikan pada Laura bahwa dia akan berusaha mengobati Andromeda semaksimal mungkin.“Halo, Andromeda.” Suara wanita yang datar terdengar di telinga Laras.Wanita itu sebelumnya bingung, melihat ponsel Andromeda yang terus berkedip dan melihat nomor tak dikenal menghubunginya. Namun, pria itu tak akan bangun karena sedang terpengaruh setelah dia meminum obatnya.Dengan ragu akhirnya dia mengambil alih panggilan itu, mewakili Andromeda untuk berbicara.Dia sedikit menjauh,
Tak pernah ada yang bisa menebak bagaimana hubungan manusia di masa depan, bahkan satu hari keesokannya pun masih sebuah misteri. Gadis itu tak menyangka pada akhirnya dia tak mampu bertahan untuk tetap berada di jalur yang salah menurut pandangan manusia lainnya.Dia hanya menghela napasnya. Melihat iba si Mbok yang ikut tak rela melepasnya. Padahal hanya lima hari mereka bertatap muka, tapi sekarang dia merasa tak bisa melihat wajah murung si Mbok.Kejora tersenyum, dia meletakkan koper yang digeretnya. Berbalik menghampiri si Mbok yang berdiri di dekat pintu.“Mbok?” panggilnya.Wanita paruh baya itu bahkan menatapnya dengan pandangan paling tak rela saat ini. Semakin nelangsa dibuatnya. Kejora merangkul si Mbok dan mengucapkan terima kasihnya.“Sampaikan nanti dengan Andromeda dan Heru ya Mbok? Jangan cari-cari saya, memang ini yang harus saya lakukan agar dia tak menderita lagi.” Gadis itu benar-bena
Suara berdecit dari roda mobil yang bergesekan dengan jalanan yang dilaluinya akibat injakan rem begitu kuat dan mendadak menghiasi suara sekelilingnya. Andromeda sudah berada di depan rumah Ayahnya.Dia segera turun, menutup pintu mobilnya dengan sekuat tenaga.BRAK!Bahkan dia sudah tak memikirkan kerusakan yang akan disebabkan oleh ulahnya itu. Yang dia pikirkan adalah apa penyebab dari kepergian Kejora.Hatinya bahkan tak bisa melepasnya sama sekali. Bukan orang lain yang harus melepaskannya, melainkan dia sendiri yang mendorongnya kalaupun itu adalah keinginannya. Bukan orang lain yang berperan pada kehidupannya.Matanya menatap nyalang pagar yang berdiri kokoh.“Buka pintunya!” sentaknya pada salah satu petugas keamanan yang selalu berjaga selama 24 jam di kediaman keluarga Wijaya.Mereka tahu siapa yang datang, tentu saja membukakan pintu demi pewaris utama yang katanya sudah menghapuskan nama Wijaya d
“Halo Sayang, are you ok?” Sosok pria paruh baya namun masih nampak bugar menghampiri Kejora yang baru saja menginjakkan kaki di dalam gedung bandara Amsterdam. Dia memeluk pria itu dengan erat, merindukan sosok yang bisa diajak bicara dengan tenang.Pria itu tersenyum lantas ikut memeluk Kejora tak kalah eratnya. Memberikan sebuah dukungan tak terlihat untuk menguatkan wanita itu saat ini.“Ik mis je, Marje,” ucap Kejora lirih.(Aku merindukanmu, Marje.)Bahkan dia tak kuat untuk menahan air matanya sendiri. Dia sudah lelah menangis namun saat merasakan pelukan hangat dari Ayahnya mampu membuat dia mengeluarkan seluruh rasa sakitnya. Dia mulai terisak di dalam dekapan hangat milik Marje.
Tok! Tok! Tok!“Jora, ayo makan,” bujuk Rina yang sudah merasa semakin khawatir akan keadaan putrinya yang memilih berdiam di dalam kamar setelah kemarin sampai di rumah.Marje menghela napasnya pelan, lantas kembali ikut mengetuk pintu kamar Kejora. “Jora, boleh aku masuk?” izinnya.Kejora masih saja terduduk dengan berselimut bedcover tebal di tubuhnya. Musim panas sudah berganti dengan musim gugur yang sebentar lagi membawa suhu lebih dingin dan hujan akan terus turun bahkan bisa berganti dengan butiran salju.Dia menghela napasnya, merasa bersalah sudah mengabaikan orang tuanya yang merasa khawatir dari kemarin. Memang dia mengabaikan perutnya yang meronta kelaparan dan minta diisi. Dengan segenap perasaannya, akhirnya dia mau bergerak.Menuju pintu dan membukakan pintu untuk kedua orang tuanya.Cklek!“Hm?”Melihat penampilan Kejora yang begitu tak baik membuat Rina terenyu