Astaga menggemaskan sekali.
"Luka kamu belum di obati loh, sakit banget."Marvel pura-pura meringis kesakitan, sedikit mengintip juga ke arah Grace dengan harapan aktingnya berhasil."Obatin saja sendiri, di tokoku cuma ada mentega dan cream mau aku oles pakai itu!"Kekesalan Grace masih belum reda. Marvel menarik napas lelah lalu pergi ke dapur untuk mengambil beberapa es batu untuk mengompres lukanya. Sepertinya Grace memang sangat sensitif kali ini. Marvel sedikit meringis saat merasakan cairan dingin itu bersentuhan langsung dengan lukanya. Sepertinya cara seperti ini tidak akan berhasil. Namun, tiba-tiba sebuah tangan kecil memeluk perutnya."Sini, biar aku obatin."Marvel tersenyum."Aku tahu kamu gak akan mungkin tega."Setelah itu, Marvel mengikut Grace untuk masuk kembali keruang kerjanya yang kadang digunakan sebagai tempat beristirahat buat Grace. Grace membuka sebuah lemari lalu mengeluarkan kotak P3K dari sana, Marvel menaikan aliSampai Grace duduk ke dalam mobil dia tidak menangis, walaupun nyatanya hatinya sudah sangat hancur berkeping-keping."Grace, kau baik-baik saja?" tanya Virk memastikan karena sedari tadi Grace hanya diam. Dan itu justru memicu kekhawatirannya."Bisakah kita singgah ke toko obat sebentar?" pinta Grace, namun tidak mendapat persetujuan langsung dari Virk."Tapi, untuk apa? " tanya Virk bingung."Ada sesuatu yang ingin aku akhiri, antara aku dan Marvel."Awalnya Virk tak langsung menurut, tapi lama kelamaan akhirnya Virk pasrah dan mengabulkan keinginan Grace. Dia berharap Grace tidak berencana mengakhiri hidupnya karena Virk tidak yakin toko obat juga menjual racun. Dia memberhentikan mobil mereka tepat di depan toko obat, membiarkan Grace sendiri untuk mencari obatnya. Virk tidak tahu alasan Grace dan Marvel putus, bahkan Grace sendiri tidak mau memberi tahukannya. Dia mengenal sosok Marvel dengan baik, pria tampan itu memang bukan seumuran dengannya. Harusn
“Jangan natap gue gitu, toh kalo gue untung gue juga akan menaikan gaji lo terus lo bisa foya-foya, beli barang branded, dan bisa makan."Bryn memberikan penawaran. sebenarnya Bryan itu baik, meskipun menyebalkan, sombong dan ambisius.“Dasar pria gila,” cibir Grace kesal sendiri.Ponsel milik Bryan berdering membuat pria itu menyerit menatap benda pipih itu.“Halo, kenapa Bun?"“Apa parah?"Raut wajah Bryan menjadi serius membuat Grace penasaran.“Oh baiklah, akan aku beri tahu pada Grace. Iya, aku juga akan mengizinkannya." Mendengar itu perasaan Grace menjadi tak enak.“Ada apa?” katanya penasaran.“Lo gue izinkan pulang, keponakan lo sakit."Bukan berita yang bagus, tapi sedikit membawa keberuntungan. Setidaknya Grace tidak akan bertemu Marvel sore ini. Grace keluar dengan berlarian kecil dari ruangan Bryan. Tanpa sadar, dia berpapasan dengan pria yang menggunakan kemeja putih
Sedikit ragu, Grace meneguk sekali habis gelas wine itu, rasanya langsung panas dan membakar di tenggorokan."Kamu mau lagi?" tanya Marvel, sementara pria itu sudah menenguk gelas kedua.Kepala Grace langsung berat, dengan susah payah dia menggeleng. Bahkan Grace hanya menurut patuh saat Marvel membawanya ke dalam pangkuan selagi Marvel membuka baju Grace. Mulut Marvel dengan handal menghisap leher dari lawan mainnya, membuat sebuah desahan keluar. Dan itu membuat gairah Marvel semakin terbakar. Lumatan bibir yang terjalin bercampur bau wine ikut menambah sensasi baru. Dengan sebuah kenyataan Grace dibuat mabuk kepayang oleh mantan tunangannya itu. Tangan kekar milik Marvel meraba paha Grace untuk menurunkan kain tipis penutup milik Grace yang membelenggu, dan mengangkat ke atas rok Grace tanpa beban."Terima kasih telah melahirkan anakku," ucap Marvel berbisik dengan tubuh mereka yang masih menyatu.Napas Grace memburu mendengar itu, dari mana Marvel tahu?
Tentu Marvel tidak terima dirinya dilecehkan begitu saja oleh sang kakak."Wajahku tak dungu."Quinto tersenyum penuh arti. Marvel mengabaikan kakak sintingnya ini hingga perhatiannya teralihkan dengan kedatangan ayah, Ibunya dan wanita paruh baya, pembantu rumah tangga baru yang tidak dia kenal"Vel, bisa kamu menjelaskan semua ini?" tanya Retirado langsung pada intinya."Mereka semua keponakanku," jawab Marvel, dan itu sukses mengundang keterkejutan."Dan Grace.""Tapi, kamu bilang Grace mengugurkan anaknya.""Aku tahu, walaupun dia sudah dikuburkan. Dia milikku dan aku juga sudah melakukan tes DNA," jelas Marvel lagi lalu menatap ibunya tak percaya."Dan kenapa Mama minta dokter bohong waktu itu? Saat dokter memeriksa Grace saat itu Grace sedang hamil, 'kan!" bentak Marvel, Ayah Marvel menarik napas dalam."Aku gak percaya dengan apa yang kamu lakukan.""Vel, maafkan Ibu." Baru saat ibunya ingin menyentuh Marvel menepiskan tangan
Grace mengadah menatap Marvel tak percaya, lalu melepaskan pegangan tangan Marvel yang menahan tangannya."Harusnya memang dari dulu kita gak usah menikah, Dad," tangis Grace sudah jatuh membasahi pipinya.“Kamu gak pernah berubah, sekalu mengekangku, cemburuan, brengsek aku benci! Jadi, kamu lebih suka Grace yang penurut padamu? Yang bisa kamu bodohi hingga bisa tidur dengan wanita lain, iya?!”Setelah mengatakan itu, Grace pergi meninggalkan ruangan Marvel sambil menangis.“Sayang!”Marvel menarik rambutnya frustasi, dia sama sekali tidak bermaksud begitu. Tujuan Marvel awalnya juga baik tidak mau terjadi apa-apa dengan Grace, karena bagaimana pun pekerjaan Marvel masih dalam masa sibuk-sibuknya dan Marvel tidak bisa meninggalkan pekerjaan begitu saja. Tapi, sepertinya Marvel juga memang salah harusnya dia tidak membentak Grace tadi. Marvel berlarian untuk mengejar Grace, hingga sebuah tangan lembut mencegahnya.“Pak, mee
Ingin sekali rasanya Marvel menggendong gadisnya, membawanya ke kasur membaringkannya lalu mengurung gadisnya di bawah kungkungannya dan membuat Grace hanya mendesahkan namanya untuk malam ini. Oke, pikirannya malam ini mulai kotor. Tapi jangan salahkan pikirannya itu, Marvel adalah laki-laki normal, tentu saja akan sedikit terangsang melihat gadis s*ksi yang duduk di sampingnya. Marvel berdehem untuk membuyarkan pikiran gilanya itu.“Gimana bisa kamu tidur menggunakan bathrobe? Apa itu gak mengganggu tidurmu?” tanya Marvel?Grace menunduk untuk melihat bathrobe yang dia pakai.“Ini sama sekali gak mengganggu, aku justru merasa sangat nyaman. Dan aku memang sering seperti ini jika aku terlalu lelah setelah mandi aku bisa langsung tidur menggunakan bathrobe ini," jawab Grace sambil memainkan tali bathrobe-nya.Marvel yang tadinya terfokus pada tubuh Grace, dia dengan cepat membuang pandangannya ke arah lain.'Tapi, itu sangat menggangguku da
"Dia tak melakukan apapun."Mata platinum Jhunmar bergolak marah."Mempertahankannya di sini akan berpengaruh kepada Barrio! Lepaskan dia dan kepolisian akan berhenti bertanya kepadamu.""Bagaimana dengan Matze, Paman?"Marvel mengangkat kepalanya dan menatap Jhunmar."Apa kau benar-benar ingin melakukan ini, Marvel? Apa yang membuatmu begitu terobsesi kepadanya? Masih banyak gadis lain yang bisa kau mainkan di luar sana!" Jhunmar menunjuk ke arah jendela besar itu, tempat di mana mereka bisa melihat sebagian penari tel*njang yang menari di sebuah panggung berupa kerangkeng agar para penonton itu tidak bisa meraih para penari itu dengan tangan-tangan nakal mereka.Marvel bangkit berdiri dari atas kursi, matanya menatap para pengunjung Asphere yang meliuk-liukkan badan mereka mengikuti irama musik."Dia mengingatkanku dengan dunia di luar Barrio, Paman. Dia tidak seperti mereka."Marvel memutar tubuhnya dan berbalik menghadap Jhunmar."Kep
"Sepertinya begitu."Nini mengangkat bahunya acuh tak acuh. Tugasnya sudah selesai, dia hanya harus mengirimkan tas berisi pistol itu ke hadapan Grace. Grace mengangkat kartu itu lalu membaca tulisan tangan Marvel. Sebuah tulisan kursif dengan tinta hitam yang mengucapkan selamat kepada Grace dan berharap ia bahagia dengan 'hadiah' yang dia terima."Yang benar saja."Grace mendengkus lalu mendorong pistol itu menjauh darinya, tepat pada saat itu Nini kembali membawa beberapa barang yang Grace hancurkan sebelumnya."Kamu kembali."Grace mengangkat kepalanya dan memerhatikan wajah Luca yang memucat."Ada apa?""Marvel memberikan pistol itu kepadamu?" Nini bertanya ketika melihat pistol yang berada di tangan Grace."Ya."Grace mengangguk sekilas. Persetan dengan Marvel. Pistol ini tidak bisa melindunginya lebih dari pisau kecil yang dia sembunyikan di bawah bantalnya. Pistol ini mungkin berguna bila pria itu juga memberikan pelurunya kepadan
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg