Pagi harinya Rose meminta bantuan anak buah Steven untuk menemaninya ke rumah Jane. Untuk mengambil Megan darinya. Dia tidak tahu seperti apa Megan sekarang di rumah Jane. Karena ibu kandungnya selalu menyiksanya. Tidak ada hati sama sekali. Ibu kandung macam apa itu? Rose diantar oleh anak buah Steven, hanya Rose yang meminta mereka untuk kembali lagi. Itu akan menjadi urusannya. Perjalanan menuju rumah Jane cukup jauh. Rose begitu mengkhawatirkan Megan yang tidak lain adalah putrinya. Meski berstatus sebagai ibu tiri, meski Rose tidak memiliki hubungan darah. Namun, Megan tetap putrinya. Pasalnya, hubungannya dengan suaminya tak lain adalah Steven. Beberapa menit berlalu. Keberangkatan Steven ke rumah Jane tidak diketahui. Bahkan Rose memerintahkan anak buahnya untuk tidak memberi tahu suaminya. Karena Steven melakukan layanan di luar negeri. Pasti sangat sibuk dengan pekerjaan. Rose tidak ingin mengganggunya. Biarkan suaminya beristirahat dengan tenang tanpa
Setelah beberapa jam Jane memisahkan Megan dari Rose. Dia tidak sengaja menyatukannya untuk sementara. Agar Megan tidak melawannya, tentu saja dia harus menurut juga. Jika tidak dia juga akan seperti nasib Rose. Rose masih tergeletak di lantai. Tidak ada satu anggota tubuh pun yang bergerak darinya. Bukannya dibawa ke rumah sakit, Jane membawa Rose ke gudang dan menguncinya. Jane seperti psikopat, dia tidak punya hati. Dia tidak merasa kasihan ketika melihat kondisi Rose yang sangat membutuhkan perawatan. Seseorang yang bertindak kebanyakan tidak mau bertanggung jawab. Seperti yang dilakukan Jane. Megan kini hanya duduk diam. Dia tidak ingin melakukan apapun. Dia berharap ayahnya akan datang untuk menjemputnya. Selamatkan Rose dan dirinya sendiri dari manusia tak berperasaan, dari iblis di jiwanya. Merasa lelah, tubuh Megan terasa lemas. Tubuhnya masih kesakitan. Tapi lebih sakit lagi melihat keadaan ibunya. Dia masih limbo kali ini. Sendirian tidak ada yang men
Anak buah Steven bersembunyi di balik tembok tak jauh dari rumah Jane. Mereka terus memantau, berharap ada celah untuk membawa pergi Rose dan Megan Puas dengan apa yang dia lakukan, Jane keluar meninggalkan Rose dalam kondisi yang sangat buruk dan Megan menangis di sampingnya. "Mama, bangun mama!" Megan menangis histeris saat melihat Rose yang terkapar tak berdaya, dia menggoyang-goyangkan lengan Rose, berharap Rose bangun. Melihat Jane keluar, anak buah Steven memasuki rumah Jane. Di sana, Rose langsung terlihat tergeletak tak berdaya. "Hai, bantu Ibu!" Megan menjerit saat melihat anak buah Daddy datang bersama Megan. Megan masih menangis histeris. Mereka yang melihat Megan menangis di samping Rose yang tak berdaya langsung menghampirinya. “Megan, nona jangan menangis. Kami akan membawa Ibu Rose ke rumah sakit agar Ibu Rose baik-baik saja." "Ayo nona!" bawa mereka ke Megan. Dengan cepat, anak buah Steven membawa Rose ke mobil. Megan mengikuti di belakang mer
Steven sedang mengadakan pertemuan dengan kliennya. Di sela-sela pertemuannya, ponselnya berdering karena lupa mematikannya. Namun, Steven mengabaikannya dan melanjutkan pertemuannya agar cepat selesai. Alih-alih berhenti berdering, telepon berdering beberapa kali. Itu membuat mereka tidak fokus. Merasa bersalah, Steven meminta maaf kepada kliennya dan meminta izin untuk mengangkat telepon tersebut. "Maaf, Pak. Bolehkah saya menerima telepon sebentar?" Dia bertanya. "Tidak apa-apa. Silakan ambil dulu," jawabnya. Untungnya kliennya mengerti dan mengizinkannya untuk menerima telepon. Steven mengambil ponselnya dan berjalan menjauh dari mejanya. "Halo, kenapa? Apakah ada masalah?" Steven bertanya pada pria yang memanggilnya. "Tuan, kami ingin memberi tahu Anda. Itu, kami ingin memberi tahu. Bahwa Nyonya Rose terluka akibat Nyonya Jane. Setelah itu, kami pergi ke sana untuk membawa pulang Nyonya dan Nyonya. keadaan yang sangat buruk sehingga kepalanya berdarah. Kami
Usai operasi, Rose disarankan dokter untuk menjalani perawatan di rumah sakit terlebih dahulu, karena kondisi Rose masih dikatakan parah. Setelah diperiksa, perut Rose kosong. Tidak ada makanan di perutnya. Bagaimana bisa ada makanan? Selama 3 hari Rose tidak diberi makan oleh Jane. Wanita itu jahat. Mendengar itu, Steven langsung bertanya kepada dokter. "Dok, tidak bisakah kita tinggal di rumah saja?" Dia bertanya. Namun, dokter menggelengkan kepalanya. “Lebih baik tetap di rumah sakit, Pak. Kalau nanti terjadi apa-apa, istri Bapak bisa lebih cepat berobat,” jawab dokter. Steven mengangguk menyerah. Jika diperbolehkan di rumah, maka Steven bisa merawat Rose setiap hari. Sedangkan jika di rumah sakit, tidak setiap hari Steven akan berada disana. Karena dia akan ada di rumah untuk membantu Megan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk sekolah. "Baik, dok," jawab Steven. Dokter berpamitan untuk keluar jika sudah selesai. "Kalau begitu saya keluar dulu,
Steven membawa bukti kekerasan Jane terhadap Megan dan Rose ke kantor polisi. "Permisi, Pak," kata Steven saat tiba di kantor polisi. Dia disuruh duduk oleh polisi. "Jadi pak, waktu saya kesini mau melaporkan mantan istri saya yang sudah lama menganiaya anak saya, dan beberapa bulan yang lalu, dia juga menganiaya anak saya," jelas Steven. Polisi mendengarkan dengan cermat setiap kata yang diucapkan Steven. "Bisakah saya meminta untuk memenjarakannya?" tanya Steven setelah menjelaskan. Steven muak dengan perilaku Jane yang berlebihan. "Apakah ada bukti?" tanya polisi, dia tidak bisa memenjarakan orang atas permintaan seseorang tanpa bukti. Mendengar itu, Steven langsung memberikan semua buktinya. "Baik, Pak. Barang bukti ini akan kami periksa dulu. Kalau terbukti Bu Jane terbukti bersalah. Kami akan masukkan ke dalam penjara," kata polisi. Steven ingin Jane dipenjara secepat mungkin. Namun, tidak mungkin dia memerintahkan polisi untuk memenjarakan Jane tanpa mem
Rose saat ini sedang menyiapkan makan malam, dirinya menyiapkan makan malam, wajah Rose terlihat lelah, dan kepalanya juga pusing, tetapi wanita itu melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai, wanita itu tersenyum manis. Tinggal menunggu Steven pulang, semuanya sudah siap. Namun tiba-tiba kepala Rose terasa sangat pusing. Wanita itu akan hampir jatuh jika dia tidak berpegangan pada rak piring. Beruntung rak piring cukup kuat menopang tubuh mungil Rose. "Kenapa tiba-tiba sakit sekali," kata Rose lembut sambil memegangi kepalanya yang sakit. "Ibu, Ibu kenapa?" tanya Megan sambil berlari ke arah Rose. "Ibu kenapa?" tanya gadis kecil itu dengan putus asa. Rose tersenyum pada Megan dan membelai surai Megan dengan lembut. "Ibu tidak apa-apa sayang. Hanya sedikit pusing" jawab Rose. "Ibu udah makan?" "Kamu lapar, Sayang? Tunggu di meja makan, Ibu sudah memasak untukmu," kata Megan sambil berusaha menyamai tinggi badan anak tirinya. Megan menggelengkan kepalanya sebaga
Rose mengantar Steven yang akan bekerja ke depan rumah sambil membawa tas laptop Steven. Megan sudah berada di dalam mobil. "Aku pergi dulu, oke?" selamat tinggal Steven mencium kening Rose dengan penuh kasih sayang. Dia tersenyum. "Hati-hati, oke? Jangan ngebut!" Rose memesan. "Bukankah itu normal, sayang?" Steven bertanya sambil tersenyum yang menurut Rose sangat menyebalkan. Rose mencubit pinggang Steven. "Kamu selalu menyebalkan dan tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan!" Jawab Rose dengan marah. Steven tertawa melihat raut wajah Rose yang terlihat sangat lucu. Tangannya mencubit pipi chubby Rose. "Kenapa kamu sering mencubit pipiku akhir-akhir ini?" tanya Rose sambil mengelus pipinya yang sakit akibat cubitan Steven. "Karena aku tergila-gila padamu. Dan, kenapa kamu sering mencubit pinggangku?" Steven balik bertanya. "Karena kamu menyebalkan!" "Ah, ayolah. Biarkan aku pergi bekerja, aku tidak akan pergi jika ditahan." Rose memandang Steven de
Andrew telah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah operasi dua hari lalu. Sebelumnya, si kecil harus dirawat di ICU selama dua malam. Steven dan Rose pun tidur di kursi ruang tunggu selama dua malam, hal itu dikarenakan Rose sama sekali enggan meninggalkan Andrew. Padahal harus mengorbankan punggungnya dan Steven yang sudah sangat kaku karena duduk semalaman. Itu terjadi dua malam berturut-turut. Bagaimana lagi, kalau bukan di sini Rose juga tidak akan tenang. Dia akan gelisah sepanjang malam memikirkan putranya. Pagi-pagi sekali perawat memindahkan Andrew ke ruang rawat inap VVIP sesuai permintaan Steven. Steven dan Rose cukup lega karena Andrew sudah memasuki masa pemulihan. Setidaknya Andrew menjadi lebih baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kondisinya sangat memprihatinkan. Andrew juga telah menunjukkan tanda-tanda sadar. Dengan menggerakkan jarinya beberapa kali, dia pun mulai mengigau. Ponsel Steven berbunyi, ia lalu menjawab panggilan masuk itu. Karena
Hari ini adalah hari pertama Rose bekerja. Dia akan tiba di kantor sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya. Dia diantar ke mejanya oleh orang yang mewawancarainya kemarin. Ketika dia ditunjukkan tempat duduknya, dia terkejut karena orang yang duduk di sebelahnya adalah Claire. Dulunya pegawai suaminya, kini satu kantor lagi. “Rose, perkenalkan. Ini Claire, asistenmu, dan Claire adalah manajer baru kita," kata wanita itu. "Halo, Rose?" Claire juga terkejut. "Kalian saling kenal?" "Iya bu, dia adalah istri dari mantan bos saya di perusahaan sebelumnya," ucap Claire. "Wah? Benarkah? Bagus sekali, tidak meminta pekerjaan pada suamimu." "Hanya mencari suasana baru, Bu." Rose tersenyum canggung. “Padahal seingatku, perusahaan tempat Claire bekerja dulu itu besar lho. Kamu pasti bosan, makan, dan ingin bekerja.” “Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Bukankah kamu asisten CEO? Seharusnya aku yang memangg
Sesampainya di rumah, Luna dan Rose langsung berpelukan bak saudara kembar yang sudah lama berpisah. Keduanya banyak mencarter bersama, bahkan lucunya Luna banyak memasak hari ini. Entah kenapa, dia ingin sekali memasak, dan ternyata tuan rumah dan nyonya rumah pulang setelah satu tahun. Padahal keduanya baru saling kenal setahun lalu. Tak satu pun dari mereka tahu apa pun tentang latar belakang satu sama lain. Tapi mereka berteman dan saling mencintai. Bisa dibilang saudara kandung yang baru bertemu saat dewasa. Tidak berhubungan tetapi searah. "Apakah Andrew dan Andrea nakal, Luna?" dia bertanya. Dia ingin tahu apakah anak-anaknya mengganggu Luna atau tidak. Bukankah buruk jika kedua anaknya menyusahkan Luna? Mungkin orang yang mendengar ini akan merasa aneh, bagaimana bisa seorang tuan merasa tidak enak karena telah merepotkan pelayannya? Karena menurut Rose, pembantu juga manusia, dan derajat manusia pun sama. Jika kita ingin dihormati maka kita harus belajar me
Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada t
Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada tiga gelas. "Kenapa hanya tiga?" dia bertanya. “Bukankah hanya kamu dan si kembar? Apakah
Pagi ini Rose akan menjalani beberapa terapi di rumah sakit. Steven tidak berangkat ke kantor dan memilih menemani Rose. Wanita itu sedikit gugup karena ini adalah yang pertamanya. Tentu saja, bukan? Seperti sebelumnya, Rose menggunakan pakaian tertutup serta masker dan topi. Wanita tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya. “Rose, kita hampir sampai. Jangan gugup, lakukan yang terbaik, aku bersamamu,” kata Steven. Pria itu menatap mata manik istrinya. Rose terdiam, wanita itu lalu mengikuti langkah perawat itu hingga menemui dokter yang akan membantunya dalam terapi. "Hai! Bagaimana kabar Rose?" tanya seorang dokter wanita muda. Ya, dokter tersebut adalah dokter yang mendiagnosis Rose mengalami gangguan kecemasan umum. "Hei, apa yang akan kita lakukan?" tanya Rose sedikit gugup. Dokter muda itu memandang sekelilingnya, dan dia mengert
Andrew tiba-tiba terbangun dan melihat ibunya sedang melamun. Andrew lalu berdiri dan memeluk Rose dari belakang. Rose melemparkan Andrew ke tanah, untung Andrew terjatuh di tempat tidur. Supaya tidak berdarah atau terluka, mungkin hanya sedikit syok saja. Tangisan Andrew menyadarkan Rose dan Steven pun terbangun. Steven berlari menghampiri Andrew yang menangis dengan wajah memerah. Steven memeluk Andrew dengan erat, berusaha menenangkan putranya. “Aku baru saja ingin memeluk Ibu, tapi Ibu malah dilempar,” kata Andrew sambil menangis. Rose merebut Andrew dari Steven lalu memeluk erat putranya itu. Rose terus menangis sambil terus menggumamkan kata maaf. Andrew memeluk Rose dengan erat, sangat erat. Ketika Andrew menyadari bahwa dia membuat ibunya menangis, anak berusia tujuh tahun itu langsung berhenti menangis. Dia menyeka air mata ibunya. Andrew tak ingin ada air mata di antara mereka. Yang ada hanya senyuman, semoga selamanya. "Hentikan Ibu! Jangan menangis, A
Setelah orang tuanya kembali, Rose langsung menuju kamarnya, wanita itu terdiam di dalam kamar, dan Rose masih berkata bagaimana jika ada sesuatu yang sangat penting, padahal tadi wanita itu bisa saja? Tentu saja hal itu membuat Steven khawatir, Steven langsung masuk ke dalam kamarnya, ia ingin memeriksa apakah Rose baik-baik saja. Sesampainya di kamar, pria itu mendapati istrinya sedang duduk kosong. Akhir-akhir ini ia sering menatap Rose sambil melamun sendirian dalam waktu yang lama. Semua ini karena teror gila yang dikirimkan Helen. Dia mendekati istrinya dan menariknya untuk bersandar di dadanya. Rose masih menatap satu titik dengan tatapan kosong, padahal tubuhnya sudah berada dalam pelukan Steven. “Sekarang kamu tidak perlu khawatir, kami sudah pergi menemui Helen. Dia sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama," ucap Steven berusaha menenangkan istrinya. Ia berharap perkataannya cukup menenangkan istrinya.
Penjelasan “Rose, kenapa kamu masih duduk disana? Ayo berangkat!” ajak Nyonya Vega. Mereka sudah bersiap berangkat ke rumah Helen, namun tidak bersama Rose. Ia merasa enggan untuk bertemu dengan Helen, apalagi mengingat teror yang mengerikan. "Aku tunggu di rumah saja, aku tidak akan pergi," ucap Rose dengan tidak nyaman. "Ada apa Rose? semuanya akan baik-baik saja, ayo kita jelaskan semua yang terjadi pada Helen," ucap nyonya Vega. Namun Rose tetap menggelengkan kepalanya, mengingat ia tak ingin bertemu dengan wanita yang menerornya. Rose sepertinya tidak bisa menerima kelakuan Helen yang diberikan padanya. Saat mengangkat pun kata Andrea hanya Rose yang selalu berusaha menghindari wanita itu. Lalu bagaimana ceritanya jika kali ini Rose harus ke rumahnya? Temui dia secara terbuka? "Ada apa sayang? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Steven bertanya dengan lembut."A-aku, aku tunggu sa