“Kita harus segera menemui Cindy, Nao. Kamu kan bisa bawa dia janjian di mana, nanti biar aku yang bicara,” bujuk Madelo masih tak menyerah. Naomi mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya menatap Madelo dengan kening mengernyit cemas.
“Terus apa kita akan paksa dia bicara? Kalau dia mengaku gak ada kejahatan sama sekali gimana?” Naomi balik bertanya.
“Aku yakin kita pasti bisa membujuk dia untuk bercerita. Kalo enggak untuk apa dia sampai masuk ke kamar sama Sebastian? Apa mereka punya hubungan?” Madelo semakin terdengar seperti menuding. Suaranya semakin dikecilkan dan Naomi mulai terpengaruh.
“Gak mungkin, Mas. Cindy itu setia banget sama suaminya. Bahkan keluarga suaminya gak memperlakukan dia dengan baik, dia masih setia kok!” sahut Naomi protes serta keceplosan. Kedua alis Madelo sama-sama naik dan pandangan yang makin serius pada Naomi. Naomi sedikit membuka mulutnya karena keceplosan. Madelo ikut menaikkan ce
Dion Juliandra masih mengumpulkan informasi soal keberadaan Sebastian dan Cindy. Dari laporan Peter Dumanuw, mantan calon suami Cindy dulunya, ternyata Cindy dan Melvin sudah kehilangan rumah. Dion kehilangan banyak informasi soal adiknya. Ayu juga sudah kembali ke Jakarta untuk mencari tahu kabar adiknya.“Rumahnya kebakaran, Dan. Sudah pernah masuk berita lalu diturunkan tiba-tiba,”ujar Peter pada Dion melalui sambungan panggilan video. Dion masih diam menyimak serta membaca berita tentang rumah Melvin tersebut.“Lalu sekarang mereka pindah ke mana?” Dion balas bertanya.“Itu yang harus kita cari tahu. Masalahnya semua kontak atas nama Melvin Hadinata hilang.” Dion mengeraskan rahang seraya memalingkan wajahnya ke samping kiri. Ia sangat kesal dengan Melvin yang ternyata tidak bisa menjaga Cindy dengan baik.“Apa yang dilakukan Melvin sekarang? apa dia melakukan pekerjaannya?”“Ini yang jadi m
“Sayang lihat aku! lihat aku!” perintah Sebastian terus memegang wajah Cindy yang tampak ketakutan sangat berlebihan. Cindy yang terengah kelelahan. ia baru membuka mata beberapa saat kemudian. Sebastian mulai cemas jika terjadi sesuatu pada Cindy. Cindy pun memeluk Sebastian dengan erat penuh ketakutan. “Aku takut, Mas. tolong jangan tinggalin aku.” Cindy memohon sambil menangis. Sebastian mengeraskan rahangnya lalu ikut memeluk Cindy lebih erat. Ia terus mengecup kepala Cindy beberapa kali. “Aku gak akan ninggalin kamu sayang. Kamu kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu selama ini?” gumam Sebastian terus memeluk Cindy. Cindy masih terus memeluk Sebastian sampai ia seperti tersadar dengan yang sedang dilakukannya. Ia melepaskan pelukan dari Sebastian yang terus menatapnya. Wajah Cindy memerah dengan pipi basah karena air mata. Sebastian terus menatap Cindy dengan perasaan cemas. Lefrant yang sempat melihat kemudian mendekat pada Sebastian dan Cindy. I
“Lef, cari tahu apa yang terjadi dengan Cindy setelah aku masuk penjara. Aku yakin ada hubungannya dengan traumanya sekarang,” ujar Sebastian memerintah dengan suara sedikit mengecil serta mendekat pada Lefrant. Lefrant tampak sedikit mengernyitkan keningnya. Ia tidak yakin jika Cindy memang sedang kehilangan ingatannya.“Apa Bapak percaya jika Nona Cindy memang kehilangan ingatan?” Lefrant balas bertanya. Sebastian sedikit mendelik pada Lefrant meski sesungguhnya ia ikut memikirkan hal tersebut.“Suruh saja orang kamu untuk cari tahu. Pasti ada yang terjadi.” Sebastian kembali menekankan. Lefrant pun akhirnya mengangguk paham. Ia kembali berbisik pada Sebastian.“Sebaiknya kita gak terlalu lama di New York. Setelah urusan dengan Nona Cindy selesai, kita langsung pergi. Sebelum Tuan Micheal menyadari kalau Bapak sudah pulang,” ujar Lefrant mengungkapkan kekhawatirannya. Sebastian mengangguk lalu ikut berbisik.“Jessica di mana?”“Kabar terakhir dia sedang di Majorca. Ada pesta selebri
Seorang pria datang ke kediaman orang tua Melvin Hadinata. Pria itu mengenakan pakaian biasa dan jaket hitam. Ia melihat ke kanan dan kiri mengawasi semuanya. Ia sudah mengawasi rumah itu selama dua hari dan sepertinya salah satu pembantu mengenalinya.“Bapak siapa?” teriak pembantu itu pada pria yang sedang mengawasi rumah tersebut. Pria itu datang mendekat lalu berdiri di depan teras dengan sikap dingin tanpa senyuman sama sekali.“Pak Melvin ada?” tanya pria itu tanpa basa basi. Pembantu itu menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau sepenuhnya membuka pintu karena sudah sangat curiga pada pria asing tersebut.“Ke mana dia?“Gak tahu!” pembantu itu makin menjawab ketus.“Gak mungkin!”“Bapak ini siapa tanya-tanya Pak Melvin!” pembantu itu tidak gentar menghardik.“Polisi!” pembantu langsung diam. Ia mulai tercengang dan agak mundur karena gentar.“P-Polisi? G-Gak mungkin!” pembantu itu menyahut tak percaya. Pria yang mengaku polisi itu lantas mengeluarkan identitasnya lalu memperlihatka
Melvin jadi kelabakan sekaligus salah tingkah melihat Keyla yang tiba-tiba keluar. Terlebih Melvin tidak lagi terlihat terlalu terluka dengan kakinya. Kedua pria yang berdiri di depan pintu itu pun sedikit mengangkat dagu mereka. Mereka mencari Cindy sesuai dengan foto serta ciri-ciri yang diberikan. Sedangkan wanita yang muncul di rumah Melvin Hadinata ternyata bukan Cindy.“Key, ngapain kamu keluar?!” hardik Melvin dengan nada tertahan. Keyla jadi mengernyit bodoh tak mengerti. Ia pikir jika Melvin mungkin sedang mengerjainya.“Kamu bagaimana sih, Mas? Aku kan cuma tanya. Habisnya kamu lama banget sih!” Keyla membalas dengan ketus serta kesal. Kedua pria tersebut menghela napas panjang dengan raut malas lalu membuang muka. Tinggal Melvin yang kini harus kelabakan mencari alasan yang tepat pada dua orang yang ia kira adalah utusan Sebastian Arson.“Masuk!” Melvin kembali menggeram sekaligus melotot pada Keyla.“Ih, aneh! Siapa sih mereka? Jangan bilang kamu mau nongkrong di luar sama
Cindy perlahan membuka matanya lalu sadar tiba-tiba. Ia langsung bangun serta duduk dengan wajah kebingungan. Cindy baru menarik napas lega saat menyadari jika ia masih di kabin kamar pesawat pribadi dalam perjalanan ke New York. Cindy memegang dirinya dan menyadari jika pakaiannya masih utuh. Ia baru ingat kalau Sebastian menciumnya. Cindy bahkan tidak mengetahui waktu karena perjalanan di pesawat yang cukup lama serta panjang. Tiba-tiba pintu terbuka dan Cindy tersentak kaget.“Sudah bangun, Sayang? Kita sudah mau transit sebentar, ayo keluar.” Sebastian mengajak Cindy keluar dari kamar untuk duduk kembali ke kursi mereka. Cindy pun berdiri dan Sebastian memegang tangannya. Ia tersenyum dengan sikapnya yang lembut seraya membelai kepala Cindy. Tangannya menarik Cindy keluar dari kabin.Setelah pesawat turun, Sebastian menggandeng Cindy ke ruang tunggu VIP. Masa transit akan berlangsung sekitar 1-2 jam. Waktu yang cukup untuk makan malam. Sikap Sebastian m
“Aku gak ingat sama sekali soal penjara itu, Mas. Beneran ....” Cindy mengaku dengan suara nyaris berbisik lembut. Sebastian masih menatap Cindy lekat lalu membelai kepalanya.“Apa kamu gak ingat kalau kamu pernah di New York?” tanya Sebastian masih mengorek keterangan dari Cindy. Ia sangat penasaran dengan kejanggalan kejadian yang membuat Cindy bersikeras tidak mengingatnya sama sekali.“Iya, aku pernah di New York, tapi aku gak ingat pernah kerja di sana. Cuma ... aku gak nyaman balik ke sana, Mas. Ga ada yang aku kenali di sana,” ujar Cindy dengan raut muram serta sedih. Sebastian menarik napas panjang dengan raut serius yang tak jauh berbeda. Ia meyakini jika Cindy memang sudah mengalami sesuatu yang tidak ia ketahui.“Kita akan cari tahu apa yang terjadi di sana, hmm ....”“Rasanya aku gak mau balik ke sana. Kalau ada apa-apa, bagaimana?”“Ada apa-apa?” Sebastian mengulan
Cindy seperti orang gagu setelah kedapatan hendak menghubungi Melvin. Ia tidak memiliki alasan atau pun mampu membela diri. yang dilakukan Sebastian kemudian merusak ponsel Cindy dengan membenturkan LCD nya pada ujung meja.“Mas, itu ....” Cindy separuh memekik karena ponselnya dirusak Sebastian. Tidak hanya itu, Sebastian melepaskan kartu sim yang ada di dalam ponsel untuk kemudian dibuangnya ke toilet sebelum di flush. Cindy hanya bisa bersedih ingin protes tapi tidak bisa.“Kamu berani hubungi dia di belakangku ya? Kamu pikir aku ga akan tahu apa pun yang kamu lakukan?” ucap Sebastian seraya mengibaskan ponsel itu di depan Cindy saat memperingatkannya. Ia lalu melemparkan ponsel itu ke dalam tong sampah.“Tapi, Mas. itu kan ponselku!” Cindy masih protes. Ia mulai kesal dan marah meski tadi sempat terbuai dengan sikap Sebastian yang membuatnya bergairah.“Aku bisa belikan ratusan bahkan ribuan ponsel yang kamu m
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a