Tepat pukul tujuh malam, seseorang yang sangat Marvel tunggu-tunggu akhirnya pulang juga. Grace memang belum masuk ke dalam rumah, tapi Marvel sudah tahu dari suara langkah kaki grasak-grusuk yang semakin lama terdengar semakin jelas dan dekat. Maka, pria dewasa itu memilih untuk beranjak dari sofa, kemudian berjalan menuju pintu utama. Menunggu si gadis di sana sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Istriku pulang?" Marvel menyambut kedatangan Grace dengan sebuah pertanyaan sarkas, nada bicaranya setengah tak menyangka."Aku kira kamu menginap di rumah Yvan.""Memangnya boleh?Aw-ah! Marvel, lepasin!" pekik Grace seraya berjengit kesakitan saat Marvel tiba-tiba menjewer telinganya."Kamu mau aku pindah ke sekolah lain biar tidak ketemu sama bocah bau minyak telon itu lagi?" ancam Marvel keki.Grace semakin meringis."lya-iya ampun! Lepasin Marvel, nanti telingaku copot dari kepala kan tidak lucu."Melihat wajah Grace yang kian memerah karena m"Bukan," sahut Yvan memberi sedikit kode.Grace lantas mengetuk-ngetukkan jemarinya di dagu, sedang berpikir keras."Sepantaran kita? Atau lebih tua?""Pikir saja sendiri." Percayalah, telinga Yvan mulai terlihat memerah."Satu organisasi sama kamu? Cassie?" tebak Grace, namun langsung disangkal dengan gelengan kepala oleh Yvan."Sekelas sama kita?" Yvan mengingat-ingat siapa wanita yang berpotensi disukai Grace, laki-laki tersebut susah ditebak dan tidak mudah bergaul dengan sembarang wanita, jadinya ia berasumsi kalau mungkin yang ditaksir Grace adalah yang seringberinteraksi dengannya."Biasanya anak pintar naksir anak pintar juga. Mmm ... kamu naksir Sarrah yang semester kemarin dapat IPK 4?""Bukan," kata Yvan datar."Sarrah 'kan sudah punya pacar, mantan presma itu.""lya juga." Grace mengangguk sadar."Oh! Atau jangan-jangan kamu naksir Elsa si tukang caper itu, ya? Kan dia kayak pick me girl gitu, seksi manja montok, ti
"Ya, tapikan kamu sudah besar. Menyesuaikan lah," tandas Marvel."Kalau masih balita nontonnya Coco Melon, TK sampai SMP-Frozen 2 masih ok, tapi kalau sudah hampir lulus S2 begini cocoknya nonton The Avanger, Fast and Furious dan sejenisnya."Grace mengangguk-angguk."Oh ... menyesuaikan umur ya, Marvel? Jadi kalau sudah lansia nontonnya film malam pertama di alam kubur sama azab kubur ya? Soalnya 'kan mau meninggal.""Ya-mm--gimana, ya? Benar juga, sih." Marvel menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ingin membantah Grace tapi yang gadis itu ucapkan tidak sepenuhnya salah."Sayang, kita nonton Squid Game saja, yuk? Nanti setiap ada yang mati ketembak, aku cium bibir kamu. Mau, ya?" tanya Marvel menawarkan.Mencari kesempatan dengan gaya."Mati ketembak? Jangan ah, seram. Maunya Frozen 2 yang ada manusia salju tonggos sama kadal gurun berapi itu," elak Grace tidak mau tahu.la bahkan dengan sengaja mencebikkan bibir bawahnya, pura-pura ngambek, b
Tok! Tok! Tok!"Om Marvel sudah tidur?" Grace berseru selagi mengetuk pintu, menunggu jawaban dari sosok manusia yang berada di dalam sana.Omong-omong ini sudah hampir jam sembilan malam, ia tak sepenuhnya yakin bahwa si pemilik kamar ini masih terjaga."Belum, ada apa?"Oh, ternyata dugaannya salah. Dia lantas melirik sekilas sebuah kotak berukuran sedang yang tengah ia bawa, kemudian kembali menyeru."Marvel, ini ada paket. Aku taruh depan pintu atau bagaimana?""Bawa masuk saja, pintunya tidak di kunci," titah Marvel dari balik sana.Grace hanya menurut, dengan gerakan perlahan ia mulai mengayunkan gagang pintu, kemudian mendorongnya masuk hingga terbuka setengah dan ..."Wow ..." Gadis itu langsung melongo, matanya melotot lebar dan napasnya tertahan di tenggorokan.Rasanya Grace seperti kena serangan jantung saat kedatangannya disambut dengan pemandangan kurang ajar bikin jiwa dan raganya gonjang-ganjing tak karuan. Bagaimana tidak?
"Pengantin baru itu tidak bisa jauh-jauh, bawaannya nempel terus," Zuke berujar seolah berpengalaman."Aku maklumi.""Tapi setelah kupikir-pikir, kau ini maruk sekali Marvel," imbuh Zuke setelahnya. Marvel yang merasa bingung kontan mengangkat sebelah alisnya tinggi."Maruk?"Zuke mengangguk."Setelah dengan Abriel dan ditinggal pergi selamanya, kau menikahi musuhnya yang tak kalah cantiknya. Sepertinya pelet keluarga Sansan sangat kuat hingga kau tak mau mencari wanita lain yang lebih dewasa alih-alih perempuan S2.""Bukan seperti itu, kau salah paham. Aku menikahi Grace juga karena alasan, tidak sembarangan." Marvel buru-buru menyangkal."Lagipula jika disuruh memilih, aku juga akan mencari wanita yang sepantaran untuk diajak berumah tangga.""Kalau kau tidak mau, berikan saja padaku. Tipe idealku gadis-gadis imut seperti istrimu," kelakar Zuke spontan membuat Marvel menatapnya tajam. Pria berkulit putih itu tentu kelabakan."Bercanda,
"Aku tidak akan menyerahkan PrimeVenture ke tanganmu, kecuali kau memiliki setidaknya satu orang anak."Retirado, pria yang usianya nyaris menyentuh angka tiga perempat abad itu tengah menyidekapkan tangannya di atas meja, menatap Marvel yang kini duduk di hadapannya dengan wajah kecewa."Tapi, Pa.""Tolong bersikap profesional, kita sedang berada di kantor, itu artinya aku adalah atasanmu, bukan ayahmu," koreksi Retirado dengan suara tegas dan berwibawa.Marvel sempat menghela napas gusar, sebelum akhirnya mengangguk dengan penuh keterpaksaan."Sebelumnya, saya minta maaf. Tapi, Tuan Presdir sudah berjanji kepada saya, bahwa Tuan akan menyerahkan PrimeVenture kepada saya sepenuhnya setelah proyek pembangunan proyek kantor cabang yang saya ketuai selesai. Peresmian akan dilaksanakan dalam waktu dekat dan saya mohon dengan sangat untuk Anda menepati janji Anda.""Aku berubah pikiran," ujar Retirado sontak membuat Marvel terperangah tak percaya."Ken
Lagi-lagi, Grace memilih untuk diam. Lebih baik ia segera menutup pintu dan pergi dari kamar laki-laki mabuk itu. la tidak ingin mendengar apapun dari mulut Marvel yang akan menyakiti hatinya lebih jauh. Marvel tidak sedang melantur, ia sedang berkata jujur. Setidaknya itu yang bisa ia simpulkan sekarang. Saat ini, Grace sudah kembali ke kamarnya. la berusaha memejamkan matanya supaya bisa segera tidur, tapi agaknya usahanya itu sia-sia. Terhitung hampir satu jam ia terus bergerak gelisah di atas ranjangnya-miring ke kanan, miring ke kiri, terlentang, tengkurap, dan bahkan sempat kayang sebentar. Tapi tetap saja, bukannya capek dan membuatnya mengantuk, hal itu justru membuatnya semakin melek. Sejujurnya, hati kecil itu sedang berkecamuk. Pikirannya terbang ke mana-mana. Overthinking. Sampai akhirnya suara pintu yang dibuka mengejutkannya, membuyarkan lamunan sesaatnya. Tak disangka, Marvel kini memasuki kamarnya dan mulai menaiki ranjangnya."Kamu, ada apa?" tanya Grace lirih,
"lya, tapi bukan ke aku. Tapi ke Yvan.""Kok ngomongnya begitu?" Jujur saja, Grace bingung."Boneka di kamar kamu ... Yvan yang ngasih kan?" tanya Marvel memastikan."lya.""Kalian pacaran?"Grace melongos."Heh, astaga! Kamu jangan salah paham dulu. Itu kemarin kita berantem, makanya Yva-""Tadi Yvan ngirim pesan ke kamu waktu kamu masih tidur. Aku baca. Dia ngajak kamu jalan-jalan besok, katanya sebagai ganti karena kamu sudah datang ngasih semangat ke dia," Marvel mendongakkan kembali kepalanya, kemudian menatap Grace sambil cemberut."Jangan jalan-jalan sama Yvan.""Suami aku kan lagi sakit, masak aku tinggal jalan-jalan sama cowok lain?" Grace tersenyum hangat, jari-jarinya tergerak untuk mengusap lembut surai hitam Marvel, berharap pria itu tidak tenang. Sebab dari caranya menatap, Marvel tampak sekali sedang menahan sesuatu yang tidak ia suka."Jadi maksudnya kalau aku tidak sakit, kamu mau jalan-jalan sama Yvan?" tanya Marvel
"Kenapa? Kau takut mencintainya?""Daripada itu, aku jauh lebih takut jika dia akan mencintaiku lebih dulu.""Bukannya itu bagus?""Aku tidak mau dia bernasib sama sepertiku di masa depan. Diting-""Ssstt! Bicaramu melantur, apa kau sedang mabuk sekarang?"Marvel tersenyum pahit."Ya, anggap saja begitu.""Omong-omong, bolehkah aku mandi di sini?" Carro mengubah topik pembicaraan selagi menciumi ketiaknya sendiri."Jujur saja, dari semalam aku belum mandi karena tidak sempat.""Silahkan," ujar Marvel."Aku akan mengantarmu pulang setelah mandi.""Setelah itu, apa kau akan kembali ke kantor?"Marvel menggeleng."Hari ini libur setengah hari karena akan ada persiapanperesmian.""Kalau begitu, boleh minta tolong antarkan aku mampir ke rumah sakit? Ada sesuatu yang harus kulakukan sebentar," tanya Carro setengah malu-malu, takut merepotkan."Oke, santai saja," timpa Marvel.Baru kemudian Carro membawa
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg