Teriakan Grace yang nyaring tidak membuat nyali Marvel ciut meninggalkan wanita itu di dalam kamar mandi. Dengan senyuman khas devil dia mengangkat tubuh ramping kekasihnya itu lalu memindahkannya dengan sangat mudah duduk di atas pinggiran wastafel. Ada cermin kaca yang terpajang di dinding wastafel tersebut. Cukup besar. Hampir sama seperti di manssion Marvel.
"Ih ... Marvel mau ngapain, sih." Grace risih karena tangan kekar Marvel sudah menggerayangi lingerie erotis perempuan itu."Bantuin kamu mandi Sayang." Embusan napas Marvel menyapu leher Grace.Grace yang mengerti maksud perlakuan pria itu segera menghindari lehernya dari bibir Marvel yang mulai memberikan tanda kissmark."Gak mau," tolak Grace dengan suara manja.Bola mata Marvel melihat jelas bola mata Grace yang berkilau indah."Kamu menolak, Sayang?"Cara bicara Marvel yang lembut, tapi tegas penuh tuntutan membuat Grace berpikir untuk tidak menyinggung perasaan pria itu."Gak git"What do you mean?" Suara Cani pelan hampir berbisik.Marvel belum menjawab pertanyaan Cani. Pria itu mengeluarkan snipers miliknya, Desert Eagle. Senjata api andalan yang tersimpan di belakang punggungnya."I'm gonna k*ll him," jawabnya bag psychopath sambil melangkah hendak mencari mangsanya di luar ruangan tersebut.Cani shock, wajahnya pucat pasi. Kali ini nyalinya ciut seketika. Kakinya berlari menarik lengan kekar pemuda itu. Tangannya semakin gemetaran."Marvel, don't!!" Cani memohon sambil menggeleng lemah. Matanya sudah merah hampir menangis."Don't please ...""Well then, leave him."Cani melihat putus asa ke arah Marvel. Dia melirik pistol paling mematikan milik pemuda itu. Jantung Cani berdetak sangat cepat. Dia tidak bisa membayangkan jika Stelan sungguh mati di bunuh Marvel. Cani tidak sanggup memikirkan itu. Cani mengangguk tidak berdaya. Wajahnya menunduk karena perih di hatinya. Dia pasrah.Kreek!!Tanpa mereka sadari pin
Di tempat tidur, wanitanya itu ternyata mimpi buruk. Marvel tidak ada waktu menyimpan pistolnya di laci ataupun di lemari. Dia menyelipkan pistolnya di dalam bantal. Marvel akan memindahkan pistol itu jika Grace sudah tenang."Hey." Marvel berbisik lembut, memeluk Grace, mengecup pipi chubby Grace yang basah karena air mata."Wake up, Sayangku."Grace masih menangis. Sesenggukkan."Ssst ... open your eyes, Sayangku. Itu cuma mimpi." Marvel mengintruksi menyentuh kedua pipi Grace.Lalu tidak lama kemudian mata Grace yang merah karena air mata terbuka. Dia lalu memeluk Marvel."I'm scared ... i'm so scared ...""Ssst ... jangan menangis lagi. Itu cuma mimpi. Apa yang kau takutkan? Aku di sini. Tenanglah Sayang."Marvel mempererat pelukannya. Lalu mengecup lama kening Grace."Apa yang kamu mimpikan barusan?""You." Suara Grace terdengar lirih."Me? Why me?" Marvel terlihat penasaran."Aku mimpi kamu meninggalkanku sendiri. Sen
Cani menanggapi dengan seulas senyuman tulus di bibirnya lalu Stelan kembali bercerita."Aku sama Yara di boyong ke kastil itu saat umurku lima belas tahun sedangkan Yara belum genap sembilan tahun.""Kau pasti tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya aku beradaptasi dari orang yang biasa menjadi sosok yang disiplin, tidak banyak bicara, kaku, mematuhi segala peraturan sebagai pangeran. Terutama adikku Yara.""Lima tahun tidak cukup membuat aku terbiasa sebagai pangeran. Tapi, tidak Yara. Adikku itu yang awalnya tidak menyukai hidup sebagai putri kerajaan mulai menerima dan belajar menjadi seorang putri kerajaan sesungguhnya.""Selama lima tahun di kerajaan aku selalu mematuhi segala peraturan dan belajar menjadi pangeran yang disiplin. Tidak pernah membantah apapun yang di perintahkan kakek maupun daddy."Setelah mengatakan kalimat panjang itu, Stelan mulai menarik napasnya dan kembali melihat Cani tanpa berkedip."Termaksud menerima keputusan bertun
'Aku kenapa?''Apa aku udah jatuh cinta dengan Marvel?''Aku cinta lagi sama Marvel?'Tubuh Grace gemetar saat memikirkan kalimat terakhir itu di dalam kepalanya. Masih termangu dan tidak percaya jika dia ternyata memiliki perasaan cinta untuk Marvel. Masih terus melihat wajah tidur terlelap Marvel, tanpa dorongan atau paksaan dari siapa pun Grace mendekatkan bibirnya ke bibir milik Marvel. Mengecup Marvel untuk kesekian kali dalam hidupnya. Mengecup pria itu tanpa disuruh dan dimintai pria itu. Marvel masih tidak sadar jika Grace mengecup bibirnya. Pria itu sepertinya memang sedang luar biasa lelah. Setelah kecupan itu terlepas, Grace tersenyum membelai rahang pipi Marvel. Untuk kesekian kalinya, senyuman penuh cinta itu tersungging di wajahnya. Grace berbisik pelan masih di depan wajah Marvel."I love you, Marvel."Walaupun pria itu tidak menjawab ucapan Grace, wanita itu tetap tersenyum dan kembali mendekap Marvel di pelukannya dalam posisi tidur. Setelah
Marvel tersenyum lalu melihat bola mata Grace."Kenapa kamu baru sadar, Sayang, sejak dulu senyum dan tawaku cuma untukmu. Jangankan senyuman dan tawa, seluruh perasaanku pun cuma untukmu, Sayangkku."'Karena perempuan-perempuan itu tanpa aku tersenyum sekalipun sudah jatuh ke pelukanku. Menyembah untuk bersamaku.'Selesai mengucapkan kalimat itu di hatinya Marvel kembali menakup pipi Grace."Aku ingin mengajakmu ke bioskop. Kamu mau?"Grace melihat bingung Marvel."Seriously?"Marvel tersenyum mengangguk lalu berjalan melangkah sambil menggandeng tangan Grace."Dad, wait!" Grace menghentikan langkahnya dan melirik curiga pria itu."What?" Marvel bertanya masih menggenggam tangan Grace."Kamu gak sedang mengajakku nonton bioskop mini di dalam manssion, 'kan?"Marvel terkekeh mendengar pertanyaan Grace. Ya! Walaupun di manssion terdapat bioskop mini persis seperti bioskop pada umumnya, tapi Grace lebih menyukai pergi ke bioskop d
Hal yang baru dikatakan Calantas yang juga hadir bersama dengan Rinrada barusan menjadi pertanyaan terbesar Grace. Walaupun Grace tampak bahagia karena ternyata Calantas masih hidup. Tapi, sebenarnya itu adalah awal penderitaan Grace Seseorang yang sedari tadi melihat dingin drama mereka berdua, berjalan lambat ke arah Grace dan Calantas. Mata Marvel terlihat dingin tanpa perasaan, mata itu sama sekali tidak melihat ke arah Grace hanya memandang Calantas Bryon Reign Mercado."Mr. Calantas. You win. Kukembalikan Mrs. Grace Rania Mirza, padamu."Deg!Jantung Grace bergemuruh kaget atas ucapan Marvel barusan.'Kembalikan? Kembalikan maksudnya?'Grace terdiam tidak mengerti. Tidak mengerti dengan semua ucapan Marvel. Senyum sinis Martin tercipta."See? Sudah kukatakan sejak setahun yang lalu Grace tidak akan pernah jatuh cinta padamu pecundang! Gak akan pernah!"'Apa?' Grace membatin shock.'Apa yang mereka berdua bicarakan? Kenapa mereka berdua k
Bruk!Seorang pria terhempas cukup keras ke lantai yang dingin tanpa keramik. Ruangan itu remang dengan lampu seadanya. Tempatnya pengap tanpa jendela, tidak ada tempat untuk menemukan udara kecuali pintu yang kini tengah terbuka lebar."Brengsek!!"Calantas tertatih dengan luka di pelipis matanya. Tangannya bergerak di lantai tersebut hanya tangan karena fungsi kakinya sudah tidak bisa bergerak sejak lumpuh beberapa waktu lalu."Siapa kalian?!""Kenapa menculikku?"Seorang pria dingin dengan jas hitam menatap dingin ke arah Calantas. Tidak ada senyum ketakutan atau bersahabat dari wajahnya. Mata birunya melihat lurus ke arah Calantas."Kau?!" Mata biru Calantas memicing seakan mengingat siapa pemuda yang sedang berdiri dihadapannya itu.Tap ...Tap ...Tap ...Langkah sepatu pria di hadapan Calantas terdengar lambat. Dia berjalan santai ke arah Calantas lalu berjongkok ke arah pria itu. Matanya semakin melihat tajam wajah Calan
Tiga belas jam kemudian, rumah kediaman Marvel. Sebuah mobil mewah memasuki jalan menuju pekarangan manssion. Dan seorang pemuda keluar dari mobil tersebut. Dia keluar dibantu supir yang membukakan pintu untuknya. Pemuda itu turun dari mobil tanpa membawa apa-apa di tangannya dia hanya berjalan menaiki anak tangga disusul beberapa anak buah di belakangnya. Marvel melangkah cepat menuju anak tangga berlantai dua. Selanjutnya, Marvel berjalan melewati kolam renang yang memang terlihat dari depan. Setelah itu, Marvel kembali menaiki anak tangga menuju pintu utama yang sesungguhnya. Sebelum sampai di pintu utama, Marvel melewati samping kanan dan kiri sebuah taman yang memiliki tenda. Marvel tidak melihat sekelilingnya, dia hanya fokus menuju pintu utama manssion. Dia ingin segera bertemu seseorang."My soon!" pekik seorang wanita tidak terlalu jauh dari punggung Marvel.Marvel spontan berhenti melangkah sebelum memasuki pintu utama dia menoleh ke belakang melihat ke arah pere
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg