Gio langsung tergagap mendengar perkataan dari Renata, tetapi ia dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Tidak mungkin menunjukkan ponselnya sekarang, lantaran ia sedang berkirim pesan dengan para wanita cantik, termasuk Rosetta.Renata mengerutkan dahinya, ia menatap penuh dengan selidik kepada Gio yang sekarang berada di depannya. Terlihat sekali kalau lelaki itu tidak ingin menunjukkan apa yang ada di dalam ponsel, sehingga membuat dirinya berpikir kalau kecurigaan selama ini adalah benar.“Kenapa wajahmu seperti itu? Seperti ada yang disembunyikan saja.” Renata menaikkan sebelah alisnya, ia terus menatap lekat ke arah Gio.Pupil mata Gip bergetar, ia mulai merasa gugup mendapati pertanyaan Renata seperti itu. Namun, ia mengubah posisinya menjadi telentang dengan tubuh yang ditutupi selimut.“Apa kamu tidak mau menunjukkannya kepadaku? Padahal aku hanya ingin melihat saja, apa yang membuatmu menjadi asik sampai tidak sad
Punggung belakang Gio menghilang di balik pintu, membuat Renata baru berani untuk membuka matanya. Setetes bulir bening pun meluncur dengan begitu deras di sudut mata.“Ternyata memang benar apa yang kupikirkan selama ini.” Renata menangkup wajahnya dengan kedua tangan.Hati Renata begitu sakit mendengar kenyataan itu, awalnya ia terbangun lantaran merasa haus, tetapi ternyata harus mendengar kenyataan pahit dari mulut Gio sendiri. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tidak membuka mata atau sekedar menangis, beruntung bisa menahannya.“Tidak! Aku tidak boleh seperti ini, aku akan mengumpulkan bukti lebih banyak supaya bisa mengurus perceraian!” Renata menyeka kedua sudut matanya dengan kasar.Renata bertekad, ia akan menyelidiki semuanya dengan jelas. Supaya bisa menceraikan Gio, karena dirinya tahu lelaki itu pasti tidak akan membiarkannya dengan mudah.“Sayang, kamu tidak tidur?” Gio melirik sekilas, tak lupa tangannya mengunci pintu kamar.Renata menggeleng lirih. “Haus, jadi bangun.”
Renata tertegun, ia pu mendongak menatap mata Bram lekat mencoba mencari tahu apakah lelaki itu berbohong kepada dirinya atau tidak, tetapi tatapan lelaki itu masih sama, masih seperti dulu.Bram masih memandang Renata dengan sama, bahkan ia tidak bisa melihat sedikit pun kebohongan di dalam mata lelaki itu. Namun, dirinya tidak ingin secepat itu percaya dan lagi pula hubungan mereka itu sudah menjadi masa lalu. Sehingga yang berlalu biarlah berlalu, ia tidak ingin mengenang lagi.“Entahlah.” Renata memalingkan wajahnya, ia tidak ingin menatap Bram lebih lama.Bram mundur beberapa langkah, ia merasa sangat sakit hati mendengar kenyataan Renata tidak mempercayai dirinya. Namun, ia bisa apa? Sudah beberapa kali menyakinkan wanita itu untuk percaya, tetapi malah tidak mempercayainya.Renata menoleh sekilas, ia dapat sekali melihat kalau raut wajah Bram yang awalnya selalu angkuh berubah menjadi kecewa. Bahkan lelaki itu berjalan menjauh dari dirinya tanpa diminta, membuat perasaan bersal
"Bram, lepaskan!" Seorang wanita meronta-ronta di dalam pelukan lelaki tampan yang mengenakan jas hitam nan mewah."Biarkan aku seperti ini sebentar. Karena aku hanya memelukmu saja, tak lebih!" Bram semakin mengeratkan pelukannya, tidak ingin melepaskan.Renata merasa sangat risih, tetapi tentu saja tak akan bisa melepaskan diri dari tubuh kekar dan besar dengan tubuh mungilnya. Namun, suara batuk seorang lelaki agak familiar terdengar di telinga."Lepaskan! Walau kau bilang hanya, tetapi ini salah karena aku sudah menikah dan suamiku berada di rumah!" teriak Renata tertahan, ia sangat merasa gelisah dan takut kalau suaminya datang ke dapur.Bram memegangi kepalanya dengan tertawa kecil, padahal tidak ada yang lucu dari perkataan Renata, tetapi lelaki tersebut malah tertawa."Renata!" panggil seorang lelaki dengan berteriak nyaring.Renata gelagapan, ia ingin segera melepaskan diri dari Bram, tetapi masih tidak bisa. Alhasil ia memilih menginjak kaki lelaki tersebut dengan kuat mengg
Entah kenapa sekarang waktu berjalan dengan sangat lambat, sehingga membuat Renata menjadi semakin gugup. Ia beberapa kali meneguk ludah, mencari perkataan tepat untuk membuat sang suami tak marah lagi kepada dirinya."Gio, aku dan dia hanya—," perkataan Renata terpotong karena Gio jatuh ke pundaknya."Gio?" Renata mengerutkan alisnya, ia terus menatap sang suami."Sepertinya dia pingsan. Sayang sekali, padahal aku ingin melihat apa yang dilakukan lelaki itu kalau melihat istrinya berdua dan sangat dekat dengan lelaki lain." Bram mengangkat kedua tangannya di udara sambil menggelengkan kepala, lantaran tak sesuai bayangan."Kau!" Renata langsung membekap mulutnya, lantaran sadar sekarang sang suami berada di dalam pelukan."Apa?" Bram menyeringai dengan lebar.Renata hanya mengepalkan tangannya kuat karena ia tidak bisa mengumpat lelaki yang berada di depan matanya ini. Ia sadar kalau melakukan hal itu pasti akan membuat suaminya menjadi terbangun.“Sudahlah kau pergi saja, karena sem
Lelaki yang sekarang berdiri di depan Renata adalah Bram, ia membawa segelas teh hangat untuk wanita tersebut.“Sebaiknya kau minum dulu, baru kau memarahiku.” Bram memberikan segelas teh hangat itu kepada Renata.Renata memalingkan wajahnya ke arah lain, karena ia merasa kesal setelah mengetahui ternyata Bram tidak pergi dari rumahnya."Bukankah aku bilang kau harus pergi dari rumahku, tetapi kenapa kau tidak kunjung pergi dan malah masih di sini?“ tanya Renata dengan ketus. Bram mengusap wajahnya dengan kasar, ia tidak menyangka kalau wanita di depannya ini masih memiliki tenaga untuk marah-marah. Padahal baru saja tersadar akibat terjatuh dari tangga.“Minum saja dulu.” Bram memberikan teh itu dengan kasar di tangan Renata.Renata mau tidak mau menerima pemberian dari Bram itu. Karena kalau ia tidak menyambut, maka isinya akan tumpah ke tubuhnya. Namun, ia tidak langsung meminum pemberian lelaki tersebut, lantaran merasa curiga.“Aku tidak menaruh apapun di dalam minuman itu, jadi
“Ya, aku sangat yakin sekali kalau aku sempat bangun, tapi ada seseorang yang memukulku! “ ucap Gio yakin.Renata terdiam sejenak mendengar cerita dari Gio. Karena ia mendengar dari Bram kalau lelaki tersebut sama sekali tidak bangun.‘Apa mungkin Bram yang memukul kepalanya dengan keras?’ gumam Renata di dalam hatinya.Kening Renata terus berkerut, ia memikirkan apakah perkataan Bram atau Gio yang harus dipercaya.“Apa terjadi sesuatu tadi malam, sehingga ada seseorang yang memukulku?” tanya Gio, masih dengan meringis kesakitan sambil memegangi bagian belakang kepalanya. Tiba-tiba Renata malah tertawa dengan keras, karena ia baru saja teringat apa yang terjadi sebenarnya.“Aku baru ingat kalau saat mengangkatmu tadi malam aku terjatuh dari tangga. Mungkin itu yang membuatmu merasa dipukul seseorang, karena aku pun juga merasa seperti itu,” ucap Renata terkekeh geli.Hanya saja raut wajah Gio berbeda, lelaki itu terlihat sangat tidak yakin dengan perkataan dari Renata. Namun, saat le
Renata membuka pintu itu, ternyata di sana hanya ada keran menyala dengan air yang terus keluar. Alhasil ia menghembuskan nafasnya lega, lantaran tadi sempat merasa takut kalau ada orang lain di dalam sana.“Rupanya dia lupa mematikan kerannya.” Renata langsung mematikan keran itu.Renata menutup pintunya kembali, ia menatap ke arah kamar yang sekarang sudah berantakan dengan menghela nafas.“Aku jadi membereskan ini dua kali." Renata memukul kepalanya pelan.Renata pun memilih untuk membereskan semua barang yang berserakan.“Memang apa yang dia cari sampai membuat kamar ini menjadi berantakan seperti ini!” gerutu Renata seorang diri, tangannya sambil memunguti pakaian kotor.Hanya saja Renata pun melihat kalau kemeja yang awalnya ia gantung di balik pintu menjadi terjatuh di lantai. Ia pun bergegas untuk memungutnya, lantaran dirinya sudah tahu kalau ada gelang emas di dalam saku kemeja tersebut. “Bisa-bisanya dia menjatuhkan ini ke bawah. Apa dia lupa kalau di sini ada barang berha
Renata tertegun, ia pu mendongak menatap mata Bram lekat mencoba mencari tahu apakah lelaki itu berbohong kepada dirinya atau tidak, tetapi tatapan lelaki itu masih sama, masih seperti dulu.Bram masih memandang Renata dengan sama, bahkan ia tidak bisa melihat sedikit pun kebohongan di dalam mata lelaki itu. Namun, dirinya tidak ingin secepat itu percaya dan lagi pula hubungan mereka itu sudah menjadi masa lalu. Sehingga yang berlalu biarlah berlalu, ia tidak ingin mengenang lagi.“Entahlah.” Renata memalingkan wajahnya, ia tidak ingin menatap Bram lebih lama.Bram mundur beberapa langkah, ia merasa sangat sakit hati mendengar kenyataan Renata tidak mempercayai dirinya. Namun, ia bisa apa? Sudah beberapa kali menyakinkan wanita itu untuk percaya, tetapi malah tidak mempercayainya.Renata menoleh sekilas, ia dapat sekali melihat kalau raut wajah Bram yang awalnya selalu angkuh berubah menjadi kecewa. Bahkan lelaki itu berjalan menjauh dari dirinya tanpa diminta, membuat perasaan bersal
Punggung belakang Gio menghilang di balik pintu, membuat Renata baru berani untuk membuka matanya. Setetes bulir bening pun meluncur dengan begitu deras di sudut mata.“Ternyata memang benar apa yang kupikirkan selama ini.” Renata menangkup wajahnya dengan kedua tangan.Hati Renata begitu sakit mendengar kenyataan itu, awalnya ia terbangun lantaran merasa haus, tetapi ternyata harus mendengar kenyataan pahit dari mulut Gio sendiri. Sekuat tenaga ia berusaha untuk tidak membuka mata atau sekedar menangis, beruntung bisa menahannya.“Tidak! Aku tidak boleh seperti ini, aku akan mengumpulkan bukti lebih banyak supaya bisa mengurus perceraian!” Renata menyeka kedua sudut matanya dengan kasar.Renata bertekad, ia akan menyelidiki semuanya dengan jelas. Supaya bisa menceraikan Gio, karena dirinya tahu lelaki itu pasti tidak akan membiarkannya dengan mudah.“Sayang, kamu tidak tidur?” Gio melirik sekilas, tak lupa tangannya mengunci pintu kamar.Renata menggeleng lirih. “Haus, jadi bangun.”
Gio langsung tergagap mendengar perkataan dari Renata, tetapi ia dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Tidak mungkin menunjukkan ponselnya sekarang, lantaran ia sedang berkirim pesan dengan para wanita cantik, termasuk Rosetta.Renata mengerutkan dahinya, ia menatap penuh dengan selidik kepada Gio yang sekarang berada di depannya. Terlihat sekali kalau lelaki itu tidak ingin menunjukkan apa yang ada di dalam ponsel, sehingga membuat dirinya berpikir kalau kecurigaan selama ini adalah benar.“Kenapa wajahmu seperti itu? Seperti ada yang disembunyikan saja.” Renata menaikkan sebelah alisnya, ia terus menatap lekat ke arah Gio.Pupil mata Gip bergetar, ia mulai merasa gugup mendapati pertanyaan Renata seperti itu. Namun, ia mengubah posisinya menjadi telentang dengan tubuh yang ditutupi selimut.“Apa kamu tidak mau menunjukkannya kepadaku? Padahal aku hanya ingin melihat saja, apa yang membuatmu menjadi asik sampai tidak sad
Selama makan malam Renata terus memandangi Bram dengan tatapan dingin, di dalam hatinya terus mengumpat lelaki tersebut karena merasa sangat kesal sekali. “Kalau kau menatapku seperti itu, nanti wajahku malah akan berlubang.” Bram menyendokan nasi ke dalam mulutnya, ia tidak menatap sedikitpun kepada Renata. Renata menjadi ditatap oleh Gio, membuat ia menjadi salah tingkah akan hal itu. Alhasil memilih untuk berpura-pura tidak ada yang terjadi, karena tidak ingin kalau sang suami memberikan banyak pertanyaan kepada dirinya.“Kapan kau memotret diriku?“ Renata menahan tangan Bram yang ingin pergi, tatapannya tajam menusuk ke arah lelaki itu. Sekarang hanya ada mereka berdua di ruangan makan, sehingga membuat Renata bisa menanyakan hal yang mengganggu pikirannya sekarang.Bram menoleh sekilas, lalu wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun, tetapi tiba-tiba malah menjadi tertawa kecil.“Kau cantik, jadi tentu saja aku memotretmu untuk bisa melihat wajahmu nanti.” Bram mengukirkan se
Sentuhan tangan Gio membuat Renata menjadi tersadar dari lamunan. Ia dengan cepat menyimpan ponselnya ke dalam saku celana, supaya suaminya itu tidak tidak melihat isi pesan tersebut."Ada apa dengan dirimu? Setelah kamu melihat ponsel wajahmu malah langsung memucat." Gio menautkan kedua alisnya, tatapannya penuh selidik kepada Renata.“Tidak. Kamu hanya salah paham saja, aku cuma terkejut dengan perkataanmu. Karena bukankah tidak baik kalau ada orang lain tinggal di tempat sepasang suami istri?” Renata meneguk ludahnya dengan susah payah, ia gugup mengatakan isi pikirannya karena sambil berharap kalau Gio akan membenarkan perkataannya sekarang.Gio terdiam, tak lama lelaki itu malah tertawa dengan terbahak-bahak memandangnya Renata. “Kamu tahu sendiri kan, kalau dia bukanlah orang asing bagiku, tapi dia adalah sepupuku. Lagipula dia juga sudah memiliki kekasih. Jadi kamu tidak perlu merasa khawatir tentang itu, “ ucapnya, ia berusaha men
Bram menjadi tersentak kaget saat melihat luka di tangan Renata. Namun, ia dengan cepat memilih untuk mengambil minuman dingin yang berada di dalam kulkas. Raut wajahnya berubah menjadi tanpa ekspresi, ia menatap datar ke arah Renata."Aku dengar ada teriakan di dapur sini, apa yang terjadi?” Gio melirik sekitar, ia melotot saat melihat Bram ada di dapur bersama dengan Renata.Hanya saja Bram tetap santai minum minuman dingin yang ada di tangannya sekarang. Ia terlihat cuek dengan tatapan dari Gio.“Tanganku hanya terluka saja saat memotong sayuran. Jadi tanpa sadar aku malah berteriak.” Renata tersenyum simpul, ia memperlihatkan tangannya yang terluka.Gio tidak terlalu mendengarkan perkataan dari Renata. Ia hanya menatap ke arah Bram dengan tatapan penuh curiga.“Kenapa kau menatapku seperti itu?" Bram menaikkan sebelah alisnya, ia membalas tatapan Gio dengan sinis.“Apa kau berlari kemari setelah mendengar te
Renata melangkahkan kakinya keluar dari kafe dengan ragu, matanya melihat ke sekitar memastikan apakah Gio masih berada di sana atau tidak. Setelah mengetahui semuanya aman, ia menghembuskan nafas lega karena sang suami sudah pergi dari sana. Lantas memilih untuk terus melangkahkan kaki menuju ke arah luar tanpa melihat keadaan sekitar lagi dan berakhir menabrak seseorang.“Astaga! Maaf!” Renata menundukkan kepalanya, ia terlalu takut untuk melihat ke depan lantaran mengira orang itu adalah Gio.“Pantas saja tadi yang mengenakan pakaianmu bukanlah kau, tetapi orang lain. Ternyata kau menggunakan cara yang sama sepertiku ya. Bedanya hanya bertukar jaket saja.” Bram menutupi mulutnya, ia berusaha menahan suara tawa kecil yang akan keluar dari mulutnya.Renata mendongak, ia menyipitkan mata menatap Bram dengan penuh selidik.“Ada apa dengan tatapanmu itu? Bukankah kau harus berterima kasih kepadaku, karena telah membantumu supaya tidak ketahuan oleh Gio?” Bram mengerutkan dahi, mata elan
Sementara Bram hanya tersenyum tipis melihat hal itu. Ia tidak berniat menghalangi Gio lebih jauh, malah terlihat menantikan apa yang akan terjadi di depan matanya.Saat tudung jaket itu terbuka, Gio menjadi terdiam sejenak menatap wanita yang berada di depan matanya itu. Namun, beberapa detik kemudian ia malah tertawa kecil melihat wanita itu.“Aku kira ada sesuatu yang spesial, tapi ternyata tidak.” Gio menutupi mulutnya untuk menahan suara tawa yang akan keluar dari sana.Bram mendekat, tetapi ia terlihat sangat acuh sekali.“Kau pergilah dari sini!” usir Bram dengan raut wajah sinis.Wanita itu dengan cepat meninggalkan kedua lelaki yang sekarang menatapnya dengan tatapan sinis tanpa menoleh ke belakang lagi.Bram menatap tajam ke arah Gio, ia melipat tangannya di dada. “Kau sudah puaskan?“Gio yang sedari tadi tertawa , melirik ke arah Bram. “Ah, Bram! Aku tidak bermaksud untu
Renata merasa tugasnya sudah selesai, sehingga ia ingin melangkahkan kakinya untuk segera keluar dari hiruk-pikuknya kafe. Namun, saat ia sudah berada di dekat ambang pintu membuat matanya menjadi melotot lantaran merasa terkejut. Karena Bram sedang berbicara bersama dengan Gio.“Aku pikir mereka sudah pulang! Ternyata mereka masih ada di sana, tapi kenapa?“ Renata merapatkan tudung jaket hoodie yang sekarang ia kenakan.Renata memilih untuk bersembunyi di tempat yang aman sambil mengawasi tingkah Gio. Rupanya lelaki itu masih sangat penasaran sekali dengan wanita yang menjadi kekasih Bram, sehingga masih berada di sana untuk mencari tahu wajah wanita itu.Renata menjadi mondar-mandir merasa gelisah, sesekali akan menggigit kuku jarinya. Saat sedang memikirkan cara bagaimana keluar dengan aman, ia melihat seseorang yang mengenakan pakaian milik Bram sambil menghitung beberapa lembar uang kertas di tangan.“Hei, kau!” panggil Renata