Minta komennya sayaang sayangkuuu
Pertemuan pertama Ambar dengan keluarganya akhir pekan lalu berjalan dengan begitu baik. Setelah memastikan ‘deep talk’ yang mereka berdua lakukan di dalam kamar Diraja telah selesai, Ambar membuka pintu dan kabur darinya.Tak lama dari balkon kamarnya, dia melihat Ambar berbicara bertiga bersama ibu dan kakaknya. Mereka semua terlihat begitu kompak dan berbincang layaknya sudah mengenal lama.Ibu dan kakaknya begitu terbuka kepada Ambar. Satu hal yang sepatutnya Diraja syukuri. Setidaknya tidak akan ada drama antara Ambar dan keluarganya kelak.Intinya malam itu pertemuan berjalan lancar dan mereka akan mengagendakan pertemuan keluarga kedua belah pihak secara formal dalam minggu ini untuk membicarak
AMBARWaktu berjalan cepat, namun di satu sisi juga terasa lambat dalam persepsi Ambar. Setelah pertemuannya yang pertama dengan keluarga Diraja minggu lalu, Ibu Larasati dan Mbak Rengganis getol menghubunginya sekaligus menanyakan kapan mereka bisa berkunjung ke rumah Ambar.Ayah pun sempat mengulik kembali tentang rencana Diraja yang akan membawa keluarganya datang ke rumah. Dua hal tersebut akhirnya membuat Ambar dan Diraja kompak mengatur waktu untuk bertemu.Keluarga besar Diraja Sudibyo menemui keluarga Ambar kemarin malam. Suasananya awalnya begitu kikuk, terlebih rumah Ambar yang kecil untuk menampung keluarga Diraja yang datang, serta keluarga Mbak Amira yang juga hadir.Tapi tentu saja Tante Larasati dan Om Amir tidak meributkan masalah tersebut
Manajer hotel yang sepertinya sudah hafal dengan wajah Ambar melempar senyum sopan kepadanya saat mengantar mereka ke dalam ruangan VIP restoran mewah milik kakak iparnya ini. “Selamat siang, Ibu Ambar dan Pak Diraja, silakan masuk. Saya sendiri yang akan melayani Anda semua. Untuk menu sudah kami siapkan di meja, dan silakan hubungi saya jika ada yang ingin dibantu,” ujar Pak Tommy dengan ramah. Ambar tersenyum dan mengangguk. “Pesananku seperti biasa saja,” ujar Ambar penuh keakraban. Tanda kalau dia memang pengunjung tetap restoran ini. Tak lama Diraja pun memberi tahu apa saja yang ingin dia pesan kepada Tommy, sebelum akhirnya manajer restoran itu pergi meninggalkan mereka berdua di dalam ruang VIP ini. Diraja kembali mengecek lembaran budget proposal yang Ambar sodorkan tadi. Dahinya mengernyit sambil sesekali jarinya mengusap bibir bawahnya, tanda kalau pria itu sedang berpikir keras. “Ini saja?” tanya Diraja tanpa menatap Ambar. Ambar merenung sejenak. Biaya yang
DIRAJAKejadian siang tadi di restoran The Opulent bersama Ambar membekas di dalam relung hatinya. Tentu saja sensasi yang berbeda dirasakan ketika dia pertama kali mencium calon istrinya.Ambar terlihat dan terasa begitu polos dan tak memiliki pengalaman yang nyata. Bagaimana tubuh ramping gadis itu menegang dalam pelukannya, ditambah dengan terkatupnya bibir seksi Ambar saat mereka berciuman yang membuat Diraja cukup frustasi kala itu.Sebuah pikiran liar mampir ke dalam pikirannya. Mungkin saja dia yang pertama bagi Ambar. Dan tebakan tersebut secara aneh membuat Diraja merasa senang.Mungkinkah demikian?Atau mungkin dulu mantan kekasih Ambar hanyalah bocah i
Diraja kembali ke kantor sore hari. Setelah banyak hal yang terjadi di siang hari tadi bersama Ambar, ditambah dengan pertemuan singkatnya dengan Michelle membuat Diraja terpekur dan tak bisa berkonsentrasi selama bekerja. Apa yang Tito sampaikan hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Memang sepertinya tak ada yang dapat dia lakukan untuk menebus kesalahannya kepada Michelle. Diraja telah mencoba untuk meminta maaf, namun dia pun sadar jika kesalahannya sudah begitu besar. Mungkin menjaga jarak dengan Michelle adalah pilihan terbaik bagi mereka bertiga. Untuk Michelle agar perempuan itu bisa menyembuhkan lukanya. Untuk Diraja agar dia tidak melakukan kesalahan lagi, dan juga untuk kebaikan Ambar–yang ikut terseret dalam intrik masalah ini. Tak patut rasanya Ambar bersinggungan dengan perempuan dari masa lalunya. Dia kembali mengingat ucapan menohok ayahnya tempo hari saat mereka meeting. Diraja harus menyelesaikan masalahnya dengan Michelle dan menatap masa depan bersa
AMBAR Dalam beberapa hari terakhir ini, Ambar benar-benar disibukkan dengan persiapan pertunangan. Ibu, Mbak Amira dan Tante Angela membantunya sedemikian rupa sehingga banyak hal bisa diselesaikan lebih cepat. Ditambah lagi dengan bantuan Yvonne yang mengepalai langsung proyek pertunangan dan persiapan pernikahan Ambar sehingga semua berjalan begitu smooth tanpa ada kepala pening berlarut-larut. Ambar juga sudah beberapa kali bertemu dengan calon mertuanya, Tante Larasati dan juga kakak Diraja, Rengganis. Mereka bertemu untuk mengecek persiapan dan juga berulang kali mencoba mengajak Ambar untuk mampir ke rumah mereka kembali untuk makan malam. Namun Ambar harus menolaknya karena dia juga masih disibukkan dengan kuliahnya dan berbagai macam materi yang harus dibaca dan dipelajari di malam hari. Mengambil waktu istirahatnya karena sudah seharian terpakai pergi ke kampus dan lalu mengurus persiapan pertunangan dan pernikahan. Secara keseluruhan, semuanya berjalan dengan lancar
Ambar mengepalkan tangannya dengan erat. Bingung bagaimana dia harus menanggapi ucapan Akito. Si senior yang secara ugal-ugalan masuk dalam kehidupan kampusnya. “Kita bahkan nggak saling mengenal. Gimana bisa kamu ngomong seperti itu?” tanya Ambar dengan jujur. Rasanya aneh jika Akito yang baru bertegur sapa satu kali dengannya bisa-bisanya merasakan ‘patah hati’ setelah pengumuman Ambar kalau dia akan menikah. Itu merupakan sesuatu yang absurd dan tak dapat dimengerti oleh Ambar. Akito terdiam sejenak saat ditanya seperti itu olehnya. Tak lama dia mengedikkan bahunya. Cowok itu melangkah mendekati dirinya dan tersenyum masam. “Ini rasanya tuh seperti layu sebelum berkembang,” ucap Akito gamblang. Dia menggaruk kepalanya sebelum akhirnya menghela nafasnya. “Well, bukan maksudku kepo, tapi… kamu kan masih muda banget? Kenapa buru-buru mau menikah?” tanya Akito penasaran. Cowok mencoba mengunci tatapannya kepada Ambar seraya menunggu komentar balasan darinya. Ini bukan urusan Akit
DIRAJA “Oh, shoot,” ujar Diraja pelan di dalam mobilnya menuju perjalanan project site Sudibyo Corporation. Beberapa kali dia memijat bahunya seraya meringis menahan sakit. Badannya terasa ngilu di beberapa tempat karena hasil latihan spontan aikido di dojo baru yang tak sengaja dia temui saat pulang kerja kemarin. Berangkat dari keisengannya malam itu, Diraja memutuskan untuk gabung saat itu juga setelah Akito–instruktur muda yang menemuinya memberikan room tour dan juga menjelaskan secara singkat apa saja bela diri yang mereka provide di dojo tersebut. Diraja juga bertemu sang pemilik Omega Dojo yang bernama Saga. Pria seumurannya yang ternyata sedang getol bermanuver ke beberapa venture capitalist untuk pitching fitness center dan dojo miliknya agar bisa ekspansi ke wilayah kota besar lainnya. Dia merasakan kecocokan dengan kedua laki-laki yang menyambutnya di dojo terpencil yang terletak di sebuah kompleks perumahan hingga akhirnya memutuskan hari itu juga akan ikut latihan
“Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng
AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men
Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw
DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia
RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku
Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d
AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki
DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga
DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah