Hari ini mereka berdua bersantai seharian di dalam kamar.Setelah selesai menghabiskan makan siang yang cukup telat, Diraja membawanya untuk bersantai sambil menonton acara National Geographic di sofa. Lelaki itu bersikeras agar Ambar bersandar di dadanya dan mereka menonton dengan Ambar berada dalam dekapannya.“Udah tenang? Bisa kita ngobrol sekarang?” tanya Diraja seraya memainkan rambut panjangnya dengan telaten. Tak jarang pria itu mengecup puncak kepalanya dan mengusap lengannya sebelum kembali memainkan rambutnya.“Hmm…” Ambar menggumam pelan.“Masih ada yang buat kamu penasaran tentang Michelle? Aku kan sudah be
DIRAJA Perjalanan mereka yang memakan waktu hampir seharian penuh akhirnya selesai juga, setelah mereka tiba di hotel yang telah dipesan secara cermat oleh Nina. Mereka bermalam di Roma terlebih dahulu dan melanjutkan untuk berkeliling di sekitar Roma sebelum mereka berpindah ke Lake Como. Dari Lake Como mereka berencana untuk melanjutkan ke Milan sebelum akhirnya mereka menyewa yacht untuk bermalam di sekitar Amalfi Coast dan berkeliling menjelajah pantai atau landmark kota tersebut. Tadinya mereka mau berkeliling di vineyard di kawasan Tuscany. Namun keterbatasan waktu membuat Diraja mencoret jadwal tersebut. Dia mengharapkan akomodasi terbaik, dan tentu saja Nina mengerjakannya sesuai apa yang dia inginkan. Mereka bermalam di Palazzo Manfredi, hotel bintang lima dengan pemandangan langsung Colosseum di depan grand suite mereka. “Wow! Ini keren banget, Mas!” Ambar yang meskipun terlihat lelah karena jetlag, tetap terlihat bersemangat saat mereka menyusuri suite yang akan menjadi
Setelah selesai sarapan, mereka berdua dihubungi oleh personal chauffeur yang akan mengantar mereka untuk memulai tur privat mereka berkeliling di Roma seharian. Namanya Marco. Saat Diraja dan Ambar turun, pria asli Italia itu tersenyum lebar dan ramah serta menyapa mereka dalam bahasa Inggris yang lancar. “Halo Tuan dan Nyonya Sudibyo, apa saya mengeja nama Anda dengan benar? Selamat datang di Italia!” sapa Marco dengan ramah seraya membuka pintu mobil Mercedes yang akan mereka pakai untuk berkeliling di sekitaran Roma. Diraja dan Ambar mengangguk dan memperkenalkan diri mereka masing-masing. Meminta agar Marco memanggil mereka dengan Dira dan Ambar untuk memudahkan pria itu menyebut nama Indonesia mereka. Terakhir Diraja pergi ke Italia sekitar satu tahun lalu dalam rangka perjalanan bisnis. Tak ada waktu baginya untuk kembali sightseeing dan menelusuri gang-gang Roma untuk menemukan hidden gems restoran atau toko gelato autentik di sini. Jika diingat-ingat, mungkin terakhir
Setelah makan siang yang santai di restoran rekomendasi Marco, mereka melanjutkan perjalanan menuju destinasi selanjutnya. Pantheon dan Air Mancur Trevi. Untuk dua objek wisata ini, mereka hanya dibatasi waktu paling lama tiga puluh menit karena mengejar salah satu tujuan utama di Roma. Ketika tiba di Air Mancur Trevi, Marco menjelaskan arsitektur bergaya Barok–landmark kenamaan kota tersebut. Bagaimana jejak Pemahat terkenal Gian Lorenzo Bernini hadir dalam arsitektur tersebut yang kemudian dilanjutkan lagi oleh Nicola Salvi hingga seperti sekarang. Informasi yang disampaikan dibalut secara menyenangkan dan interaktif, membuat Ambar antusias mendengarkan cerita yang diucapkan Marco sang ensiklopedia berjalan. Ritual wajib, melempar koin ke kolam air mancur, dan Diraja berhasil merekam momen lucu Ambar melemparkan koin itu di ponselnya. Setelah puas melihat arsitektur yang memanjakan mata, mereka diajak untuk berkunjung ke Pantheon dan Piazza Navona. Durasi tur sekitar satu jam
AMBARMereka tiba di Milan setelah dua malam yang membekas di Roma. Hari pertama di Roma Ambar dan Diraja habiskan dengan full day tour bersama Marco menjelajah tempat ikonik Roma dan mengagumi seni budaya yang terlukis dari gaya bangunan, arsitektur, hingga karya seni yang tersimpan rapi dalam museum dan tempat bersejarah Roma. Hari kedua merupakan hari milik suaminya. Pria itu meminta agar hari kedua dilakoni dengan santai dan mindful. Sehingga di hari kedua mereka hanya berjalan-jalan di sekitar hotel, mencari tempat makan otentik khas Italia, menyeruput cappucino di siang hari di cafe pinggir jalan, dan sore harinya mereka melakukan couple spa bersama di hotel mereka sebelum akhirnya mengakhiri malam dengan kembali menikmati bulan madu mereka. Hari ini mereka check out dari Roma dan bertolak ke Milan. Setelah menempuh perjalanan sekitar lima jam sampai mereka tiba di Milan dan langsung dijemput oleh pihak hotel mereka di Milan, mereka beristirahat sejenak dan berakhir dengan ket
Ucapan Diraja barusan membuat Ambar berhenti di depan foyer suite mereka. Suara beep dari sensor pintu yang tertutup membuatnya terdistraksi sesaat meskipun kemudian dia kembali menatap suaminya. “Maksud kamu apa, Mas?” tanya Ambar, rasa kekhawatirannya semakin menjadi. Diraja menaruh tas Ambar yang sudah tak bisa terpakai tersebut di meja dan menariknya duduk di sofa. “Waktu kita di Roma, aku sadar ada yang ngikutin kita. Sejak kita selesai makan siang sampai kita kembali ke hotel, saat itu.” Ucapan Diraja membuatnya tegang. “Yang benar? Kenapa kok bisa diikuti gitu?” tanyanya sedikit panik. Rahang Diraja mengeras. Sepertinya dia mencari kata-kata yang pas untuk menyampaikan informasi ini kepada Ambar. “Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan Mas Darius, ya?” cecar Ambar. “Waktu awal Mas Diraja menawarkan pernikahan ini, kan bilang tujuannya juga untuk menyelamatkan Mas Darius dan Mbak Amira? Apa ini maksud ucapanmu waktu itu, Mas?” Ambar teringat kembali diskusi awal
DIRAJA“Oh, selamat siang, Pak,” Suara Tito di ujung panggilan telepon menyapanya sesaat ketika sambungan telepon berlangsung. “Tito maaf mengganggumu sebentar,” sapa Diraja sedikit urgent. “Iya Pak, nggak masalah. Ada apa, Pak?” tanya Tito. “Kamu tahu selain kamu dan Nina, siapa lagi yang tahu itinerary bulan madu saya di Italia sini?” Diraja langsung menanyakan hal krusial yang baru saja disadari olehnya saat berbincang dengan Ambar tadi. “Hanya kami berdua. Bu Nina yang lebih paham ini karena beliau yang bertugas booking akomodasi semuanya. Saya hanya dapat carbon copy dan mengecek jadwal Bapak dan Bu Ambar secara keseluruhan.” Tito menjawab dengan lengkap. “Apa ada masalah, Pak?” ujarnya menambahkan. Sepertinya Tito paham dengan suasana hati dari nada suaranya. “Saya merasa ada yang mengikuti kami di sini, dan kemarin malam mereka beraksi seperti pencopet dengan senjata tajam.” Diraja menjadi geram jika kembali mengingat kejadian tadi malam. Hampir saja Ambar celaka dan di
Benar. Mereka kini kembali diikuti. Bahkan ketika mereka sudah berpindah tempat lagi dari Milan hingga sampai di destinasi terbaru mereka, Lake Como. Di Milan kemarin, saat pulang Diraja pun akhirnya menyadari jika mobil yang mereka pakai dari hotel kembali diikuti oleh sebuah sedan sejak keluar dari Mal Vittoria dan kembali ke hotel. Kali ini Diraja bisa menangkap plat nomor dan mengingatnya sebelum dia mengirimkannya kepada Nero dan Darius untuk diselidiki. Diraja awalnya tak mengucapkan apa pun kepada Ambar, mencegah sang istri menjadi khawatir berlebihan. Apalagi ini adalah bulan madu mereka. They are supposed to have fun! Bukan berkutat dengan bentuk intimidasi implisit seperti ini. Sore itu selepas dia berbincang dengan Tito dan Darius–Diraja membujuk Ambar untuk menghabiskan malam dan bersantai di dalam suite saja, beralasan jika dia masih memiliki pekerjaan penting yang harus dikerjakan sore ini. Memang benar ada kerjaan menumpuk, namun sejujurnya itu masih bisa ditunda
“Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng
AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men
Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw
DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia
RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku
Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d
AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki
DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga
DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah