Share

Bab 2

Author: JEMMA JEMIMA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Hampir enam bulan lebih telah berlalu sejak resepsi pernikahan Mbak Ambira dan Mas Darius. Itu pula waktu yang bergulir sejak dia bertemu dengan Diraja Sudibyo, rekan kerja Mas Darius yang entah kenapa kesetanan ingin sekali menemuinya dan berbicara hal gila seperti pertunangan dan pernikahan. 

Ambar tentu saja memblokir nomor pria itu dan menghiraukan segala usahanya untuk bertemu dan membicarakan tentang masalah absurd pertunangan tersebut. Ambar memilih untuk menghabiskan waktunya fokus dalam ujian sekolah dan ujian masuk kuliah dalam enam bulan belakangan tersebut. 

Maka ketika dia telah lulus SMA beberapa waktu lalu dan sibuk dengan persiapan ujian masuk kuliah, dia tak lagi memikirkan dan cenderung lupa tentang Diraja. Dia terlalu sibuk menikmati hidup sebagai adik ipar Mas Darius yang dilimpahi kekayaan. Banyak hal baru yang membuka mata Ambar.

Padahal ketika mereka terakhir bertemu sebelum adanya insiden penembakan di hotel Royal Ruby–Ambar sudah jelas-jelas mendengar kalau Mas Darius dan Mbak Amira menolak mentah-mentah rencana gila tersebut.

Bahkan Ambar benar-benar mengingat bagaimana tersinggungnya Diraja saat ayahnya sendiri mengemukakan pendapat tersebut, dan meminta ayahnya untuk menghentikan omong kosongnya.

Lalu sekarang apa yang mendasari perubahan signifikan ini?

“Ambar, hari ini kamu mau ke mana?” tanya Ibu yang sedang menyirami tanaman di rumah mereka. Sudah beberapa hari ini mereka kembali lagi ke rumah mereka setelah sebelumnya tinggal beberapa bulan di apartemen milik kakak iparnya. Mas Darius Danudiharjdo.

Sebelumnya Mas Darius bersikeras ‘memaksa’ mereka untuk pindah ke apartemen miliknya demi keamanan keluarga. Masa-masa sulit ketika Mas Darius menghadapi masalah yang cukup berbahaya dan menyebabkan dirinya serta Mbak Amira diculik di suatu pulau pribadi milik keluarga Danudihardjo di daerah Kepulauan Riau.

Awalnya Bapak dan Ibu menyetujuinya demi menjaga keselamatan keluarga, namun setelah pernikahan Mas Darius dan Mbak Amira, Ibu bersikeras kembali ke rumah mereka dan menganggap keadaan sudah aman terkendali sehingga tak ada alasan lagi bagi mereka untuk tinggal di apartemen.

“Ibu nggak suka tinggal di apartemen seperti itu. Ibu lebih suka kita kembali ke rumah kita yang sederhana, tapi begitu nyaman bagi Ibu. Ibu kangen dengan tanaman dan bunga anggrek Ibu.”

Ambar ingat sekali itu yang ibu ucapkan ketika mengutarakan keinginannya kembali ke rumah mereka di hadapan Mas Darius.

Mas Darius tentu saja awalnya menolak dan kembali membujuk. Kakak iparnya itu mengatakan kalau apartemennya tersebar banyak di Jakarta dan kosong tidak ditempati. Semua fasilitas tentu saja lebih baik dibanding rumah sederhana mereka, jadi sebenarnya tak ada alasan bagi keluarga Ambar untuk menolak pemberian apartemen tersebut.

Namun tentu saja Ibu keras kepala dan mengatakan kalau dia tak nyaman berulang kali, sehingga membuat Mas Darius mengalah dan akhirnya membiarkan Ibu, Ayah dan Ambar kembali ke rumah mereka.

“Tapi Ambar bisa pergi ke apartemen tersebut kapanpun kamu mau. Lokasinya dekat dengan kampus unggulan Cahaya Ilmu International College dan bisa dipakai kelak jika Ambar sudah mulai berkuliah,” ujar Mas Darius yang sama keras kepalanya. Dia menyerahkan kunci apartemen kepada Giselle dan mengatakan feel free to use the apartment.

Ambar kembali tersadar dengan pertanyaan ibu dan menghampiri ibu yang sedang merawat tanamannya secara telaten di halaman rumah.

“Uh, aku ada perlu sebentar. Ketemu teman,” ujar Ambar berbohong.

Dia bukan ingin bertemu temannya hari ini.

Dia akan menemui Diraja Sudibyo setelah mereka ‘janji’ akan bertemu hari ini di Plaza Indonesia. Ini juga merupakan peringatan Ambar terakhir kepada pria itu agar tidak mengusiknya lagi setelah ini.

Ibu menatapnya penuh tanya sampai akhirnya berceletuk ringan, "Ibu kira kamu mau bertemu pacarmu," ujar ibu santai.

Ambar langsung menyanggahnya, "bukan Bu! Aku nggak punya pacar! Mana sempat mikirin begitu!" kilah Ambar.

Ibu hanya menatapnya dalam diam selama beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.

“Jangan pulang malam-malam, ya!” ujar Ibu yang dibalas oke olehnya.

“Iya, Bu. Ketemunya juga sebentar, kok.” Ambar menambahkan.

Dia akan membuat pertemuan ini begitu singkat karena dia malas sekali bertemu dan berinteraksi dengan pria yang jauh lebih tua dari dirinya. Bertemu hanya berdua pula!

Setelah izin dengan ibu dan bapak, Ambar pergi menuju salah satu mall elit di Jakarta dengan bantuan ojek online. Dia hanya memakai kaus hitam lengan pendek dengan celana jeans dan sepatu converse-nya. Rambutnya sengaja diikat kuda untuk alasan kepraktisan, dan wajahnya benar-benar make up free.

She doesn’t want to impress anyone, makanya hari ini dia benar-benar datang ke mall elit tersebut tanpa persiapan matang.

Sampai di sana, Ambar mengecek kembali ponselnya dan sudah ada pesan dari nomor yang sengaja tak disimpan, namun Ambar sudah dapat menebak siapa gerangan yang mengirimkan pesan itu.

[Saya sudah di Starbucks.]

Ambar melengos membaca pesan tersebut. Setelah bertanya kepada security di mana letak kedai kopi waralaba tersebut, Ambar berjalan dan masuk ke dalamnya. Wangi kopi yang khas menyeruak masuk indra penciumannya, dan dia mengedarkan pandangan mencari di mana Diraja berada.

Benar, pria itu sudah duduk di sebuah set kursi sofa yang tersembunyi dan sepertinya belum sadar kalau Ambar telah tiba. Dia langsung duduk di hadapan Diraja tanpa disuruh dan bersedekap seraya menatap Diraja dengan tatapan penuh curiga.

“Langsung aja, Mas Diraja. Nggak perlu basa-basi, karena saya nggak punya banyak waktu,” ujar Ambar dengan cepat.

Di sudut matanya dia tahu beberapa pengunjung melirik ke arah mereka dan bahkan ada beberapa wanita yang dua kali menengok ke arah mereka. Seakan memastikan pemandangan yang mereka lihat di kedai kopi ini.

Diraja mengangkat wajahnya dan menatap Ambar dengan tatapan tajamnya. Mungkin saja itu efek alisnya yang tebal, namun Ambar tidak takut sama sekali dan justru menatap pria itu balik, setengah menantangnya.

"Mau minum apa?" Diraja memilih tidak menanggapi ucapan Ambar dan bertanya hal lain.

Ambar menggelengkan kepalanya, dia tak ingin berbasa-basi.

"Nggak perlu, langsung saja kita bicara sekarang," Ambar menekankan sekali lagi.

Namun Diraja tentu saja bukan lawan yang sepadan bagi Ambar yang masih bau kencur. Pria itu justru menyandarkan tubuh tegap atletisnya ke kursi dan mengangkat sebelah alisnya, seakan menantang Ambar untuk melakukan hal yang lebih ekstrim.

“Aku rasa kamu nggak suka kopi, so Matcha frappe or something girly drinks, perhaps?" ejek Diraja yang membuat Ambar semakin meradang.

“Jadi mau bicara tentang apa? Saya risih duduk di sini bersama kamu, Mas Diraja. Banyak orang yang memperhatikan kita, jadi lebih baik kita selesaikan permasalahannya secepat mungkin!” Ambar menghiraukan pertanyaan Diraja sekali lagi. Dia sungguh-sungguh tak ingin terjebak dalam permainan Diraja yang seperti ini.

Dan seperti berbicara dengan tembok, Diraja kembali mendiamkan ucapan Ambar dan memilih untuk beranjak dari duduknya.

"Tunggu sebentar, saya butuh kopi. Makanya saya ajak kamu ke sini." Tanpa menunggu jawaban Ambar, Diraja pergi ke counter dan mulai memesan kopinya. Meninggalkan Ambar yang terbengong-bengong di kursi.

Dengan diam-diam Ambar memperhatikan sekeliling. Benar, ini semua bukan perasaan Ambar semata. Dia yakin banyak yang memperhatikan dirinya dan Diraja. Ambar mengernyitkan dahinya. Apa mungkin Diraja seterkenal itu, sampai-sampai banyak orang yang mengenali pria itu dan membuatnya jadi pusat perhatian?

Rasa tak nyamannya semakin meningkat ketika seorang pria melewati meja Ambar dan menyerahkan secarik kertas kepadanya. Ambar mengernyitkan dahinya, menatap pria asing yang berlalu yang tak lupa mengedipkan matanya kepada Ambar sebelum akhirnya pergi dari tempat ini.

Dia meraih secarik kertas tersebut, dan di sana tertulis nomor telepon dengan beberapa untai kata yang membuat Ambar menjadi emosi!

'Call me, Aku bisa kasih penawaran lebih baik dari om kamu, kalau kamu mau jadi sugar baby-ku.'

Ambar terkesiap saat membacanya! Astaga jadi selama ini orang-orang melihat Ambar dan Diraja lalu segera mengambil kesimpulan kalau dia seorang sugar baby!

Belum sempat Ambar beranjak dan mengejar pria mesum itu untuk dia maki-maki sepuas hati, Diraja tiba di meja mereka dan menghalau langkah kaki Ambar.

"Mau ke mana?" tanya Diraja dengan kaku.

"Ck! Lepasin!" Ambar meronta dalam pegangan Diraja. Pria itu kemudian menaruh cup holder yang berisi dua cup minuman ke meja dan kedua tangannya meraih lengan Ambar. Meremasnya agar Ambar kembali fokus kepada Diraja.

"Kenapa?" tanyanya dengan tajam.

"Dari tadi sudah saya bilang, kan! Saya nggak nyaman bicara di sini sama kamu. Sekarang ada yang sampai kasih nomor teleponnya dan mikir kalau saya jadi sugar baby yang lagi jalan sama omnya!" ucap Ambar cukup keras yang akhirnya membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran dan melempar senyuman mengejek ke arahnya.

Diraja akhirnya mengendurkan pegangannya, dan mengambil cup holder di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menggenggam pergelangan tangan Ambar. Mereka mulai keluar dari Starbucks dan berjalan ke dalam area mall sebelum akhirnya Ambar melihat arah pergi mereka menuju apartemen privat yang memiliki akses dengan mall ini.

"Tu... tunggu dulu! Kita mau ke mana?" tanya Ambar di tengah kepanikannya.

"Katanya kamu nggak nyaman dilihat banyak orang, kita bicara di tempat saya saja." Diraja kembali 'menyeretnya' hingga mereka berdua melewati security check dan masuk ke dalam private lift yang langsung naik menuju unit apartemen milik Diraja.

Ambar menghela napas kesal. Seharusnya tadi dia berontak saja dan membuat keributan agar tidak dibawa ke ruang pribadi Diraja.

Lihat saja, kalau pria itu macam-macam, dia akan tendang bagian paling privat pria itu sampai tak berkutik!

Related chapters

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 3

    DIRAJA Diraja akhirnya melepaskan genggaman tangannya ketika pintu lift terbuka dan mereka berjalan menuju unit apartemennya. Setelah membuka pintu dan masuk, Diraja membawa Ambar menuju sofa yang menghadap jendela besar yang menghadap jalan protokol utama Jakarta di sore ini. Dia mengambil triple espresso on the rock miliknya dan menyerahkan matcha frappe untuk Ambar yang menerima minuman tersebut sambil menggerutu pelan. “Duduk saja.” Dengan kepalanya, Diraja mengarahkan Ambar agar tidak segan-segan duduk. Tapi sepertinya gadis itu memasang kewaspadaan tingkat tinggi dan menolaknya dengan cepat. “Berdiri seperti ini saja,” balasnya dengan keras kepala. Diraja menghembuskan napasnya. Akhirnya dia duduk sambil menyeruput espresso-nya. “Diskusi kita akan panjang, dan saya capek mengangkat kepala kalau kamu berdiri seperti itu terus,” jawab Diraja dengan tenang. “Duduk,” titah Diraja yang membuat Ambar semakin kesal dan menghentakkan kakinya. Tapi tak lama dia menuruti kei

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 4

    AMBAR “Mas Darius dalam bahaya?” Ambar menyipitkan matanya. “Kamu tahu siapa kompetitor yang ingin menghancurkan Darius? Dan siapa mereka sebenarnya?” Diraja melempar pertanyaan kepadanya. Ambar menggeleng lemah. Jantungnya berpacu cepat mendapatkan informasi terbaru ini. Apakah Mbak Amira juga berada di dalam bahaya? Pikirannya kembali mundur ketika dirinya dan Mbak Amira diculik di Pulau Laguna oleh ayahnya Mas Darius. Belum lagi ketika ada peristiwa penembakan di lobi hotel Royal Ruby yang mengakibatkan satu orang tertembak dan terluka. Sebenarnya itu peristiwa besar, namun karena kekuasaan kakak iparnya–berita tersebut terkubur dan tak ada media massa nasional yang secara serius meliput peristiwa tersebut karena campur tangan Mas Darius dan kedua sahabatnya, Mas Raka dan Mas Nero untuk ‘membungkam’ media. “Siapa mereka?” tanyanya penuh ketegangan. “Apa Mbak Amira akan baik-baik saja?” Ambar tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Pria yang duduk dengan tenang di hadapa

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 5

    Hari ini ayah kembali menanyakan apa yang akan Diraja lakukan mengenai proses merger dan akuisisi dengan perusahaan Darius. Pembicaraan sejak beberapa bulan lalu memang belum ada perkembangan berarti hingga sekarang. “Lalu bagaimana dengan saran ayah waktu itu?” tanya ayahnya saat mereka berdiskusi di ruang chairman milik ayahnya. Mereka berdua sedang membicarakan Sudibyo Corporation secara keseluruhan sebagai bentuk salah satu proses suksesi dan penyerahan tongkat estafet kepemimpinan dari Amir Sudibyo kepada anaknya–Diraja Sakala Sudibyo. “Tentang Ambar?” Diraja menegaskan pertanyaan sang ayah. Beliau mengangguk tenang meskipun terlihat jelas dia menanti perkembangan dan berita baik dari masalah ini. “Aku sudah berbicara dengan Ambar minggu lalu,” ungkapnya. “Lalu? Bagaimana hasilnya?” todong ayah. “Aku memberinya waktu hingga minggu ini untuk berpikir. Biar bagaimanapun Ambar tidak akan mengalami kerugian kalau dia menolak pernikahan ini. Berbeda denganku. Makanya aku ngga

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 6

    “Untuk meeting nanti? Iya, Bian akan mengecek progress kinerja The Converge sebelum mereka mengaplikasikannya dalam rencana bulanan mereka. Bian bilang pengecekan terakhir sebelum promo marketing rilis secara nasional.” Nina menjelaskan panjang lebar. Diraja secara refleks berdecak ketika mendengar nama sepupunya. Biantara Martana Sudibyo. Pria tengil di mata Diraja yang sayangnya menjadi the rising star di kantor ini. Pria itu bergabung dalam Sudibyo Corporation empat tahun lalu di bawah bimbingan Chandra Sudibyo. Ayah kandung Biantara dan juga paman Diraja. Ayah dan Paman–Chandra Sudibyo memang berkongsi untuk membesarkan Sudibyo Corporation. Meskipun Om Chandra fokus kepada anak perusahaan mereka yang lain di bidang perkebunan, agrikultur, dan sawit. Persaingan antara Diraja dan Biantara awalnya hanyalah persaingan juvenile tak bahaya khas remaja. Tapi sepertinya, Biantara semakin lama semakin menganggap Diraja sebagai saingannya nomor satu dan selalu bersemangat untuk berkomp

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 7

    AMBAR Biasanya pulang kampus sore hari seperti ini, dia suka mampir sejenak di taman RPTRA dekat rumahnya yang begitu rindang dan sejuk. Di sana, Ambar suka duduk di sebuah ayunan kayu yang kokoh sambil membaca buku, atau membuka aplikasi novel online, atau sesimpel menghabiskan jajanan sekolah dekat kampus sebelum kembali ke rumah. Dia seringkali melakukan hal tersebut karena taman ini dekat sekali dengan persimpangan jalan di mana dia turun dari pangkalan angkutan umum untuk masuk ke dalam gang rumahnya. Tapi sejak dia bergabung dengan keluarga Danudihardjo, agendanya sore hari setelah pulang kampus atau ketika akhir pekan semakin padat karena Tante Angela Danudihardjo–ibunda Mas Darius, atau Mbak Amira dan Mas Darius seringkali mengajaknya pergi bersama ke tempat-tempat baru yang belum pernah Ambar kunjungi. Hari ini Ambar masih dengan kaus santainya dijemput oleh Mbak Amira dan Tante Angela dari kampus ke sebuah pusat perbelanjaan mewah dekat kantor Mas Darius. Saat ini mere

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 8

    Di sisi lain, setelah mereka–atau lebih tepatnya Tante Angela puas mengelilingi pusat perbelanjaan mewah dan membawa banyak tas jinjing berbagai brand sehingga membuat asisten pribadi Tante Angela kewalahan, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi makan malam ke The Opulent Restaurant yang berada di hotel The Royal Ruby. Mas Darius mengomel kepada mamanya sendiri yang mengusulkan tempat lain untuk dinner ketika Darius Danudihardjo sendiri adalah pemilik hotel dan restoran. Kenapa tidak datang ke restoran miliknya dan makan sepuasnya di sana. Bahkan kepala chef-nya bisa saja disuruh untuk membuatkan menu privat sesuai permintaan mereka. “Kapan anak itu kan tiba? Sudah Mama bilang supaya dia pulang lebih awal dan bergabung sama kita, tapi kok belum terlihat batang hidungnya!” Tante Angela beberapa kali melirik ke arah pintu ruang privat mereka, menunggu anak semata wayangnya, Mas Darius tiba di sini. “Pasti sebentar lagi tiba, Ma. Baru saja Darius mengabari kalau dia sudah jalan dar

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 9

    DIRAJA Pikirannya berkecamuk dan bercabang ke mana-mana selepas dia menghubungi Michelle. Saat dia tahu kalau asthma attack Michelle kumat di tengah perdebatan mereka, tanpa pikir panjang Diraja langsung cabut dari kantor meskipun beberapa waktu ke depan dia harusnya mengikuti rapat marketing dengan The Converge. Tapi menurutnya masalah kesehatan Michelle jauh lebih penting dan saat dia dengan tergesa-gesa keluar dari ruangannya, dia meminta Tito dan Nina untuk membereskan jadwalnya yang pasti akan berubah. “Tapi.. Pak? Apa saya perlu mendampingi Pak Diraja?” Tito bergegas mengikutinya namun Diraja berhenti sejenak. “Nggak usah, kamu sama Nina wakili saya saja di rapat nanti dengan The Converge. Nanti kabari saya bagaimana hasilnya. Dan kalau butuh keputus

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 10

    Setelah ditinggal Michelle, ada perasaan kosong yang membuatnya merasa begitu gamang. Diraja menghela napasnya. Menelan kepahitan yang berasal dari rencana pernikahan bisnis yang akan dia lakukan bersama Ambar. Suara klakson mobil di belakang mereka akhirnya membuat Diraja tersadar dan meminta sang supir untuk kembali ke kantor. Diraja mencoba menghubungi Michelle untuk memastikan kalau dia baik-baik saja selepas pembicaraan mereka di dalam mobil tadi. Tapi sepertinya Michelle memblokir nomornya sehingga dia tak bisa menghubunginya. Saat membuka ponselnya, Diraja baru menyadari kalau dia tadi mendapatkan pesan singkat dari Ambar ketika dia bertengkar dengan Michelle. [Saya sudah bicara dengan keluarga besar saya, mereka nggak percaya kalau saya mempertimbangkan usul ini. Jika keluarga saya menolak

Latest chapter

  • Obsesi Sang Pewaris   EPILOG

    “Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 95

    AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 94

    Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 93

    DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 92

    RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 91

    Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 90

    AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 89

    DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga

  • Obsesi Sang Pewaris   Bab 88

    DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah

DMCA.com Protection Status