Home / Rumah Tangga / Obsesi Liar Maduku / Kejutan dari Rama

Share

Kejutan dari Rama

Author: Vyra Fame
last update Last Updated: 2022-09-07 17:37:10

BAB 3

"Malam juga Zea," jawabku sambil melihat ke arah Zea. Namun, dahiku mengerut seketika saat aku melihat tanda tidak asing yang berada di leher Zea. 

"Zea, itu leher kamu kenapa? Kok merah-merah kayak bekas cupangan?" 

"Uhuk, uhuk." Tiba-tiba saja Zea terbatuk saat meminum air putih hingga ia menyemburkan air tersebut dari dalam mulutnya. 

Tentu saja aku semakin merasa curiga dengan kelakuan nya ini. Bukankah hal ini menandakan kalau Zea tengah salah tingkah akibat ucapanku? 

"Kamu tidak apa-apa, Zea?" tanyaku pada Zea mencoba masih berpikiran positif. 

"Ah, e-enggak apa-apa kok, Mbak. I-ini tadi aku kerokan makanya merah-merah begini," ucap Zea lagi yang membuatku memicingkan mata menatap ke arahnya. Akan tetapi, Zea terlihat mencoba bersikap biasa saja seperti tidak ada sesuatu yang ia sembunyikan. Meskipun begitu tetap saja aku melihat jika memang ia tengah menyembunyikan sesuatu padaku. 

Baiklah, kalau sudah begini lebih cepat lebih baik aku akan mencari tahu masalah yang ia sembunyikan dariku. Aku yakin cepat atau lambat pasti akan ketahuan semuanya. 

Aku pun melanjutkan makanku yang tertunda sementara itu Zea sudah sibuk dengan ponselnya. Justru makanan yang ada di depannya belum ia sentuh sama sekali. 

Aku memperhatikan Zea yang senyum-senyum sendiri saat berkutat dengan ponselnya. 

"Zea, dimakan dulu itu nanti nasinya mekar karena sudah kecelup kuah sop," tegurku pada Zea. 

"Ya, Mbak, tunggu sebentar, ini lagi chat an sama Mas Rama, " ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya padaku. 

Baru saja aku akan menjawab ucapan Zea tiba-tiba saja ponselku di atas meja bergetar. Aku melihat ke layar ponsel ternyata terpampang nomor mas Rama yang tengah menghubungiku. 

Aku kembali menatap Zea yang masih sibuk dengan ponselnya dan senyum-senyum sendiri hingga tanpa kusadari telepon dari mas Rama sudah berakhir. 

Kalau dia bilang sedang berchat an dengan mas Rama lantas kenapa mas Rama malah menghubungiku? Tidak mungkin kan mas Rama yang menelponku juga berchat an dengannya? Ah, kepalaku semakin pusing memikirkan Zea yang seolah-olah menunjukkan siapa dirinya terhadapku secara terang-terangan. 

Ponselku kembali berdering dan untungnya makananku pun sudah habis. Aku segera beranjak dari tempat dudukku, sedikit menjauh dari meja makan dan mengangkat telepon dari mas Satria.

"Halo, Mas," ucapku saat ponsel sudah tersambung. 

"Halo Sayang, kamu sedang apa? Kamu baik-baik saja kan di sana? Jangan lupa makan karena kamu punya lambung akut. Mas gak mau kamu jatuh sakit kayak yang sudah-sudah." Beginilah suamiku kalau sedang menelponku. Maka ia akan memberondonku dengan banyak pertanyaan juga akan memberikan nasehatnya sebagai bentuk perhatian kepadaku. Mas Rama memang lebih sering menghubungiku daripada Zea. Bukan aku yang memintanya tapi mas Rama sendiri yang menginginkannya

Aku mengulas senyum meski aku tahu mas Rama tidak akan bisa melihatnya. 

"Iya Mas, Sayang, ini aku baru saja selesai makan kok. Kamu sendiri sudah makan belum?" tanyaku pada mas Rama. 

"Alhamdulillah sudah barusan juga. Oh iya, kalau Zea apakah sudah makan atau belum? Kalian di sana baik-baik saja kan?" tanya mas Rama lagi. 

"Lho, bukannya Mas tadi habis chat an sama Zea? Kok masih tanya sama aku?" tanyaku dengan kening yang berlipat karena kan tadi memang si Zea bilang sedang berkomunikasi sama mas Rama. 

"Enggak ah, dari tadi Mas belum ada pegang ponsel. Kan kamu tahu kebiasaan Mas kalau makan enggak pernah pegang ponsel. Ini saja Mas baru menghubungi lewat kamu makanya Mas tanya si Zea sudah makan atau belum." Aku bungkam sejenak hingga suara mas Rama kembali terdengar. 

"Memangnya kenapa Sayang? Kok kamu bisa bilang Mas sama Zea habis berchat an?" tanya mas Rama lagi. 

"Ah, enggak, Mas, mungkin aku yang tadi salah dengar. Ini kami baru saja selesai makan kok, Mas. Mas Rama kapan pulang? Aku rindu." 

"Baru juga satu minggu sudah rindu. Biasanya kan satu bulan Mas baru pulang." 

"Hehehe, iya sih, tapi yang namanya rindu kan gak bisa diprediksi dan ditahan, Mas, memangnya aku gak bolehkah rindu sama suamiku sendiri?" tanyaku lagi. 

"Hahahaha, boleh saja dong Sayang, masa iya merindukan suami sendiri mau Mas larang? Mas juga rindu padamu tapi, gimana lagi Mas posisi jauh tidak bisa setiap minggu pulang kayak biasanya." 

"Iya, Mas, aku ngerti kok. Ini kan hanya ungkapan perasaanku saja agar Mas tahu kalau di sini selalu ada istri yang merindukan dan menantikan kepulanganmu." 

"Iya, Mas tahu, terima kasih ya Sayang, hingga detik ini perasaanmu tidak berubah sedikit pun sama Mas. Mas minta maaf ya sama kamu." Keningku berkerut mendengar mas Rama berkata seperti itu. 

"Kenapa minta maaf, Mas?" 

"Yah, karena menghadirkan orang ketiga di pernikahan kita. Ini semua kan atas permintaan Mami. Kamu tahu lah Mami bagaimana." 

"Aku tahu kok, Mas. Aku tahu kalau kamu sebenarnya terpaksa. Yah mau bagaimana lagi pernikahan kita sudah delapan tahun tapi aku belum bisa memberikanmu seorang anak. Aku tahu dan sadar diri dengan kekuranganku jadi aku enggak berhak melarangmu menikah lagi. Toh perlakuanmu terhadapku tidak pernah berubah dari dulu sampai detik ini." 

"Tentu saja, mana mungkin Mas bisa merubah hati Mas terhadapmu. Karena kamulah ratu satu-satunya di hati Mas. Kalau bukan karena Mami, Mas tidak akan pernah menikah lagi. Hidup berdua dan menua bersamamu saja sudah membuat Mas merasa sangat bahagia. Anak adalah bonus bagi Mas jadi sebenarnya Mas tidak terlalu memikirkan hal itu."

"Ya mungkin memang harus begini jalan takdir rumah tangga kita, Mas. Aku pribadi sih tidak terlalu memikirkannya toh pada kenyataannya rasamu terhadapku yang aku rasakan tidak pernah berubah walau setitik." 

"Sayang," panggil mas Rama seolah-olah ragu ingin mengatakan suatu hal padaku. 

"Ya, Mas? Ada apa?" 

"Mas ingin mengalihkan semua harta atas namamu." Aku membelalak mendengar ucapan mas Rama meskipun keinginanku ada terbesit seperti ini tapi tetap saja aku terkejut karena ini keluar dari bibir mas Satria meski aku belum mengungkapkannya. 

"Ehm, Mas jangan  bercanda deh. Ini gak lucu tau." 

"Mas sedang tidak bercanda Sayang, Mas tidak tahu sampai kapan usia Mas. Mas hanya ingin memberikan hakmu karena kamu lah yang menemani Mas dari awal Mas tidak punya apa-apa. Mas rasa kamu berhak atas apa yang kita miliki.  Kalau Zea? Zea baru datang di saat kita sudah menjadi besar dan memiliki segalanya. Rumah yang Mas belikan dan juga motor yang Mas belikan untuknya itu sudah cukup Mas rasa. Mas hanya takut jika kelak usia Mas tidak sampai atau Mas berpaling hati. Kita tidak akan pernah tahu seperti apa perjalanan hidup kita kedepannya jadi sebelum semua itu terjadi lebih baik Mas melakukannya sekarang. Kamu setuju kan?" 

"I-ini serius, Mas? Akan membalik nama semua yng kita miliki atas namaku?" 

"Iya Sayang, Mas serius." 

"Tapi kan kita akan terus bersama, Mas, kok ucapan Mas kayak orang mau pergi jauh aja sih? Aku takut ah." 

"Hahaha, kenapa mesti takut Sayang. Ini kan hanya ucapan saja. Bukannya setiap manusia pasti akan menemui ajalnya masing-masing?" 

"Iya sih tapi kan …." 

"Tapi kenapa Sayang? Ini semua sudah Mas pikirkan matang-matang smenjak aku menikah dengan Zea. Aku tidak mau nanti harta ini akan menjadi perebutan antara kamu dengan Zea. Mas kalau bukan karena Mami yang meminta tidak akan pernah mau menikahi Zea. Mas ini bukannya orang bodoh yang tidak paham dengan tujuan Zea dan orang tuanya menikahkan dengan Mas. Jadi, Mas hanya ingin mempertahankan dan melindungi apa yang seharusnya menjadi milikmu." 

Aku menghela napas karena akhirnya mengerti kemana arah pembicaraan mas Rama. Feeling mas Rama denganku ternyata sama. Kami sudah menduga jika Zea mau menerima laki-laki yang usianya cukup jauh di atasnya juga kedua orang tuanya terutama ibunya Zea yang menginginkan Zea menikah dengan mas Rama lantaran harta yang kami miliki. 

Selama delapan tahun kami sudah mempunyai beberapa bidang tanah. Satu rumah besar yang aku tempati. Dua rumah kontrakan bulatan yang setiap tahunnya dengan harga sewa dua puluh juta per tahun. Ditambah kontrakan berbentuk rumah petak yang ada sekitar delapan belas pintu dengan harga sewa per bulannya lima ratus ribu rupiah. 

Belum lagi rumah makan aneka ikan bakar dan seafood yang juga kami miliki yang setiap bulannya memberikan pemasukan bersih ke rekeningku sekitar dua puluh juta per bulan. 

Sudah bisa dibayangkan bukan? Berapa nominal uang di dalam rekeningku? Ditambah lagi uang bulanan dari mas Satria yang cukup besar yakni, dua puluh lima juta setiap bulannya karena mas Satria adalah kontraktor atau pemborong besar yang bisa menghasilkan  ratusan juta rupiah bahkan milyaran dalam proyeknya itu. Itulah sebabnya aset yang kami miliki cukup banyak. 

Tuhan begitu maha baik karena sudah memberikan limpahan materi pada rumah tangga kami. Akan tetapi, tetap saja rumah tangga kami masih diuji dengan belum dihadirkannya anak dalam pernikahanku dan mas Rama. 

"Bagaimana, Anin? Kamu setuju kan?" 

"Lalu kalau Mami nanti marah gimana Sayang?" 

"Soal Mami itu biar jadi urusanku. Ini tidak ada sangkutpautnya dengan Mami. Yang terpenting jatah Mami tidak pernah aku kurangi karena aku juga tahu dengan kewajibanku sebagai seorang anak. Gimana? Mau kan?" 

"Yaudah, terserah Mas saja kalau memang begitu baiknya," ucapku pada akhirnya. 

Aku sedikit menyungingkan senyum karena ternyata secinta itu mas Rama mencintaiku sampai berpikiran hingga sejauh ini. 

Terima kasih, suamiku, aku sangat mencintaimu. Aku tidak salah telah melabuhkan dan menyerahkan hati ini seutuhnya untukmu. 

Related chapters

  • Obsesi Liar Maduku   Lagi-lagi suara menjijikkan

    BAB 4Aku sedikit menyungingkan senyum karena ternyata secinta itu mas Satria mencintaiku sampai berpikiran hingga sejauh ini. Terima kasih, suamiku, aku sangat mencintaimu. Aku tidak salah telah melabuhkan dan menyerahkan hati ini seutuhnya untukmu. "Yasudah kalau begitu Mas tutup dulu ya teleponnya. Mas mau istirahat kebetulan besok ada matrial baru datang pagi. Jadi Mas pagi-pagi sekali harus ngecek dulu barangnya," ucap mas Rama berniat menyudahi obrolan kami. "Yasudah, Mas, selamat malam dan selamat beristirahat suamiku. I love you, Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Sayang, i love you to."Aku pun merebahkan tubuhku ke atas pembaringan dan meletakkan ponselku di atas nakas di samping tempat tidur. Setelahnya aku memejamkan mata karena esok pagi aku pun harus berangkat ke sekolah tempatku mengajar. ***"Ah, Mas, mana lidahmu? Tapi jangan kencang-kencang begitu dong suaramu. Nanti kedengeran sama Mbak Anin lho. Tapi pasti yang tadi itu akan terasa geli dan nikmat." Aku menger

    Last Updated : 2022-09-07
  • Obsesi Liar Maduku   Maya yang jorok

    BAB 5Tentu saja rasanya darahku mendidih. Refleks tanganku menampar kuat pipinya hingga membuat Zea terhuyung dan kepalanya menoleh ke samping. "Jangan pernah pancing seekor buaya yang tengah kelaparan untuk menerkam. Karena sekali saja kau terkena gigitannya yang tajam aku jamin kau akan mati karenanya!" Aku meninggalkan Zea yang masih terpaku atas kemarahanku barusan. Dia kira dia siapa bisa seenaknya saja berbuat. Meskipun dia adalah pilihan mami tapi tetap saja akilah ratu bagi mas Rama. Aku percaya itu. Lagian di rumah ini akulah ratunya dan Zea hanyah tamu. Tamu yang kapan saja jika si pemilik rumah menghendaki maka bisa mengusir si tamu yang menyebalkan tersebut. Kubamting pintu kamarku karena sungguh kesal demgan Zea. Biar dia tahu seperti apa wajah asliku. Aku bukanlah istri pertama yang diam saja ketika ditindas. Meskipun mami menyanjung dan menyayanginya sekali lagi aku tidak peduli karena bagiku yang utama adalah mas Rama bukan mami karena yang menikah denganku adalah

    Last Updated : 2022-09-07
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 6

    Sesampainya aku di sekolah dan baru saja mendaratkan bokongku di atas kursi di dalam ruang guru tiba-tiba saja ponselku berdering. Meski lirih karena memang kuatur untuk tidak terlalu nyaring namun, ku masih bisa mendengarnya. Gegas aku mengambil ponselku di dalam tas yang kubawa, kuedarkan pandangan ke sekeliling ternyata yang datang baru tiga guru salah satunya termasuk aku. Kulihat nama mas Rama terpampang di layar ponsel. Aku mengukir senyum di kedua sudut bibirku dan lekas mengangkat sambungan telepon dari mas Rama. "Assalamualaikum, Sayangku, wah cantik sekali sepagi ini kamu Sayang?" ucap mas Rama sesaat aku mengangkat telepon darinya. Tentu saja ucapannya membuatku tersipu dan wajahku menghangat. Ditambah lagi di ruangan ini juga ada guru yang lain dan salah satunya adalah teman dekatku yakni, Pratiwi dan aku biasa memanggilnya Tiwi. "Waalaikumsalam, suamiku, jangan gombal pagi-pagi ah, kan malu didengar sama yang lain," ucapku sembari mengarahkan kamera ke sekeliling ru

    Last Updated : 2022-09-22
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 7

    Bel berbunyi, waktu juga sudah menunjukkan pukul satu kurang dua puluh menit. Itu artinya sekolah sudah usai. Aku pun bergegas kembali ke ruang guru untuk mengembalikan peralatan mengajarku ke dalam meja kerjaku. Tak lupa aku juga berpamitan pada Tiwi dan guru-guru yang lainnya.Setelahnya aku bergegas pulang tapi aku sebelumnya singgah terlebih dahulu ke masjid di dekat sini. Aku tidak pernah mau melewatkan kewajibanku meskipun sedang sibuk. Bahkan, saat sakit pun aku tetap akan melakukan kewajiban lima waktuku itu. Setelah selesai melaksanakan kewajibanku, aku pun kembali menjalankan motor sekop kesayanganku menuju rumah. Aku mematikan mesin motor saat sudah sampai di depan rumahku. Aku turun dari motor dan membuka pintu gerbang. Dahiku mengernyit saat melihat ada mobil yang biasa mami pakai. Benar saja saat mataku mengedar ke sekeliling, aku mendapati pak Yadi sedang duduk di kursi di teras. Huft, kuhembuskan napas untuk menetralkan dadaku yang terasa sesak secara tiba-tiba. Kar

    Last Updated : 2022-09-22
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 8

    "Astaga Zea? Ini beneran Zea? Tapi kenapa sampai seperti ini? Ya Allah, aku gak nyangka Zea sudah sejauh ini," gumamku lirih sembari masih menatap tak percaya pada layar ponsel yang masih aku genggam. Di dalam video itu jelas terlihat kalau Zea tengah meliuk-liukkan tubuhnya tanpa sehelai benang pun. Ia juga tengah melakukan gerakan seperti mengocok alat kelamin pria dan memainkan lidahnya seolah-olah tengah menjilati suatu benda yang membuatnya berhasrat. Hal itu berlangsung selama dua menit. Yah, hanya dua menit durasi video yang masuk ke nomor whatsappku. Bahkan, aku pun tidak tahu nomor siapa yang mengirimiku video ini. Kenapa orang misterius ini bisa tahu nomorku. Ah, aku malah jadi penasaran sama si pengirim video ini. Aku bangun dari posisi dudukku lalu aku berjalan ke arah kamar karena ingin mengganti baju kerjaku dengan daster kebanggaanku. Namun, baru saja aku melepas kancing bajuku bagian atas tiba-tiba terdengar suara pesan masuk kembali. Aku bergegas mengecek kembali

    Last Updated : 2022-09-22
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 9

    ***Aku memejamkan mata untuk menetralisir degup jantungku. Baru saja aku dan mas Rama saling melepaskan hasrat. Yah, kami memang baru selesai menyelami indahnya surga dunia setelah kepergian mas Rama untuk merantau selama kurang lebih dua minggu. "Mas," panggilku pada mas Rama. Saat ini kami masih sama-sama merebahkan diri di atas kasur king size di kamarku dan masih sama-sama belum memakai apa pun, hanya memakai selimut saja. "Ya, Sayang? Ada apa?" tanya mas Ramaa. Kini wajahnya sudah menatapku. Aku pun kini menghadap ke arahnya dan juga menatapnya. "Aku boleh bertanya sesuatu? Mungkin ini agak sensitif tapi ini juga hal yang penting menurutku." "Ada apa memangnya?" "Tolong jawab dengan jujur. Apa kamu sudah melakukan hubungan seperti kita ini dengan Zea?""Kok kamu tiba-tiba tanya begitu? Kenapa memangnya?" "Jawab saja dulu, sudah ataukah belum. Nanti akan aku jelaskan.""Belum." Degh. Belum? Itu artinya selama tiga bulan ini mereka ngapain aja kalau saat satu rumah? "Bel

    Last Updated : 2022-09-22
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 10

    ***Adzan maghrib berkumandang. Aku dan mas Rama sudah siap dengan pakaian wajib kami untuk sholat berdua. Yah, beginilah yang kami lakukan jika mas Rama sedang berada di rumah. Alih-alih mas Rama berjamaah di masjid, dia lebih suka jika berjamaah di rumah saja berdua denganku. Katanya sih biar aku juga mendapatkan pahala shalat berjamaah juga. Ah, betapa romantisnya suamiku ini. Alhamdulillah, aku memang tidak salah memilih imam. Iqamat pun sudah dikumandangkan. Kini aku dan mas satria sudah bersiap di tempat kami masing-masing untuk melakukan ibadah shalat maghrib. "Assalamualaikumwarrahmatullahiwabarakatuh.""Assalamualaikumwarrahmatullahiwabarakatuh." Setelah salam ke kanan dan ke kiri, aku meraih tangan kanan mas Rama dan mencium takzim punggung tangan yang sudah beberapa tahun ini mencarikan dan memberikanku nafkah dengan sangat layak. Setelahnya aku menengadahkan tanganku dan berdoa kepada sang pencipta agar rumah tanggaku dengan mas Rama dilanggengkan hingga akhir hayat d

    Last Updated : 2022-09-22
  • Obsesi Liar Maduku   Bab 11

    Aku dan mas Rama pun akhir nya mengarungi indahnya malam yang penuh bintang dengan hasrat halal yang menggebu-gebu. Setelah kelelahan kami berdua pun terlelap sembari berpelukan dan menutup tubuh polos kami dengan selimut tebal yang disediakan pihak hotel. ***"Jadi, berapa lama kira-kira kami mendapatkan sertifikat itu?" tanya mas Rama pada sang pengacara. Aku dan mas Rama memang sedang berada di kantor advokat yang tentunya sudah terpercaya di kota kami. Yah, pada akhirnya aku dan mas Rama benar-benar melakukan apa yang mas Rama janjikan kepadaku kemarin. "Kurang lebih satu minggu, Pak. Tidak terlalu memakan waktu yang lama. Tapi saya ingin tegaskan apakah Bapak sudah yakin untuk mengalihkan semuanya menjadi atas nama istri?" tanya pengacara yang bernama Ibrahim itu pada mas Rama. "Sangat yakin, kenapa memangnya, Pak? Kok sepertinya anda meragukan?" tanya mas Rama pada pak Ibrahim. "Tidak ada hanya saja saya perlu tekankan jika sudah menjadi atas nama istri Bapak maka segala se

    Last Updated : 2022-09-22

Latest chapter

  • Obsesi Liar Maduku   bab 131

    Bugh. Anin memukulkan sepotong bambu sepanjang tangan orang dewasa ke arah Siti secara cepat sehingga membuat Siti tersungkur ke arah samping dan pisau itu terlepas dan mendarat di bawa kaki Anin. Jadi, Anin sudah melihat bambu itu sejak tadi dan Anin sudah memikirkan ke arah sana karena ia hanya menunggu saat yang tepat saja. Kini pisau itu sudah aman berada di tangannya. Reno dan pak Slamet segera memegangi Siti yang berniat ingin menyerang kembali Anin meski dengan tangan kosong. Tidak lama kemudian tiga orang polisi pun masuk ke dalam rumah pak Slamet dan membantu Reno juga pak Slamet mengamankan Siti. Siti meronta dan berteriak minta untuk dilepaskan. Ternyata para polisi itu juga diminta Anin untuk datang ke rumah Siti. Namun, di tengah perjalanan ban mobil mereka pecah sehingga mengharuskan mereka menggantinya terlebih dahulu dengan ban serep. "Lepaskan aku dasar bangsat kalian semua. Lepaskan!" Siti terus saja berteriak dan meronta membuat para tetangga yang sejak tadi k

  • Obsesi Liar Maduku   bab 130

    "Tolong buka pikiranmu, Siti. Lepaskan Rama, biarkan dia hidup tenang bersama keluarganya sendiri," ucap pak Slamet, "Kalau kau sayang pada lelaki itu ... Kau pasti tidak akan tega melihatnya menderita dan jauh dari keluarganya seperti sekarang ini bukan?"Suaranya kini terdengar melemah dan tulus. Ia menatap Siti dengan tatapan dalam, sampai-sampai membuat gadis itu tampak terdiam dan menundukkan kepalanya.Sepertinya ucapan pak Slamet sedikit berpengaruh, membuat senyuman pak Slamet mulai terlihat.Sedangkan mak Jumi, wanita itu masih terisak dan terus berharap sebuah keajaiban datang dan merubah jalan pikiran Siti.Beberapa detik berlalu, Siti mulai mengangkat wajahnya, dengan sedikit melemahkan bahkan meSitiunkan pisau yang menempel pada pergelangan tangannya.Hal itu sontak membuat mak Jumi dan pak Slamet sedikit tersenyum simpul."Tidak!" ucap Siti dengan lantang. Membuat sepasang suami istri tersebut kembali tercengang.Kening pak Slamet kembali mengerut karenanya, senyuman yan

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 129

    Siti yang merasa frustasi karena keinginannya tidak tercapai dan mendapat penolakan dari Bapaknya langsung emosi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pisau yang berada di rak dapur.Siti mengacungkan pisau itu ke arah Mak Jumi dan Pak Slamet yang bergidik ngeri.“Apa yang kamu lakukan Siti?” teriak Pak Slamet.“Kalau Bapak tidak mau menikahkan aku, maka aku akan bunuh diri.”“Siti..”"Astagfirullah, Siti! Apa-apaan kau ini, Nak!?" teriak mak Jumi yang mulai terlibat histeris.Betapa terkejutnya mak Jumi tat kala anak gadis satu-satunya tengah memegangi sebilah pisau, bahkan tanpa rasa takut sekalipun.Mak Jumi tidak menyangka jika Siti akan bertindak sejauh ini, setan apa yang tengah merasuki gadis itu? Sungguh tak dapat dipercaya.Siti yang sudah terobsesi oleh ambisinya sendiri, oleh rasa cintanya

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 128

    “Tidak seperti itu Mak, Mas Rama itu belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, jadi kita harus cepat, tolong nikahkan aku dengan Mas Rama,” Siti tetap bersikukuh untuk menikah dengan Rama.Tapi Pak Slamet masih bertindak waras, sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan, dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik tidak jadi menikah jika kedepannya pernikahan itu tidak bisa di jamin kelanggengannya.Dan dia yakin Rama akan sadar dengan sepenuhnya, jika waktu itu tiba, dia yakin Rama akan membuang anak gadisnya.Dengan latar belakang yang di miliki Rama, dia yakin Rama akan melakukan itu. Masih untung jika hanya di ceraikan, bagaimana kalau putrinya di laporkan ke polisi dengan pasal penipuan.Pak Slamet sendiri sudah berkonsultasi dengan orang-orang pintar seperti Pak RT, Pak Kepala desa bahwa tindakan penipuan bisa berakhir di penjara, bukan hanya anaknya tapi j

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 127

    “Kamu itu Siti, Bapakmu baru datang, sudah kamu cerca pertanyaan, buatkan minum sana dulu,” cerca Mak Jumi.Mak Jumi tak habis pikir dengan perubahan sikap Siti yang sangat drastic antara sebelum berangkat ke kota dan sesudahnya, hingga Mak Jumi berpikir apakah kehidupan kota begitu cepat merubah sikap seseorang?“Iya Mak, aku kan cuman nanya saja, kok Mak marah,” gumam Siti sembari masuk ke dapur, tidak lupa dia menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal karena omelan Mak Jumi.“Apakah kita salah mendidik anak kita Mak?” tanya Pak Slamet sedih. Dia kecewa dengan perubahan sikap Siti yang semakin menjadi-jadi, minim sopan santun dan sangat suka menggerutu, sama sekali tidak menunjukkan kasih sayang kepadanya.“Entahlah Pak, selama ini kita juga menyayangi dia dengan tulus ikhlas, Mak ini juga selalu mendoakan Siti agar menjadi anak sholehah, tapi kok jadinya be

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 126

    Maka dari itu, pak RT kini sudah mengizinkan semua pelaku keributan itu untuk pulang ke rumah masing-masing."Yasudah, kalau begitu kalian pulanglah!" ucap pak RT."Terimakasih, Pak," ucap pak Selamet dengan senyuman yang samar."Terimakasih untuk semuanya, Pak." Pun juga dengan bu Lela yang juga mengucapkan terimakasih untuk pak RT.Tak berselang lama, kini pak Selamet pun menangkup bahu sang istri. Di mana ia menuntun mak Jumi untuk segera pulang dari rumah pak RT. Sedangkan bu Lela ... dia berjalan di depan kedua pasangan suami istri itu.Tetapi setelah berjalan cukup jauh dari rumah pak RT, pak Selamet yang sedari tadi menatap punggung bu Lela dengan tajam dan penuh amarah itu, pun pada akhirnya membuka suaranya."Bu Lela, tunggu sebentar!" ucapnya dengan cukup penuh ketaj

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 125

    "Ya itu bukan urusan saya! Kan memang Bu Lela yang maunya menunjukkan ke orang-orang kalau anak saya itu berbuat zina! Ya kalau tidak ada buktinya, mau dibawa ke pengadilan pun tidak bisa dibuktikan! Selama ini saya yang jadi saksi kuncinya bersama Mak Jumi. Kalau saya sudah bilang anak saya tidak tinggal sekamar, tanyakan saja kepada Rama, kasarannya dia sebagai korban pun juga akan berkata jujur kalau dia tidak pernah sekamar dengan anak saya. Mau apa kalau sudah begitu? Dia bisa saja mengatakan kalau dia tidak ingin dibawa Siti ke sini, tetapi saya yakin dia pasti dengan jujur mengatakan kalau tidak melakukan hal zina itu. Dia ini pria yang bertanggung jawab, Bu. Dia sendiri juga tidak tahu selama ini kenapa walaupun anak saya mengaku istrinya, tapi tidak pernah bersentuhan dengannya. Kalau memang dia pria seperti kebanyakan, sejak awal juga pasti menagih-nagih, Bu, untuk diberikan haknya dia sebagai suami oleh anak saya dan anak saya pun kalau memang tidak bermoral

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 124

    Pak Slamet masih dengan tatapannya menghina itu langsung berceloteh, "Mau apa lagi, Bu? Tidak bisa membalas, ya, karena ketahuan? Begini sajalah, Bu, selama ini saya tidak mau mengikuti langkah Ibu. Ibarat kata gajah dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan yaitu Bu Lela sendiri. Kesalahannya sendiri saja sebesar gunung tidak ditampakkan ke publik, tapi kalau tahu ada kesalahan orang lain saja paling cepat mengompori yang lainnya. Memangnya semua orang di sini sempurna apa? Tidak pernah membuat dosa begitu? Lagi pula, Siti ini anak saya! Buat apa turut campur? Orang, saya saja tidak pernah ikut campur masalah Ibu. Saya sendiri sudah tahu dari dulu kelakuan Ibu, tapi saya pendam sendiri saja. Tidak ada untungnya juga. Buat apa saya suka lihat ibu dikeroyok massa?"Bu Lela menelan ludah menutupi rasa gugupnya yang sudah merebak di dada. Ia tidak mau terlihat kalah, karena kalau seandainya ia sampai gemetar di hadapan Pak Slamet, maka otom

  • Obsesi Liar Maduku   Bab 123

    Pria paruh baya itu pun terus berusaha untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tetapi bagaimanapun penjelasan yang diutarakan oleh Pak Slamet sama sekali tidak mengubah pemikiran Bu Lela dan juga Bu Sri. Kedua wanita itu terus saja berusaha keras menepis penjelasan yang Pak Slamet berikan. Bahkan Pak RT pun dibuat kewalahan dengan ulah kedua wanita itu. Terlebih ucapan Bu Lela dan Bu Sri yang terkadang tidak bisa untuk di sela."Apa pun alasannya tetap saja yang dilakukan oleh Siti itu tidak benar, Pak Slamet. Walaupun tidak berbuat zina di sini, tetapi aku yakin Siti dan pria kota itu pasti sudah pernah berbuat zina saat berada di kota. Ulah mereka justru hanya akan membuat malapetaka untuk desa kita. Siti sangat pantas untuk diusir dari Desa ini dan jangan biarkan dia kembali lagi," seru Bu Sri dengan begitu lantang."Benar apa yang dikatakan oleh Bu Sri, Pak RT. Sebagai rukun tetang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status