Sudah dua hari Melvin tidak berani datang ke kantornya. Ia jadi diburu utang oleh beberapa orang. Memang tak sebanyak yang ia peroleh dari Sebastian, tapi tetap saja mereka adalah rentenir yang biasa menyewa kelompok preman terkenal di Jakarta. Setelah Cindy pergi tiga hari lalu, Melvin nyaris mengunci rumahnya. Ia hanya memesan makanan lewat jasa online karena sudah tidak ada lagi pembantu di rumah. Para pengantar makanan pun hanya menyangkutkan pesanan makanan di pagar.
Hidup Melvin seperti dikejar hantu sekarang. Ia stres dan bisa terkena depresi jika terlalu lama begini. Akhirnya tak tahan lagi, Melvin meminta bantuan orang tuanya. Tidak mudah meyakinkan mereka terlebih karena kedua orang tua Melvin tak menyukai Cindy sebagai menantu.
“Tolonglah, Pa. Aku benar-benar butuh bantuan Papa sekarang. Papa bisa kan jual mobil klasik itu dulu. nanti aku beneran ganti deh kalau semuanya kembali normal,” ujar Melvin memelas pada ayahnya melalui sambungan telepon.
“Kita uda lama gak ketemu ya? Aku sempat ke rumah kamu, tapi rumah itu ternyata sudah dijual,” ujar Naomi memulai perbincangannya dengan Cindy. Cindy tersenyum lalu mengangguk.“Iya, suamiku yang menjual.” Cindy sedikit menunduk kala menyebutkan hal tersebut. Kening Naomi mengernyit saat mendengar. Ia meraba tangan Cindy lalu menggenggamnya. Cindy pun menaikkan pandangannya dan tersenyum getir. Memang ada masalah yang terjadi pada Cindy.“Apa kamu mau menceritakan apa yang terjadi, Cin? Kamu keliatan pucat seperti sedang sakit. Apa kamu sedang sakit?” tanya Naomi pada Cindy dengan suara yang lembut.“Aku baru saja sembuh sakit, Nao. Tapi ... apa aku boleh menginap di sini sementara waktu?” tanya Cindy lagi. Ia tengah mencari tempat yang bisa ia percayai. Mungkin Naomi-lah orangnya.“Tentu boleh, cuma ya, harap maklum ya. Kamarku kecil.” Naomi sedikit meringis. Cindy tersenyum lalu menggeleng.
“Lacak ponselnya!” perintah Sebastian pada Elfrant yang duduk di sebelahnya. Elfrant mengangguk dan masih sibuk mencari melalui ponsel. Titiknya belum berubah dan masih tertinggal di kantor Moulson. Itu berarti ponsel Cindy sudah mati.Elfrant menarik napas panjang dan menoleh pada Sebastian yang tampak sangat resah. Sebastian mengepalkan tangan mengetuk-ngetukkan ujungnya pada ujung bibirnya.“Mungkin dia pulang ke tempat orang tuanya,” celetuk Elfrant. Sebastian mendengus lalu menoleh.“Bukannya rumahnya sudah dijual?” Elfrant mengangguk dan kembali sibuk melacak ponsel Cindy.“Dia belum menyalakan ponselnya. Apa dia tahu kalau ponselnya disadap?” Elfrant kembali menyeletuk. Sebastian makin mendengus resah dan cemas. Jika Cindy kembali hilang, maka ia bisa makin mengamuk.“Ah, brengsek!” gerutu Sebastian begitu kesal. Ia tidak peduli dengan kebakaran yang menimpa rumah Melvin dan Cindy.
“Cindy! Cindy!”Sayup-sayup Cindy mendengar suara dari seseorang. Ia mengernyit lalu membuka matanya perlahan. Yang semula kabur lalu makin terang dan Cindy pun tersentak kaget. Ia bangun dan langsung duduk.“Oh, Tuhan! Kebakaran! Kebakaran!”Cindy terengah dan kedua bahunya langsung dipegang oleh Naomi. Naomi bernapas lega saat melihat Cindy sudah sadar setelah dibawa ke salah satu klinik.“Akhirnya kamu sadar. Aku takut banget, aku pikir kamu gak napas lagi.” Naomi berujar dengan raut kecemasan dan kemudian langsung memeluk Cindy. Cindy masih bingung terperangah. Ia diam saja seperti orang kebingungan saat dipeluk dan dilepaskan oleh Naomi.“Apa yang terjadi? Kenapa aku di sini? Bukannya kita ....”“Iya. Kamu pingsan di jalan. Aku aja sampe kaget saat liat kamu tiba-tiba jatuh. Untung gak sampe kelindes mobil,” sahut Naomi dengan mata berkaca-kaca.“Harusnya aku gak b
Sebastian Arson tidak peduli dengan kehebohan kebakaran yang sedang menjadi berita utama hari ini. Sebuah rumah mewah milik seorang pengusaha kaya sudah terbakar habis. Polisi sudah turun tangan dan Melvin akan dimintai keterangan. Namun, Sebastian tidak mencemaskan itu sama sekali. “Dia masih hidup. Sekarang di rumah sakit dengan patah kaki. Rupanya dia melompat dari balkon lantai atas.” Lefrant memberikan laporannya pada Sebastian yang sudah kembali ke ruangannya semula. Ia baru saja memeriksa ruang rahasia yang ditinggalkan oleh Cindy begitu saja. Sebastian ingin mencari jejak Cindy jika wanita itu mungkin bisa ditemukan. “Aku gak peduli kalau dia mau mati atau hidup. Apa Cindy sudah ketemu?” hardik Sebastian dengan kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya. “Gak. Aku belum bisa melacak sinyal ponselnya. Masih mati.” “Ah, sialan!” Sebastian terus mondar-mandir mencoba berpikir lebih cepat tentang apa yang harus ia lakukan sekarang. Jika Cindy tidak bisa ditemukan dan malah berhas
Melvin malah membentak Cindy serta menimpakan seluruh kesalahan pada istrinya tersebut. Cindy terperangah dan kebingungan mendengar tudingan seperti itu. Ia memang kabur dari Moulson, tapi bukankah seharusnya Melvin membelanya? “Mas, kenapa kamu malah menyalahkan aku?” sahut Cindy masih dengan suara lebih rendah. Rasa sedih dan pilu langsung menyergap hatinya. Suami yang sangat ia cintai malah menjual dan mengandaikan tubuhnya demi melunasi utang. Dan kini ia ikut disalahkan karena menyelamatkan diri. “Ya jelas dong, kamu yang salah. Ngapain kamu kabur?” hardik Melvin melotot pada Cindy. “Mas, dia menyekap aku selama tiga hari. Kamu gak nyariin aku apa?” sahut Cindy masih membela diri. “Dia bukan menyekap kamu. Gak mungkin dia melakukan itu, untuk apa? Dia ingin kamu menyelesaikan pekerjaan sampai selesai. Kok kamu gitu saja gak ngerti sih? Kamu kan tahu kalau pekerjaan yang belum selesai itu harus diselesaikan meski sampai lembur!” Melvin kem
Secepat kilat, Elfrant keluar dan mencari Cindy. Sedangkan Edward tetap berada di kamar Melvin untuk menjaga sekaligus memberikannya pelajaran.“Kenapa lo gak tahan dia, hah!” bentak Edward usai menghajar Melvin sekali lalu menekan dada dengan sebelah tangannya. Edward adalah salah satu orang kepercayaan Elfrant dan Sebastian. Ia sangat setia. Jika Sebastian ingin dirinya mematahkan satu kaki seseorang, maka ia akan melakukannya tanpa ragu.“Gue uda tahan, uda! Ah! lepas!aahk!” Edward kembali memukul perut Melvin di atas tempat tidur. Melvin yang masih menahan sakit karena kakinya kembali harus merasa kesakitan.Elfrant kembali tak lama kemudian dan menggeleng pada Edward tanda jika Cindy tak ditemukan. Edward pun dengan cepat menarik kerah kaos yang dikenakan Melvin lalu mencekal leher dengan sebelah tangannya.“Sama siapa dia ke sini?” tanya Edward menyelidiki.“Gak tahu. Sumpah gak tahu. Kayaknya sendiri
Sebastian melempar stik golf sampai menghancurkan sebuah cermin besar yang merupakan jam dinding di hotel milik Moulson. Ia belum menemukan keberadaan Cindy sama sekali. Bahkan saat Edward dan Lefrant membawakan berita soal Cindy yang datang ke rumah sakit dan kabur lagi, Sebastian makin marah.“Brengsek! Ke mana dia pergi!” rutuk Sebastian sambil berkacak pinggang. Lefrant dan Edward hanya bisa diam membiarkan Sebastian mengamuk. Pria itu bisa menghancurkan apa saja yang ia inginkan untuk melampiaskan kemarahannya.“Mungkin dia akan kembali lagi ke rumah sakit menjenguk Melvin,” ujar Lefrant memberikan pendapatnya. Sebastian langsung berbalik memberikan delikan pada Lefrant.“Apa menurut kamu dia sebodoh itu? Cindy memang polos tapi dia gak bodoh,” sahut Sebastian dengan napas tersengal marah. Ia sangat menyesal karena tidak langsung menyusul ke rumah sakit. Sebastian lupa jika Cindy masih menjadi istri Melvin dan mungkin mencintai pria itu.“Kita hanya harus bersabar, Pak. Nona Cind
Saat Cindy masuk ke dalam kamar perawatan Melvin, ia melihat suaminya masih tidur. Namun tak lama matanya menangkap kedua mertuanya sudah datang lebih dulu darinya.“Berani-beraninya kamu malah pulang! kamu gak jagain suami kamu?” bentak Meisya menyemprot menantunya itu. Cindy langsung kaget dan jantungnya jadi berdegup kencang. Ia tidak pernah menyangka jika sang mertua bisa datang pag-pagi sekali.“Itu ... Mas Melvin gak mau diganggu, Ma.” Cindy berujar dengan sikap agak takut.“Cih, itu cuma alasan kamu doang! Kamu gak tahu diri banget, Cindy! Melvin itu menikahi kamu karena dia cinta sama kamu. Kamu kira kami suka sama menantu kayak kamu yang bahkan gak bisa ngasih kami cucu?”Segala bentakan itu keluar lagi. Tidak ada yang baru sesungguhnya. Ketidaksukaan Meisya dan Pratama pada Cindy yang hanya bisa menyusahkannya semakin ia tumpahkan pada menantunya itu. Seperti biasa, Cindy hanya diam saja.“Uda, Ma
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a