Para murid berkumpul di aula makan Hoover yang luas. Aula makan itu dipenuhi dengan aroma daging asap yang dipanggang. Meja panjang para murid juga telah terisi dengan daging rusa panggang, babi hutan liar, dan keranjang-keranjang roti yang terbuat dari tepung terbaik.Sedangkan di tengah-tengah meja, terdapat beberapa piring perak besar berisi babi yang masih bayi dan diisi dengan daging burung merpati di dalamnya. Selain itu, terdapat beberapa piring besar salad dan buah-buahan bagi murid vegetarian serta berbagai macam cake dan dessert untuk pencuci mulut.Sekilas, Canna melihat ke arah meja makan murid laki-laki hingga pandangannya bersirobok dengan Felix yang juga sedang menatapnya. Pemuda tampan itu menyapanya dengan senyumnya yang menawan. Canna pun bertukar sapaan ringan dengan tatapan mata dan senyuman.Mengalihkan pandangan, Canna mulai berjalan menuju barisan meja para murid perempuan sebelum melihat sebuah lambaian tangan. Tangan itu milik Ellie.“Kemarilah, Canna! Duduk d
Beberapa minggu sebelumnya.Kekaisaran Deltrias adalah wilayah yang dikenal dengan monopoli perdagangan yang jenius disertai kekuatan militer yang kuat. Jumlah kemiskinan dan masalah wabah mulai teratasi sehingga sebagian besar penduduknya aman dan makmur.Tentu saja ada sosok yang berperan penting di balik itu semua. Sosok Dewa Perang yang berhasil memperluas daerah kekuasan sehingga mendapat jarahan perang yang melimpah serta ketenaran.Ellios Demente de Dias, Putra Mahkota yang juga dikenal sebagai Pangeran Neraka, sosok yang ada di balik semuanya. Meskipun berbagai rumor buruk beredar tentangnya, tetap tidak dapat dipungkiri jika dia memiliki konstribusi besar bagi kemakmuran Deltrias.Segala berita tentang Pangeran Neraka memang telah tersebar luas hingga ke penjuru benua. Para penduduk termakan rumor yang mengatakan jika wajah Pangeran itu buruk rupa karena kutukan dari banyaknya mayat yang telah dia bunuh.Padahal, rumor hanya sekadar rumor. Wajahnya sama sekali tidak buruk apa
Suara tepuk tangan meriah sontak menggema ke penjuru aula akademi. Kedatangan Axe membawa atmosfer berbeda yang mana sebelumnya para murid dilanda kebosanan dan terkantuk-kantuk, menjadi membuka mata mereka lebar-lebar, seperti mendapat asupan kafein.Tidak hanya para murid yang dipenuhi antusias, melainkan beberapa guru wanita yang juga telah menantikannya. Tidak ketinggalan, Prof Magdalena, pemilik bibir merah merona dan tahi lalat di atas bibir yang menyerupai Marilyn Monroe itu sejenak lupa akan tugasnya menjadi pembawa acara. Dia tidak bisa melepaskan pandangan dari Axe yang berdiri tepat di sampingnya."Apa kalian tahu siapa dia?" Millie mengerutkan kening dengan wajah kaku yang sulit untuk diurai."Mengapa kamu masih saja bertanya? Dia adalah Axe Jhonson, guru baru kita." Debora tersenyum cerah dengan pipi semerah apel. Dia terlewat antusias hingga tidak repot-repot menoleh ke arah Millie."Bukan itu. Aku rasa tidak pernah melihat wajah seperti itu di pesta bangsawan dan juga p
Di bilik tersembunyi, ada sosok monster beruang berbulu putih dan bermata merah menyala-nyala, mirip seperti monster yang Canna lihat sebelumnya, di dalam memori yang pernah ditunjukkan oleh Felix. Bedanya, kini dia melihat secara langsung dengan mata kepalanya sendiri.Oh, God! Kenyataannya bahkan lebih menyeramkan. Penampakan monster itu seperti menggunakan efek CGI berkualitas super. Jika di abad 21, tampilan tidak masuk akal seperti itu mungkin bisa membuktikan supremasi kecanggihan teknologi visual.“RAAAAWRRR!” Monster itu menggeram dan berniat menyerang Canna."Canna! Awas!"Detik itu, Canna justru mencelat dan duduk di pangkuan Felix. Apa? Iya, tanpa sadar, Canna justru duduk di pangkuan Felix dengan kedua tangan mengalung di leher pemuda tersebut.“Ya Tuhan! Apa yang harus kita lakukan? Apa kita akan mati?” Canna berteriak dengan panik.Alih-alih terkejut karena ada monster beruang, Felix justru terkejut karena Canna tiba-tiba duduk di pangkuannya. Ini adalah pertama kalinya
“Hey, Bocah Tolol! Mau kabur ke mana kau?” Troy, murid laki-laki bertubuh tambun dan berambut kribo berkacak pinggang dengan wajah marah.Troy Benjamin, putra tunggal Count Benjamin yang dikenal sebagai murid paling badung di Hoover. Dia sering berlaku seenaknya dan membuat keributan. Bahkan, sebagian besar masalah yang ada di akademi disebabkan olehnya.Sedangkan Dimitri Pedro, dia adalah putra bangsawan Baron miskin yang berasal dari pedesaan. Baron Pedro menaruh harapan besar kepada Dimitri hingga menyekolahkannya di Hoover dan berharap kelak putranya menjadi orang sukses di ibu kota.Meskipun di Hoover tidak ada sistem kasta, tetapi perundungan tetaplah ada. Bangsawan yang suka berkelompok dan bangsawan yang suka menindas kelas di bawahnya, tetap tidak bisa dihindarkan.“A-aku ti-tidak kabur.” Dimitri terbata dengan kedua tangan gemetar.“Sudahlah, Troy, bagaimana jika dia kencing di celana lagi?" Max, laki-laki bertubuh jangkung merangkul pundak Troy. Dia terkikik sambil tersenyu
Empousa itu menatap Canna dengan mata merah menyala-nyala. Dia melangkah maju dan berjalan dengan sepasang kaki yang tidak seimbang, satu kaki keledai dan satu kaki perunggu.Sejenak, Canna justru gagal fokus saat melihat makhluk itu jalan terpincang seperti menderita asam urat. Dia tanpa sadar tersenyum di situasi yang tidak semestinya.Empousa menaikkan sebelah alis, “Apa kamu sedang mengolok kakiku? Dasar tidak sopan!”"Apa aku harus menjaga sopan santun di saat kamu berniat menyerangku?”“Benar juga.” Empousa menyeringai dan kembali berjalan pincang.“Galleggiare lasaviro morire.” Canna merapalkan mantra dengan sekali tarikan napas, tenang, dan suara yang lantang.BOOM!Sekujur tubuh empousa itu melebur bagai debu.Canna terbelalak. Apakah usahanya berhasil semudah itu? Dia merasa di atas awan dan hampir saja melompat kegirangan. Namun, ekspresi senang itu tidak bertahan lama saat monster yang telah melebur tiba-tiba menggumpal dan kembali ke wujud semula.Canna kembali terbelalak
"Galleggiare lasaviro morire!" Felix merapalkan mantra dengan wajah serius dan menatap lurus ke depan.Harpy, makhluk setengah manusia setengah burung, seketika kejang dan menguap hingga menyisakan bulu-bulu hitam yang berserakan.Well, semudah itu Felix mengalahkannya mengingat kemampuan sihirnya yang cukup hebat. Sedangkan monster itu, memang didesain hanya untuk mengukur kemampuan para murid. Lantas, mengapa empousa, monster tandingan Canna begitu kuat seolah-olah memang berniat membunuhnya?Ellie tersenyum cerah, secerah matahari, "Bagus, Felix!" Dia berseru sambil melangkah kecil menghampiri Felix.Kali ini, mereka berdua adalah partner. Tentu saja hal itu membuat Ellie tidak perlu repot-repot mengeluarkan tenaga untuk mengalahkan monster. Felix sungguh gentleman, berbeda dengan Troy yang meninggalkan Canna dan sungguh shit man."... ini, hadiahmu karena telah berhasil mengalahkannya." Ellie memberikan sesuatu di tangan Felix dengan senyuman manis hingga kedua matanya menyipit. D
"Gilda masih memiliki hutang padaku. Apa guru lupa jika aku sudah membayar seribu keping koin emas, tetapi belum mendapatkan hasil apa-apa? Apa kalian sedang melakukan penipuan? Mana pria tampan yang kupesan?" Canna mulai melempar serangan. Dia duduk di atas meja dengan wajah jemawa dan kedua tangan dilipat di bawah dada."Apa kamu lupa jika kamu sendiri yang terburu-buru kembali ke akademi? Kudengar, orang-orang di gilda terus menghubungimu sebelum mereka mencari pria dengan kriteria yang cocok untukmu." Axe berhasil menangkis serangan."Loh! Kenapa masih dicari? Bukankah kriteria yang cocok sudah ada di depan mata?" Canna kembali meluncurkan serangan dengan menerbitkan senyuman. Tentu saja pria yang dia maksud adalah Axe."Pergilah ke gilda jika ingin membicarakan masalahmu. Aku di sini hanya sebagai guru." Lagi, Axe berhasil melewati serangan dengan begitu mudah.Canna sedikit cemberut. Menurutnya, Axe benar-benar pria yang tidak mudah. Jika dia adalah striker handal, maka Axe adal
'Aku, merasa mengantuk,' pikir Canna dengan pandangan kosong.Seperti biasa, Canna berjalan di kampus akademi seperti itik yang kesepian, dikucilkan dari kelompok dan dunia sekitarnya.Saat melangkah, dia tidak bisa menguap karena menjaga citranya sebagai wanita antagonis yang elegan. Sebagai gantinya, dia menggigit bibir hingga air matanya keluar.Langkahnya menuju kelas terasa berat, matanya yang merah seperti kelilipan. Namun, dia tak bisa mengabaikan pemandangan yang terjadi di belakang gedung sihir. Di sana, suasana menjadi serius.Troy, didampingi oleh pengikut-pengikutnya, sedang bersenang-senang dengan menyiksa Dimitri. Bajingan gendut itu bahkan tidak menyadari kehadiran Canna di belakang mereka. Mereka sibuk mengejek Dimitri, sementara Canna menyaksikan semuanya dengan dingin."Hei, Tolol! Katakan berapa 12x7, huh?""...."Dimitri hanya menunduk, kacamata tebalnya nyaris terjatuh dari hidungnya."Bukankah selama ini kamu selalu mencari muka di hadapan para guru? Sekarang kat
🔞 Mature content. Bijaklah dalam membaca!__"Aku ingin sekali memasukkannya ke dalam mulutmu, tapi aku yakin itu akan merusak wajah cantik yang menggemaskan ini. Jadi, bagaimana jawabanmu?" Sambil melafalkan kata-kata vulgar itu, Axe meraih pergelangan Canna dan membiarkannya memegang kejantanannya. Terkejut dengan ketebalan yang tidak bisa dipegang dengan satu tangan, Canna mencoba menarik tangannya keluar dari dalam celananya, tetapi itu sia-sia. "Ke mana perginya keberanianmu tadi? Kamu yang melemparkan dirimu padaku, jika kamu lupa." Mata biru keabu-abuan Axe berkilat menggoda sambil menahan tubuh Canna untuk tidak bergerak. Mulanya, Canna memang hanya berniat menggodanya, tetapi kini dia justru terjebak dan tidak bisa lepas dari genggamannya. Dia sering mendengar dirinya disebut 'wanita gila', tetapi tampaknya Axe bukanlah tandingannya. Pria itu lebih gila daripada siapapun."Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya." Canna bergumam pelan dan berpura-pura bersikap te
Ellie membawa keranjang buah sambil berjalan menyusuri hutan. Pada sore hari seperti ini, Felix biasanya berlatih pedang di dekat danau, dan Ellie berniat menemuinya.Tepat seperti yang diduga, Felix terlihat begitu serius berlatih hingga keringatnya bercucuran. Gerakannya begitu lihai dalam mengayunkan pedang, disertai mana sihirnya yang kuat membuat aura-nya yang hangat seketika berubah menjadi seperti aura berbahaya.Ellie yang melihat itu semua di balik pohon, tiba-tiba pipinya bersemu merah karena menurutnya Felix terlihat begitu menarik.Felix yang menyadari keberadaan Ellie lantas menghentikan gerakannya dan meletakkan pedangnya, "Apa kamu akan terus bersembunyi di situ?"Ellie terkesiap dan merasa malu. Dengan langkah ragu, dia mendekati Felix dan berusaha mengurangi jarak di antara mereka. "Maaf, aku tahu aku mengganggumu saat latihan. Aku hanya ingin memberimu ini," ucapnya seraya menyodorkan keranjang berisi buah-buahan segar."Sudah kubilang aku tidak membutuhkan sesuatu s
Kelopak mata Canna terbuka hingga mengungkapkan bulu matanya yang lentik. Mengedarkan pandangan, dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah klasik yang sederhana. Namun, ini bukanlah kamar asrama Hoover. Apakah dia berada di rumah salah satu penduduk Desa Kacang?"Kamu sudah bangun?" kata Felix sambil membawa makanan dan meletakkannya di atas nakas. "Jangan banyak bergerak, karena lukamu baru diobati.""Terima kasih sudah mengobatiku, Felix.""Bukan aku yang mengobatimu, tetapi Guru Axe. Seperti saat kejadian sebelumnya." Felix membicarakan tentang kejadian racun di Trapple Park dan saat itu Axe juga yang mengobati Canna. "Tapi mengapa kejadian buruk selalu menimpa kamu? Aku khawatir setiap kali," tambahnya sambil menghela nafas."Maaf, aku juga tidak menginginkannya," ujar Canna dengan lesu. "Tapi seseorang memukulku dari belakang. Meskipun tidak seberapa terlihat jelas, aku yakin dia adalah seorang gadis berambut pirang keemasan. Aku benar-benar tidak berbohong. Sungguh!" imbuhnya
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe
"... Felix, jujur aku sangat lelah." Ellie berkata lirih dengan kepala menunduk. Wajah cantik yang biasanya bersinar cerah kini terlihat gelap dan suram. Dia duduk di ruang investigasi bersama Felix dan Joanne.Ya, mereka bertiga masih saja menjalani proses penyelidikan. Meskipun sudah lima belas hari berlalu sejak kedatangan Perdana Menteri yang membuat kegemparan di Hoover, belum juga ditemukan titik terang."Kelelahanmu tidak ada urusannya denganku." Felix menjawab datar, tanpa ekspresi.Mendengar jawaban dingin yang selalu keluar dari mulut Felix, air mata mulai menetes di pipi merah Ellie. Dadanya terasa sesak dan nyeri. Di mana Felix yang selalu hangat kepadanya? Kini, hanya ada tembok besar di antara mereka."Mengapa kita semua menjadi seperti ini? Mengapa kita harus saling mencurigai satu sama lain?" Tersirat keputusasaan dari riak-riak mata Ellie. Dia sungguh tidak suka dengan hubungan mereka yang sebelumnya hangat berubah menjadi dingin seperti sekarang."Karena belum ditemu
Canna mengerutkan kening saat mendengar suara yang begitu familiar. Suara dalam dan rendah, yang terkesan tidak acuh dan bermalas-malasan. Itu adalah suara terseksi yang pernah dia dengar. Mirip seperti suara ...."Axe?" Canna sontak melebarkan mata.Tersenyum menyeringai, Axe membuka tudung jubahnya sehingga wajahnya yang rupawan terlihat sempurna."Bagaimana dengan suara yang kudengar tadi?" Canna membicarakan tentang suara Axe yang berbeda saat di acara pelelangan."Aku menggunakan sihir pengubah suara."Kening Canna semakin berkerut, "Apa guru senang telah bermain-main denganku? Karena guru uangku jadi melayang begitu saja. Haish! Dasar penipu!" Canna melampiaskan kekesalan dengan wajah cemberutnya yang lucu.Axe terkekeh, "Bukankah kamu juga melakukannya? Kamu melakukan penipuan dengan sihir ilusimu jika kamu lupa."Canna terdiam, tanpa membalasnya. Meskipun menyebalkan, ucapan pria itu memang seringkali benar. "Hah! Karena guru tampan, maka akan kumaafkan." Canna bergumam renda