Keyla buru-buru berdiri dan tampak pucat. Sedangkan Cindy masih terperangah dengan yang dilihatnya. Rasanya memang seperti ada yang aneh dan ia tidak bisa tidak curiga.
“Maaf, Bu. Aku sedang menemani Pak Melvin menonton.” Keyla langsung melapor tanpa diminta. Cindy terpaku diam tak menjawab. Rautnya tampak tak enak. Melvin berusaha berdiri berbalik pada Cindy dengan tongkat di tangannya.
“K-Kapan kamu pulang?” Melvin bertanya dengan gugup. Cindy menunjuk pada pintu dengan sikap bingung menjawab.
“Baru ... saja.” Cindy berujar pelan. Keyla tersenyum sinis lalu berusaha pergi. Ia tidak mau menanggung kemarahan Cindy yang mungkin cemburu dengan kehadirannya. Meskipun dirinya dan Melvin memiliki hubungan, tetapi Cindy tidak mengetahuinya sama sekali.
“Kalau begitu karena Ibu Cindy udah pulang, sebaiknya aku pulang dulu. Sampai jumpa besok, Pak Melvin. Permisi Bu Cindy.” Keyla mengambil tasnya sambil menarik sedi
Melvin menarik pelan Cindy ke dalam pelukannya dan Cindy tidak menolak. Entah mengapa kali ini hati Cindy dipenuhi keraguan pada kesetiaan Melvin. Pernikahan mereka seperti tidak lagi memiliki tujuan yang jelas. Cindy merasa kosong dan hampa tapi terus berusaha menepis jika semuanya akan baik-baik saja.“Aku tahu kamu pasti capek dan stres dengan pekerjaan kamu. Tapi kamu harus percaya saat semuanya selesai, utang-utang kita terbayar, semuanya akan kembali seperti dulu,” gumam Melvin lalu mengecup kening Cindy dan memeluknya lagi. Cindy masih diam terpaku, pikirannya terus bercabang untuk semua hal. Rasa bersalah, serta ketertarikan pada penawaran Sebastian membuat Cindy bingung.“Oh Bapa di Surga. Apa yang sudah aku lakukan? Aku berdosa sebagai istri, aku sudah berlaku jahat.” Cindy berujar dalam hatinya. Akhirnya kedua tangannya memeluk Melvin yang perlahan tersenyum melihat reaksi yang diberikan Cindy pada akhirnya.Melvin terus memelu
Beberapa tahun sebelumnya ....Dengan tangan terborgol, Sebastian dikawal keluar oleh seorang sipir penjara menuju sebuah ruangan yang diperuntukkan untuk kunjungan keluarga. Namun karena koneksi, Sebastian memiliki keistimewaan, ia akan dimasukkan ke dalam ruangan khusus dan tidak perlu dibatasi dinding kaca tebal anti peluru untuk berbicara dengan seseorang yang mengunjunginya.“Waktumu hanya 30 menit, Tuan Arson,” ujar sipir tersebut pada Michael Arson. Michael mengangguk saja dengan sikap angkuhnya seperti biasa. Sementara sang putra kedua duduk di salah satu kursi dengan pandangan tertunduk. Ia tidak terlalu bersemangat bertemu sang ayah. Sebastian memang tidak memiliki hubungan yang baik dengan sang ayah. Michael memperlakukan sangat berbeda di antara Samuel dan Sebastian. Michael kemudian duduk di depan Sebastian berbatas sebuah meja. Tangan Sebastian masih terborgol harus diletakkan di atas meja. seorang petugas mengawasi mereka dari balik dinding kaca.“Papa datang kemari unt
Cindy bangun dari tidurnya yang tak nyenyak. Melvin sudah melepaskan pelukannya dari semalam sehingga Cindy tidur menyamping. Ia hanya sekejap memejamkan mata lalu bangun subuh-subuh dan hanya duduk di dapur tidak tahu harus mengerjakan apa. Ponselnya berdenting tak lama kemudian memberikan sebuah notifikasi. Mata Cindy membesar saat melihat saldo yang masuk ke rekeningnya. Cindy segera mengecek mobile banking dan benar saja, gajinya sebanyak 75 juta masuk ke rekeningnya yang kosong.“Ini ....” Cindy sampai tidak bisa bicara. Ia bahkan tidak tahu harus bagaimana caranya membeli makanan dan sekarang uang gajinya masuk tiba-tiba. Cindy segera menghubungi Sebastian yang ia yakini sudah mengirimkan uang itu.“Mas,” sebut Cindy pelan berbisik.“Kamu sudah terima uangnya?” tanya Sebastian dengan suara dalamnya yang khas. Cindy sedikit menyunggingkan senyuman haru dan menunduk.“Terima kasih, aku sudah menerimanya,&rdquo
“Mas, tolong! Cindy kabur ke New York! Dia kembali ke US!” ucap Ayu dari sambungan telepon pada Dion Juliandra. Dion kaget dan langsung keluar dari ruang rapat. Para staf yang sedang mengikuti petunjuk dari Dion langsung berdiri. Asisten Dion, Kyle Madrid langsung mengambil alih ruangan. Ia tahu jika ada hal buruk yang sudah terjadi.“Apa kamu bilang? Gimana ceritanya toh, Yu? Bagaimana ....” sahut Dion dengan suara memekik panik tak percaya.“Mas, aku kan uda cerita. Sikap dan kondisi Cindy jadi aneh habis pulang dari US. Dia gak mau bicara sama siapa pun, Mas.” Ayu sudah terdengar menangis dan sesenggukan. Dion menarik napas berat lalu mengurut kepalanya. Ia tidak pernah menyangka jika Cindy bisa nekat kabur ke New York untuk menyusul Sebastian.“Jadi sekarang dia di mana?” tanya Dion lagi.“Dia uda terbang, Mas. Aku ngejar ke bandara dan gak berhasil. Aku ndak tahu ... Mas, tolong Mas. Adikku iki lh
Seperti janji kemarin, Cindy mengirimkan uang sewa apartemen yang ditagihkan pada manajer. Melvin ikut mengetahui hal tersebut lalu tersenyum. Ia begitu senang saat Cindy mampu melunasi tepat waktu.“Terima kasih ya, Sayang. Nanti kalau asuransi sudah cair, aku akan mengganti uang itu,” ujar Melvin dengan cengiran lebar di wajahnya. Cindy hanya diam lalu menyunggingkan senyuman kecil. Melvin yang bahagia kemudian memeluk Cindy yang sudah siap akan berangkat ke kantor.“Oh iya, kalau rumah sakit, gimana? Apa kamu akan bayar juga?” tanya Melvin kemudian melepaskan pelukannya dari Cindy. Cindy masih tersenyum lalu mengangguk.“Iya. Nanti aku selesaikan, Mas.” Melvin kembali menyunggingkan senyuman lebar lalu memeluk Cindy lagi.“Kamu memang istri yang luar biasa. Makasih sayang.” Cindy hanya diam saja dengan wajah tak lagi tersenyum. Bukannya tidak ikhlas membantu suaminya, tetapi Cindy merasa jika ada yang sal
Cindy masuk kantor seperti biasa. Ia akan membacakan jadwal pekerjaan Sebastian lalu kemudian membuatkan kopi.“Kamu sudah sarapan?” tanya Sebastian dengan sikap cuek pada Cindy yang baru saja membuatkan kopi untuknya. Cindy sedikit tersenyum lalu menggeleng.“Saya bisa makan sesuatu nanti ....” Sebastian langsung berdiri lalu berjalan ke arah Cindy. Ia menarik tangan Cindy untuk masuk ke ruang pribadinya. Cindy menurut saja. Ia sudah tidak lagi memberontak seperti dulu.Mata Cindy membesar kala melihat meja makan kecil penuh dengan menu untuk sarapan. Entah kapan, Sebastian menyiapkannya.“Temani aku makan.” Sebastian langsung duduk dan melepaskan tangan Cindy. Cindy mengangguk lalu mendekat untuk menyiapkan piring serta menu untuk Sebastian. Sebastian menunggu dengan tenang sampai Cindy meletakkan semua peralatan makan dan menu yang ia butuhkan.“Kamu juga makan.” Sebastian memerintahkan singkat pad
Edward melepaskan napas panjang seraya mendekat pada Sebastian. Ia baru paham jika Sebastian cemburu karena Cindy sedang bekerja di ruangannya. Meski sesungguhnya konyol, tetapi Edward mencoba mengalah dengan menjelaskan.“Bapak salah paham. Cindy aku panggil kemari karena ada pekerjaan yang harus dilakukan. Kami ... hanya membahas soal pembangunan pabrik aja kok,” ujar Edward menjelaskan. Ia ikut menoleh pada Cindy yang tampak bingung sekaligus cemas. Matanya menatap Sebastian yang masih menggeram kesal.“Oh ya? Ngapain dekat-dekat kalau hanya membahas pekerjaan? Apa kalian yang bisa duduk terpisah?” sahut Sebastian menyindir keras. Cindy yang masih bengong lalu menoleh ke arah kursi yang semula ia duduki lalu kursi Edward di sebelahnya. Rasanya tidak ada yang janggal dengan posisi duduk mereka.“Bukan begitu, Pak,” jawab Edward masih sabar mencoba menjelaskan.“Cindy, kembali ke ruangan kamu sekarang! aku sudah
Cindy dijemput oleh mobil yang dikirimkan oleh Sebastian menuju bandara. Melvin hanya mengantarkan sampai di depan pintu bersama Keyla yang ikut menengok dari arah belakang. Ia hanya membawa satu koper kecil berisi pakaian ganti tanpa berniat untuk berbelanja atau jalan-jalan sama sekali.Kening Cindy sedikit mengernyit saat mobil tersebut masuk ke area parkir pribadi yang disediakan. Sepertinya ia tidak akan naik pesawat komersial.“Kok kita ke sini?” tanya Cindy pada sopir sekaligus salah satu pengawal Sebastian yang tengah menyetir.“Sesuai perintah Tuan Sebastian, Nona.” Cindy hanya bisa menghela napas panjang dan tak lagi bicara. Setelah tiba, seorang pengawal membukakan pintu untuk Cindy. Ia diarahkan ke ruang tunggu VIP yang diperuntukkan untuk penumpang pesawat pribadi. Sebastian dan Lefrant tampak berdiri saling berhadapan dan bicara saat Cindy melangkah masuk. Cindy membawa koper di tangannya lalu mendekat perlahan.&ldqu
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a