Grace memilih untuk duduk di depan cermin meja rias. Ia menyisir rambutnya lalu kembali mengenakan handuk kecil di atas kepalanya karena rambutnya yang hitam itu masih basah. Grace menunggu kedatangan Marvel. Ia ingin segera meminta naaf karena dirinya melakukan hal kekerasan pada Marvel.***Setelah Marvel menyelesaikan ritual penandiannya, Marvel mengeringkan rambutnya tebalnya menggunakan hair dryer yang disimpan di laci kabinet dekat wastafel lalu ia mengenakan cologne di tubuhnya yang dibaluti handuk kecil di pinggang hingga lututnya.Ceklek!Marvel membuka pintu kamar mandi dan melihat Grace yang tengah termenung di meja rias. Ia tengah menatap kosong keluar jendela kamar Marvel yang menjulang tinggi itu.Marvel tersenyum lalu ia melangkahkan kakinya perlahan mendekati Grace. Ia memeluk tubuh mungil Grace dari belakang, memeluk erat pinggang Grace dengan kedua tangan kekarnya lalu meletakkan dagunya di pundak Grace. Aroma shampoo dari rambut Grace yang dibaluti handuk itu mengua
Marvel tersenyum saat Grace menerima suapannya. Selanjutnya Grace kembali mengerjakan soal-soal yang ia buat sendiri. Sementara Marvel sesekali fokus untuk menyuapi Grace yang tengah mengerjakan soal-soal angka di sana."Om, kalo hasil ini berapa, ya?" tanya Grace mendongak menatap Marvel yang tengah menatap televisi sambil memakan cemilannya yang berada di pangkuan pria itu.Marvel menoleh ke arah Grace lalu ia mengambil buku tulis gadis itu beserta pena di sana lalu ia mengerjakan soal-soal yang Grace buat sendiri. Sebenarnya, Grace ingin melihat kinerja otak pria itu. Apakah masih berfungsi untuk mengerjakan soal kalkulus itu atau bukan? Atau mungkin saja ia telah lupa mengenai hitung-hitungan karena mengurus kantor bisnisnya itu.Tap!Marvel meletakkan pena dan buku tulis di depan Grace. Gadis itu terpukau akan otak Marvel yang sangat cerdas dan mampu mengerjakan soal sepuluh buah itu 4 menit. Biasanya, Grace akan mengerjakan soal-soal tersebut sampai 12 menit atau lebih cepat 8 m
"Jantung kamu sedang berdisko ya, Sayang?" tanya Marvel jahil."Ini juga gara-gara Om. Kalau gak Om giniin, pasti juga di gak kayak gini.""Tapi, kamu suka 'kan saya giniin?"Grace memalingkan wajahnya ke arah lain. Wajahnya memerah menahan malu akibat perkataan Marvel yang benar itu. Jujur saja, Grace menikmati sentuhan Marvel yang pertama kali ia rasakan. Sangat nikmat. Grace tidak berbohong.Kruk!Bunyi di perut mungil milik Grace berbunyi. Cacing di perutnya itu memberitahu pada Grace agar ia memakan sesuatu untuk mengisi perutnya."Hahahaha." Marvel tertawa ngakak, sungguh Grace sangat lucu sekarang. Dari wajahnya yang tengang menjadi menahan malu karena perutnya yang keroncongan minta diisi.Camilan tadi tidak membuat perut Grace menjadi kenyang. Hanya sebagai pengganjal saja."Ya udah, yuk makan siang."Marvel menarik tangan Grace menuju dapur. Di sana sudah terhidang makan siang mereka yang masih hangat oleh Bi Tuti."Selamat makan Tuan, Non Grace.""Makasih banyak ya, Bi," ja
Saat Marvel ingin menjauhkan tubuhnya dari Grace, tubuh Grace seketika menjadi lemah. Marvel terkejut dan dengan sigap ia menahan tubuh Grace agar tak terjatuh walaupun mereka duduk di atas sofa sekarang.Grace tertidur dengan pulas setelah sekian lama ia menangis, melihat hal itu Marvel berinisiatif untuk mengangkat tubuh Grace menuju kamarnya ala bridal style. Setelag sampai di dalam kamar, Marvel menutup pintu kamarnya menggunakan kaki lalu meletakkan Grace dengan lembut di atas ranjang empuknya agar gadis itu tak terbangun.Marvel perlahan-lahan, menaiki ranjang lalu ia menatap wajah Grace yang kusut. Di sana masih tertinggal jejak air matanya. Marvel menghapusnya dengan tissue basah dengan lembut tanpa ingin membangun Grace. Semoga saja dia tak bangun, pikir Marvel.Setelahnya, barulah Marvel kembali menaiki ranjang setelah ia membuang tissue basah itu di dalam tong sampah. Marvel mengelus rambut Grace yang hitam itu, rambutnya sangat cantik, hitam, lebat dan wangi.Marvel mendek
Marvel menelisik dari ujung rambut Grace yang basah, sepertinya gadis itu tengah keramas dan ada beberapa tetes air yang turun dari sana. Marvel menarik Grace menuju meja riasnya lalu mendudukkan gadis itu di sana. Ia mengambil hair dryer di laci meja rias, mencolokkan di stop kontak lalu mulai mengeringkan rambut Grace yang basah."Kalau kamu belum tahu cara gunain alat, kamu bisa minta tolong sama saya. Saya dengan senang hati akan menolong kamu jika kamu mau mengadu sama saya," ujar Marvel di sela-sela kegiatannya saat mengeringkan rambut Grace.Grace masih diam seribu bahasa, dia juga menikmati sentuhan Marvel yang mengeringkan rambutnya. Sesekali tangan Marvel juga memainkan rambutnya, merasakan lembutnya rambutnya itu dan juga sedikit memberi pijatan di kulit kepalanya."Nanti malam, kita makan di restoran. Kamu mau, gak?"Sepertinya Marvel sudah jengah melihat kelakuan Grace yang mendiaminya. Tapi, ia juga ada rasa sabar di lubuk hatinya. Mungkin saja Grace ingin membutuhkan wa
Marvel semakin memperdalam ciuman mereka. Bi Tuti yang tengah membersihkan peralatan dapur segera menyudahinya lalu ia pergi keluar melalui pintu belakang, takut nanti jika Marvel marah padanya.Ceklek!Terdengar suara pintu yang tertutup. Grace menoleh ke arah pintu belakang yang sudah tertutup rapat sehingga ciuman mereka terlepas. Marvel yang tadinya sudah terbawa perasaan itu terhenti oleh Grace yang kepalanya bergerak.Marvel membuka kedua matanya, melihat ke depan di mana wajah Grace tengah menoleh ke arah pintu lalu beralih ke arah Marvel. Grace melihat wajah Marvel yang memerah itu. Sepertinya dia marah padanya karena Grace bergerak sehingga pangutan mereka terlepas.Melihat hal itu, Grace menundukkan kepalanya. Ia takut mrlihat wajah Marvel yang datar menatapnya.Marvel membaringkan tubuh Grace di atas sofa lalu ia memeluk tubuh Grace dari atas. Terlihat seperti menindih Grace, tetapi kenyataannya memang seperti itu. Marvel meletakkan kepalanya di bahu Grace sebelah kanan den
Marvel berdehem seraya menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri sehingga menghasilkan bunyi di sana. Grace menoleh ke arah Marvel saat pria itu menyugarkan rambutnya ke belakang. Sangat hot sekali. Lalu Grace kembali menatap ke arah samping jendela mobil."Kok malam diam kayak gini?" tanya Marvel saat mobil mereka berhenti tepat di depan lampu merah.Grace melirik sekilas lalu menggelengkan kepalanya. Ia sebenarnya juga malu, sama halnya dengan Marvel. Tetapi, Marvel sangat ahli dalam urusan ekspresi. Ia terlihat biasa-biasa saja di mata Grace. Sementara gadis itu sudah memerah wajahnya mengingat ucapan chef tadi."Mungkin aja chef tadi mengira kita sudah suami istri," timpal Marvel seraya melipat bibirnya lalu menoleh ke kaca spion mobil di samping kanannya itu."Mungkin juga itu kode dari Tuhan supaya saya cepat-cepat nikahin kamu."Grace menoleh menatap Marvel dengan matanya yang membola. Astaga, Marvel. Mulutnya sangat latah sekali. Marvel pun pula menoleh ke arah Grace sehingga
Tangan nakal Marvel mulai masuk ke dalam tubuh Grace dari balik bajunya. Merasakan kulit Grace yang halus dan lembut itu dan Marvel menutup matanya karena kantuk yang sudah di ujung tanduk. Sementara Grace, yang sudah merasakan tangan Marvel tak bergerak itu mulai bernapas lega. Marvel tertidur. Tapi, posisi dirinya sangat tidak mengenakan untuknya dengan kedua tangannya yang ditahan oleh Marvel, kakinya yang dihimpit oleh kaki besar dan berat Marvel. Huh, sangat menyulitkan gadis itu untuk bergerak apalagi beranjak dari sana.Grace lalu menutup matanya setelah ia bersusah payah melepaskan diri dari tindihan kaki Marvel dan juga tak bisa terlepas. Tenaganya terbuang sia-sia. Tubuh Marvel yang 3 kali lipat lebih besar dari tubuhnya dan beratnya yang mungkin 5 kali lipat lebih berat dari tubuhnya itu mana sanggup untuk dikalahkan.****Pagi hari, Marvel lebih dahulu terbangun. Ia mengucek matanya dan melepaskan tubuhnya dari dekapan Grace yang kini Grace lah memeluk dirinya. Di tengah m
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg