Bunyi sayatan pisau bedah milik Marvel terus terdengar. Pria itu mengincar titik vital pada tubuh para musuhnya supaya mereka langsung tumbang dalam sekali sayatan. Tepatnya, dia mengincar carotyd sinus (percabangan pembuluh darah) yang terletak di sisi samping leher para musuh. Sementara Grace, kini dihadapi oleh empat orang sekaligus. Mengepung dirinya yang berada di tengah-tengah. Mereka berempat saling memberi kode, lalu menyerang secara bersamaan. Sebelum mereka berhasil menyentuh Grace, dia lebih dulu merentangkan tangan lalu membuat gerakan memutar dengan cepat sambil mengarahkan ujung kedua palunya hingga mencabik dada keempat orang itu. Darah mereka muncrat memenuhi wajah dan pakaian Grace.
Ketiganya terjatuh dan tewas karena palu Grace yang tajam menembus sangat dalam di dada, sedangkan satu sisanya masih sanggup berdiri. Grace berteriak singkat, lalu melompat naik ke tubuh orang itu dan mengunci kepala orang itu menggunakan kedua kakinya. Dia mengangkat kedua palunyaWajah keduanya saling berhadapan, bertatapan dari jarak dekat. Graxe mengganti posisi tubuhnya agar terasa lebih nyaman, menyamping dan agak mendekat pada tubuh Marvel, hampir menempel. Mereka diam saling pandang selama beberapa saat. Seolah-olah bisa saling berbicara lewat tatapan mata. Beberapa saat kemudian, satu tangan Marvel bergerak untuk menyentuh lengan Grace, menyusurinya dengan sentuhan lembut dari bawah ke atas, lalu berhenti di lehernya. Mengelus-elus leher Grace, menciptakan sengatan aneh yang membuat Grace meremang."Suplemen apa?" tanya Marvel yang ternyata sempat menangkap kata-kata Grace.Perempuan menelan saliva seraya masih terpaku pada kedua mata Marvel yang menatapnya dalam dan penuh arti."Suplemen peninggi badan." Dengan bodohnya dia menjawab."Peninggi badan? Bukan peninggi yang lain?""Yang lain?" bingung Grace."Yang lain apa?""Aku ingin membuatmu terbang tinggi hingga menembus langit dan menjelajahi angkasa," papar Marve
Berikutnya, Marvel menekan-nekan luka di telapak tangannya, membuat darahnya semakin banyak keluar. Melihat itu, Grace mendesis seolah ikut merasakan sakit. Sangat berbeda dengan Marvel yang tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali. Setelah menekan lukanya berkali-kali, sebuah peluru yang awalnya bersarang kini telah keluar. Marvel mengambilnya, kemudian dia menyalakan shower guna membersihkan darah. Peluru itu, Marvel amati sebentar, lalu dia letakkan di samping wastafel yang tak jauh darinya. Setelah itu, dia kembali kepada Grace, bergabung bersama perempuan itu di dalam bathtub untuk mandi bersama. Hanya mandi, bukan yang lain.***Begitu mendapatkan kabar bahwa para anak buahnya sudah berhasil menemukan musuh, Marvel segera pamit kepada Grace untuk keluar dari mansion menuju ke tempat khusus penghukuman."Jangan lama-lama, Dad. Kumohon.""Aku akan kembali secepatnya," kata Marvel kemudian mengecup kening Grace selama beberapa detik."Tetap berada di ruan
Setelah memberi kabar kepada Rinrada dan Bryan mengenai kesehatan Grace yang memilih untuk menghubungi sahabatnya, Priyasha."Aku sembuh Kaget gak kamu?"Ada jeda selama beberapa detik. Mungkin karena di seberang sana, Priya terlampau kaget dengan berita yang baru saja diberikan oleh Grace mengenai kesehatan."Ya?" panggil Grace."Kamu serius, Ce?" tanya Priya yang tampaknya masih kaget dan belum percaya."Ngapain aku bohong coba?""Kamu kalo tahu semua hal yang udah aku lewati selama ini, pasti bakalan jantungan beneran.""Emang, kamu lewatin apa aja selama jadi kekasih sugar Daddy itu?""Udah, gak perlu dibahas.""Nggak apa-apa, udah biasa," balas Priyasha santai."Sayang?" Tiba-tiba suara berat Ace terdengar.Grace menoleh lalu mendapati Marvel yang berdiri di ambang pintu kamar."Kamu sedang bincang dengan siapa di telepon?"Grace buru-buru berbisik kepada Priyashalewat ponselnya."Udah dulu ya, lakiku datang.
"Kita akan ke mana?" tanya Grace setelah kakinya berpijak di tanah berpasir. Setelah turun dari mobil, Marvel mengajak Grace berjalan di pinggir pantai."Ke salah satu pulau pribadiku," jawab Marvel sembari terus menggenggam tangan kecil Grace.Seolah-olah jika terlepas, perempuan itu akan hilang seperti anak kecil. Marvel menoleh pada Grace yang juga menoleh ke arahnya pandangan keduanya bertemu lalu Marvel menambahkan."Di sana ada ladang ganja, nanti kita mabuk ganja sepuasnya.""Heh!" seru Grace sambil memukul lengan Marvel menggunakan tangan satunya yang bebas."Bercanda," kata Marvel terkekeh kecil."Meskipun aku berbisnis narkoba, tapi aku gak pernah sekali pun mengonsumsi barang itu."Grace bersyukur dalam hati begitu mendengar pernyataan Marvel bahwa pria itu tidak pernah mencoba barang-barang haram tersebut walaupun Marvel menjalankan bisnis narkoba. Sangat idaman, bukan? Oh, tentu bukan idaman, karena pebisnis narkoba jauh lebih berdosa
Shaira terlihat diam selama beberapa detik, mengedarkan pandangan, lalu berjalan menuju pintu gudang penyimpanan yang tertutup. Membuka kuncinya, dan menemukan Grace yang duduk bersimpuh dengan banyak darah yang keluar membasahi gaun dan lantai. Kemudian Shaira membantu Grace untuk keluar dan meminta bantuan yang lain untuk membawa Grace ke rumah sakit."Saya turut berduka atas kehilangan yang Anda alami, Boss," ungkap bawahan Marvel, Harold setelah rekaman selesai.Dia menunduk tak berani menatap langsung wajah dingin Marvel. Pria itu menoleh ke arah Harold, menatap dengan pendar mata dingin serta memasang raut wajah serius."Tampaknya, kau sudah bosan hidup, ya."***Marvel memerintahkan semua bawahannya yang bekerja di mansion ini untuk berkumpul di lantai dasar. Ia meluapkan amarahnya yang selama ini ia pendam kepada semua anak buahnya atas insiden yang menimpa Grace. Mereka semua ceroboh, tidak becus, jika mereka lebih waspada dan selalu memantau keadaa
"Sebelumnya ... sebelum Nyonya ke dapur, saya melihat Shaira ke dapur. Entah apa yang ia perbuat sampai-sampai membuat beberapa koki dan yang lainnya meninggalkan dapur sehingga dapur menjadi sepi. Lalu, karena keadaan dapur sepi, saya memanfaatkannya untuk mencuri, tapi saya benar-benar tidak tahu jika ada Nyonya di gudang penyimpanan. Saya sempat mendengar suara lirih meminta tolong, tapi tidak saya hiraukan karena saya fokus untuk mengambil barang. Saya tidak tahu jika Nyonya berada dalam kesulitan, maafkan saya, Tuan." Sunga semakin menundukkan kepalanya. Dia merasa sangat bersalah."Dan mengenai Shaira, bukannya saya menaruh curiga terhadap dia, tetapi tingkah lakunya yang aneh memperjelas bahwa ada sesuatu yang dia sembunyikan. Di antara semua maid yang ada di mansion ini, hanya Shira yang tidak pernah membuka kamarnya untuk orang lain. Dulu saya pernah memaksa untuk masuk ke kamarnya, karena penasaran, tapi sebelum berhasil masuk, dia lebih dulu memukul saya hingga saya
Beberapa saat sebelumnya, setelah urusannya dengan Daks Louise selesai, Marvel menuju ke kamar untuk menemui Grace."Mau berdansa denganku?" tawar Marvel sambil mengulurkan tangan kanannya kepada Grace yang duduk di tepi ranjang."Aku lupa caranya berdansa.""Kuajari."Lebih dulu tersenyum, lalu Grace menerima uluran tangan Marvel dan berdiri. Selanjutnya, keduanya keluar kamar untuk menuju lantai dasar tempat di mana pesta dansa telah dimulai. Begitu tiba di tengah-tengah puluhan pasangan yang berdansa, Marvel langsung mengajari Grace secara pelan-pelan. Dia memegangi pinggang ramping Grace dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegangi tangan kiri Grace. Mereka berdua bergerak ke kanan-kiri dengan perlahan."Cukup mudah, 'kan?""Iya, tapi jauh lebih mudah duduk terus gak lakuin apa-apa," kelakar Grace.Karena gemas, akhirnya Marvel membungkuk dan menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Grace, mengendus-endus, membuat Grace kegelian.
"Holy sh*t, you're s*xy as f*ck." Lalu ibu jari Marvel mengusap pelan bibir Grace.Setelah saling bersitatap selama beberapa saat, Grace menautkan telapak tangannya pada telapak tangan Marvel."Ajari aku bermain piano," pintanya.Marvel mengangguk."Hum, dengan senang hati."Grace bangkit dari duduknya, sementara Marvel melepaskan jasnya, menyisakan kemeja hitamnya. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku, lalu melepaskan dasinya dan membuka dua kancing teratasnya. Setelah itu, Marvel duduk di depan piano."Duduk di sini," kata Marvel sembari menepuk pahanya sendiri, dia meminta Grace untuk duduk di atas pangkuannya.Menurut, Grace segera mendudukkan diri di atas pangkuan Marvel, posisi tubuhnya membelakangi pria itu. Keduanya sama-sama menghadap pada piano. Bukannya memulai untuk mengajari Grace cara memainkan piano, Marvel justru mendaratkan kecupan basah pada leher belakang Grace, membuat perempuan itu menegang seketika."Dad ..."
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg