"Kau benar-benar seperti Ayah kita, Montefalco." Tawa serak nan sumbang Virk membuat Grace menyadari betapa dalamnya kekacauan yang telah mengakar di dalam Barrio.
Di mulai dari Retirado Tremont, Magracia, hingga Aerola. Dendam yang memupuk dan mengakar sedemikian dalam merusak semua orang yang ada di tempat ini. Siapa pemeran jahatnya di sini? Semua memiliki peran mereka dalam menghancurkan satu sama lain dan dia hanyalah salah satu orang tidak beruntung yang masuk ke dalam pusarannya.***"Kau benar-benar seperti Ayah kita, Montefalco."Grace menarik napas saat mendengar tawa serak nan sumbang Virk. Dia berada di belakang Marvel saat ini, dia bisa melihat setiap detiknya bagaimana Marvel berusaha menahan amarahnya yang menggelegak. Tidak hanya itu, Grace juga bisa melihat bagaimana nama Montefalco menjadi pemantik untuk sumbu emosinya."Marvel." Dengan nada bergetar dan suara yang ragu, Grace memanggil nama pria itu.Mata Biru Virk menatapnya dingin,"Kau dan Virk, pergi ke sana, antarkan senjata itu dengan kedua tanganmu sendiri dan pastikan semuanya berjalan lancar." Marvel menutup surat perjanjian mereka. Mata birunya menatap Lucien dan Virk bergantian."Apa kau bercanda?" Virk mendesis marah."Kau melakukan ini dari awal, siapa lagi yang bisa kupercaya selain kau dan Lucien?" Marvel mengangkat alisnya, menantang keduanya untuk melawan."Apa ini caramu membalas apa yang kukatakan?" Virk berdecak keras.Marvel tertawa sinis."Ini adalah hadiah, my dear Brother. Pergi ke Timur Tengah akan seperti liburan bagimu, para pangeran Arab di sana tentu dengan senang hati akan membawamu terbang ke surga."Virk mendengus. Entah untuk keberapa kalinya pria itu berdecak dan mendengkus kesal setiap kali berada di sisi adik beda ibunya ini. Mereka mungkin tampak serupa di luar, dengan rambut hitam dan mata hitam khas milik Marvel. Tidak ada satu pun bagian dari ibu mereka yang diturunkan kepada keduanya. Gen Mar
Mungkin mereka tengah mabuk saat ini hingga mengabaikan cahaya matahari yang masih bersinar terang di luar sana, mungkin juga mereka tengah terpedaya saat ini, dipenuhi oleh nafsu dan gairah hingga melupakan bila mereka berada di dalam ruang kerja Marvel tak terkunci, siapa saja bisa masuk saat ini dan mendapati apa yang mereka lakukan. Marvel yang berada di bawah dan Grace yang berada di atasnya. Hanya perlu mengumpulan dua fakta itu untuk mengetahui apa yang saja yang mereka lakukan di tempat ini. Marvel terkekeh, Grace mengernyitkan keningnya."Lucien akan mengomentari tempat ini bila dia masih ada." Pria itu mengangkat jemarinya, mengelus kerutan di kening Grace."Apa kau sedih?" Grace bertanya, mata hitamnya bertatapan langsung dengan mata hitam gelap Marvel dan menyadari mata pria itu tidak segelap yang ia bayangkan.Ada secercek titik hitam yang menghiasi netranya, membuatnya terlihat lebih gelap di dalam ruangan, sementara lingkaran birunya terlihat lebih cera
"Apa kau bahkan peduli kepadanya?" Virk bertanya kembali.Dia pernah melihat Marvel dan Faith, pria itu tampak jatuh cinta kepada Faith, tetapi sikapnya kepada Grace terlalu ambigu kali ini. Posesif, tapi tidak protektif. Dia membiarkannya lepas, mengeluarkan berbagai pernyataan di hadapan kepolisian yang membelenggu mereka semua lalu dengan senang hati menerima gadis itu kembali ke pelukannya."Kau memanfaatkannya.""Mati terlalu mudah untuk Magracia." Marvel mengangguk kembali.Dia menyingkirkan paman-pamannya berkat Grace. Dihadapan Barrio dia masih capo dei capi yang sempurna, pemimpin famiglia yang meletakkan keluarga di atas segalanya, sementara jauh di dalamnya, dia bahkan lebih busuk dari Vhonn. Marvel tidak hanya mencuri dari Barrio, dia menghancurkan paman-pamannya yang lain, orang-orang yang lebih memilih berpihak kepada Magracia daripadanya lalu menggunakan tangan Matze, Grace dan para anggota kepolisian itu untuk menghabisi Vitali hingga ke akar. Bah
Frenny Sheik mengejar keduanya, menghentikan Marvel yang hendak kembali ke dalam Lady Luck."Apa yang terjadi pada Madrigal, Grace?"Grace menelan ludahnya, sejauh mana dia akan membuka mulutnya dan berbicara."Dialah ... orang yang membuat kekacauan ini.""Apa?" Frenny menatapnya tidak percaya, dia tahu betul kedekatan keduanya, bagaimana mungkin Grace berbalik dan melawan Madrigal seperti ini?"Kau lihat sosok yang berada di balik kemudi itu?"Tatapan Grace terarah kepada jasad Luca, jantungnya berdenyut nyeri, begitu juga perutnya yang seketika mual dan terasa perih menyakitkan."Dia yang membunuhnya. Madrigal nyaris saja membunuhku.""Apa yang terjadi ...."Perkataan Frenny terpotong ketika melihat cengkeraman tangan Grace di jas Marvel, wajah wanita itu memucat, keringat dingin membasahi keningnya."Marvel, perutku.""Seperti yang kau lihat, detektif. Calon istriku sedang tidak sehat saat ini." Ucapan tegas Marvel memutuska
Grace menatap mata hitam gelap Marvel lalu mengangguk ragu."Baiklah."Pria itu mengangkat tubuhnya dengan mudah, membawanya melewati pilar demi pilar yang ada di mansion. Hanya ada beberapa penjaga yang berjaga di luar rumah, sementara orang-orang yang bekerja di bagian rumah tangga tinggal di rumah lain yang tak jauh dari rumah utama."Ini kamarmu?"Grace mengerjapkan matanya melihat kamar Marvel yang begitu gelap, berbanding terbalik dengan kamarnya yang masih disinari cahaya dari luar. Tidak ada jendela di kamar Marvel, hanya ada beberapa pintu. Satu pintu yang menuju keluar, satu pintu yang Grace kini menuju pintu kamar mandi dan satu pintu lagi yang entah menuju ke mana."Ini pintu apa?" Grace mendekat ke pintu lain."Walking closet.""Gak ada jendela di kamarmu."Grace mengomentari hal terjelas yang ada di kamar Marvel. Tidak ada jendela, alih-alih jendela hanya ada gorden yang berkamuflase menutupi dinding polos yang berada di belakang
Sesuai dengan rencana malam itu Grace dan Awa pergi ke sebuah club' anak muda paling terkenal di Manhattan. Meskipun Grace saat ini suasana hatinya sedang tidak baik tapi karena sudah berjanji pada Anna dia pun tetap pergi malam itu, karena dia berpikir ada bagusnya juga pergi ke club' untuk mengalihkan rasa kesalnya. Mereka pergi ke Pure nightclub di sana Awa sudah mempunyai janji untuk bertemu dengan Keiffer dan juga salah satu teman baik Keiffer bernama Brezzy yang juga bekerja dengannya di kedai kopi. Malam itu, Grace tampil dengan sangat seksi menggunakan mini dress merah yang ketat dengan satu tali yang melingkar di bahunya. Awa sengaja meminta Grace menggunakan pakaian itu agar Grace terbiasa mengekspose kelebihan yang dia miliki."Awa ... sudah kukatakan ini sangat seksi, aku tidak mau memakai ini apa kau tidak punya baju yang lain?" keluh Grace."Oh, gosh ... Grace bukannya sudah aku katakan kau harus sering menggunakan baju seperti itu agar semua orang bisa melih
"Tidak perlu Brezz, aku pulang sendiri saja, tak perlu repot-repot menjemputku.""Baiklah kalau begitu, aku akan menelponmu nanti. Sampai jumpa Sayang, aku menyayangimu."Grace hanya semakin merasa aneh dan salah tingkah mendengar Brezzy terus-menerus mengatakan sayang padanya. Namun, dia berusaha bersikap baik pada Brezzy.*****Kini jam perkantoran telah usai, Grace melihat jam pada lengannya sudah menunjukan pukul enam sore, namun masih ada beberapa karyawan yang terlihat satu ruangan dengan Grace masih mengerjakan beberapa pekerjaannya mereka mengambil lemburan saat ini. Dia juga belum melihat tanda-tanda Awa akan pulang, sambil menatap ke sekeliling Grace melangkah menuju ruangan Awa."Awa, apa kau belum akan pulang?" tanya Grace sambil berdiri di ambang pintu ruangan Awa."Sepertinya aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaanku Grace, kau akan pulang?!""Iya, aku sudah akan pulang Awa.""Baiklah Grace, kalau begitu kau pulang saja duluan
"Ya, lumayan setidaknya setelah aku bercerita padamu hatiku sedikit tenang.""Syukurlah, kalau begitu ayo kita kembali bekerja ini sudah hampir waktunya!""Baiklah."Setelah itu, Grace dan Awa kembali ke tempat kerja mereka namun ketika hendak masuk kedalam gedung Grace melihat Brezzy yang sedang menunggunya di depan pintu lobby. Brezzy pun melihat Grace dengan tersenyum bahagia karena gadisnya akhirnya datang."Brezzy, kenapa kau tidak mengirimkan pesan jika akan kemari?" tanya Grace."Tidak tadinya aku hanya mampir belum sempat aku menghubungimu kau sudah ada di depanku.""Apa kau sudah makan siang?" tanya Brezzy."Sudah, aku baru pergi makan siang dengan Awa.""Ah, iya Awa apa kau baik-baik saja?"Awa terlihat heran dengan Brezzy yang tiba-tiba menanyakan keadaannya."Memangnya aku kenapa?" tanya Awa balik pada Brezzy."Aku tahu semalam kau dan Keiffer pergi lalu Keiffer mengatakan semuanya padaku.""Kau sungguh tidak ap
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg