Grace mengambil duduk.
"Siapa yang dari tadi menang?""Daddy dong," sahut Deven.Grace tertawa dibuatnya."Em, kalian main dulu. Aku mau bicara sama Bang Marvel," kata Bryan yang langsung melenggang pergi bersama Marvel.Mereka terus berjalan sampai di ruang kerja Marvel. Jujur, Marvel bingung mengapa calon kakak iparnya meminta dibawa ke ruangan yang tidak boleh didatangi orang lain untuk bicara. Mungkin, Bryan ingin membahas tentang Darry."Lo tahu apa yang ingin gue bicarakan?" Bryan duduk di sofa hitam di sana.Marvel mengambil duduk."Tentang Darry?"Bryan mengangguk."Meskipun gue masih bocah, gue tetap anak laki-laki. Gue tahu posisi gue untuk melindungi saudara perempuan gue. Grace itu adalah satu-satunya wanita yang gue puja."Marvel menyipitkan mata."Jika dia bukan saudari gue, gue akan menikahinya."Marvel paham maksud Bryan."Lo mencintai Grace lebih dari sekedar saudara?"Bryan mengepalkan tangaPipi Grace bersemu merah saat mengingat godaan sang pria pagi tadi. Pria itu dengan manja menanyakan haknya. Namun, Grace hanya bisa tersipu malu. Padahal jauh di lubuk hatinya dia juga merindukan sentuhan pria itu."Aku pulang!"Grace mendengar suara Marvel yang disusul suara Rawnaq."Mana Grace?""Di dapur, Tuan."Marvel pun melangkah menuju dapur. Dia tersenyum merekah melihat sang wanita sedang sibuk membuat sajian nikmat. Marvel mendekat dan membau menu yang telah matang. Grace tertawa dibuatnya."Bikin perut keroncongan.""Mandi dulu sana!"Marvel mengangguk. Dia mendekat pada Grace untuk memberikan kecupan. Namun, Grace tersentak saat Marvel mengecup keningnya. Aroma parfum wanita kembali menusuk indra penciumannya."Aku akan segera turun," ucap Marvel sembari melenggang pergi.Kejadian itu membuat mood Grace hancur. Dia tidak napsu makan sama sekali. Saladnya hanya diaduk tak berarti. Hal itu, membuat Deven menatapnya l
Grace kembali berbaring."Ish! Posesif sekali. Ah!"Marvel merangkulnya erat."Biarin. Aku memang seposesif itu." Pria itu mendusel di ceruk leher sang kekasih.Grace tersenyum. Jujur, hatinya senang. Pria yang memeluknya ini benar-benar mencintainya. Mungkin saja perjalanan hidup mereka yang membuat sang calon suami bersikap seperti ini."Kamu sangat keren saat sambutan tadi."Marvel melepaskan rangkulannya. Dia topang kepalanya dengan tangan yang membentuk segitiga. Kedua matanya juga mengamati wajah calon istrinya dengan lekat."Hey! Aku memang selalu keren."Grace tertawa."Okay, okay. Selalu keren.""Kamu meledek, huh?""Nope."Grace menggeleng sambil tersenyum. Entah bagaimana, wajah mereka saling mendekat. Napasnya juga terembus mengenai lawan. Bibir basah mereka segera menempel dan perlahan saling melumat. Lidah keduanya beradu dan saling bertukar saliva. Bahkan sesekali Marvel menyedotnya dengan sensual."Ah!"
Ketika sedikit celah tersisa di pintu Marvel, Grace tak bisa lagi menahan dirinya untuk mendorong pintu itu dan merangsek masuk. Grace tak peduli lagi dengan kesopanan. Marvel jelas-jelas lebih tidak sopan dengan mengacuhkannya sepanjang malam."Apa yang kamu lakukan?" Marvel mengernyit galak.Suaranya berat, tegas, dan sangat dingin. Marvel Zeroun Montefalco yang Grace kenal telah pergi entah ke mana. Grace bertanya-tanya jika pria ini mungkin punya kepribadian ganda."Harusnya aku yang tanya, apa yang kamu lakukan?!" cecar Grace."Aku gak tahu apa ini salahku atau apa sesuatu terjadi, tapi kamu sikap menyebalkan sepanjang malam dengan ngacuhin aku!"Ketegangan terjadi di antara keduanya sementara raut wajah Marvel sama sekali tidak bersahabat. Grace siap membalas perlakuan tidak menyenangkan Marvel. Saat ini, Grace tak peduli jika Marvel menendangnya ke jalanan malam-malam."Kamu tiba-tiba berubah dan aku gak tahu kenapa. Terlalu banyak yang terjadi h
"Kau tak mau berenang?" tanya Inasse yang sudah berdiri di depannya dengan wajah basah.Dia meraih jus jeruk yang sudah tersedia sejak Ryan datang, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi santai."Bisnisnya selesai. Saatnya bersenang-senang, Marvel.""Aku sedang tak ingin berenang," kata Marvel.Inasse meletakkan jusnya dan menatap pada Marvel."Bersenang-senang. Kau tahu makna kata itu, 'kan? Bersantailah sedikit. Malam nanti kita bisa ke klub. Kau mencari wanita, aku mencari pria yang bisa kukencani.""Caraku bersenang-senang bukan dengan ke klub dan berenang."Inasse memutar mata."Dasar kaku.""Sebaiknya kau punya alasan cukup bagus mengapa kau memaksaku ke sini dan kau justru berenang ketika aku tiba. Aku tidak berniat turun hanya untuk menontonmu!" cecar Marvel.Inasse mengendikkan bahu."Kita sedang liburan. Aku sedang berusaha mengajak saudaraku yang sangat kaku dan membosankan untuk bersenang-senang―menikmati hidup. Mungkin
"Tidak. Tidak," sahut Virk."Aku tahu apa arti wajah itu. Kau sedang berpikir. Aku tidak menerima semua omong kosongmu tentang kencan gadungan."Marvel mengendikkan bahu. Marvel tidak punya daftar wanita yang akan ia kencani. Satu-satunya wanita yang ia pikir cocok mengenakan gaun dan duduk di seberangnya untuk menikmati makan malam berdua hanyalah Grace."Ya, kau tidak perlu sebuah perkenalan resmi. Kau sudah tahu siapa orangnya."Virk tak perlu berpikir lama untuk menjawab teka-teki Marvel. Gadis itu mengangguk, kemudian matanya menerawang seperti berpikir."Jadi ... kencan macam apa yang kau lakukan dengan Grace? Apakah itu sebuah makan malam dengan alunan musik romantis?"Marvel sempat memikirkan itu. Tapi, Grace tak pernah terkesan. Marvel lebih memilih Grace yang menggunakan celana pendek yang memamerkan paha, kaos yang mencetak tubuhnya, wajah natural ala rumahan, dan mereka duduk di sofa ruang utama. Mereka bisa saling bersandar dan merilekskan
Makan malam keluarga? Oh, hebat. Harusnya Marvel memberi Grace waktu selambat-lambatnya seminggu supaya Grace bisa bersiap dengan gaun atau sesuatu yang mungkin membuatnya pantas untuk bertemu dengan keluarga Hawk.Tiga puluh menit!Grace mungkin bisa melakukan sesuatu dengan lulur atau berendam supaya tubuhnya lebih wangi. Yang jelas, semua itu tidak bisa dilakukan dalam tiga puluh menit. Grace bersyukur Marvel pernah membelikannya gaun. Itu satu-satunya gaun keren yang Grace miliki. Grace berharap Marvel tidak bosan menatapnya dengan gaun ini. Sekarang, Grace harus melakukan sesuatu dengan wajahnya. Astaga, bagaimana mungkin selama ini Grace tidak punya peralatan rias?! Pintu terketuk keras setelah Grace tercenung menatap bayang diri selama sepuluh menit penuh karena tak tahu harus melakukan apa pada dirinya sendiri. Grace merapikan rambutnya dan mengikat ke belakang. Memulas sedikit pewarna ke bibirnya. Semoga Marvel yang menunggunya baik-baik saja dengan penampilan Gra
"Oh, lihat, siapa yang bicara," balas Quan."Kalian keturunan orang bebal, keras kepala setengah mati, jadi jangan mengatai satu sama lain. Kalian sama saja."Marvel tidak menyanggah karena ia sendiri juga pernah melakukan hal yang Ian lakukan."Jadi, kupikir Restha sedang marah?""Sepertinya akan sulit mengaturnya," desah Filawan."Kita bisa meninggalkan Ian di rumah bersama Nini dan Skylar. Kita tidak punya waktu untuk membujuknya ikut.""Aku akan tinggal di rumah," kata Zuela mendongak menatap ayahnya."Mungkin aku yang bersalah dan aku memang cengeng."Marvel bisa melihat dari mana sifat bijaksana itu berasal, dari mana lagi jika bukan dari Quan yang selalu tegar. Marvel melirik adik ibunya yang tersenyum pada Zuela. Gadis itu mengusap pipinya dan terlihat mudah bangkit dari kesedihannya."Itu baru putriku," kata Filawan.Kemudian, dia mengecup puncak kepala Zuela. Zuela berlari ke lantai dua untuk menyusul saudaranya. Marvel men
Untuk pertama kalinya, sejak ketegangan di apartemen karena mereka pun tak sempat berkemas, Virk tertawa. Sebenarnya, Marvel dan Virk punya karakter sama yang tidak mudah terkesan dan sulit tertawa. Namun setiap kali tawa Virk hadir, Grace bisa melihat bahwa Virk ternyata sangat cantik dan anggun terlepas dari penampilannya."Ya, itu sialan juga. Sumpah, aku hampir mencapai limit visaku. Jika bukan karena kakekku bersikeras memberiku sedikit uang, aku tak akan sanggup membeli dua tiket kelas satu. Aku akan memikirkan bagaimana kita membayar uang taksi. Astaga, Ayahku akan membunuhku. Tapi, kupikir dia akan tahu mengapa aku menggunakan uang itu. Kurasa dia setuju jika aku mengajakmu. Jangan sungkan. Kau tak perlu menggantinya. Aku yang memaksamu ikut."Virk tersenyum."Aku tahu Marvel pasti sangat membutuhkanmu. Mungkin, saat ini, hanya kau yang bisa mengendalikan Marvel. Aku tahu persis dia seperti apa. Dia seperti kehilangan seluruh bebannya ketika bersamamu. Dia mem
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg