“Apa yang terjadi pada putriku? Cepat katakan!” Pria berkumis itu memperlihatkan raut wajah gusar. Dia adalah Duke William Shancez, seseorang yang tiba-tiba mengaku sebagai Ayah dari Liora. “Kenapa dia tidak bisa mengingat kami bahkan aku, ayahnya yang imut ini?” imbuhnya terisak dengan kepala bersandar di pundak istrinya, Ducess Diana Shancez.
Jemari lentik Diana membelai lembut kepala William, berusaha menenangkan meskipun dia juga butuh ditenangkan. Wajah cantiknya terlihat begitu sayu meskipun yang paling histeris adalah sang suami.Matthew, seorang Dokter berkacamata bulat berantai emas mulai menjelaskan dengan seksama, “Setelah saya melakukan pemeriksaan, saya mendapatkan diagnosa untuk saat ini, yaitu ... amnesia.”Semua orang di ruangan berdengung kaget.“Amnesia?” William merasa asing dengan nama penyakit tersebut.“Amnesia adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa mengingat informasi, pengalaman, atau kejadian yang pernah dia alami sebelumnya. Ini adalah kondisi langka yang juga baru pertama kali saya temui. Bisa dikatakan dia sedang kehilangan ingatannya. Benturan keras saat terjatuh di sungai yang diterima kepala dari bebatuan besar di sungai itu bisa menjadi penyebabnya." Matthew memberikan penjelasan dengan serius.“Jadi maksudmu, putriku yang berharga tidak memiliki ingatan apapun tentang kehidupannya selama ini? Bahkan dia juga tidak bisa mengenali kami dan jati dirinya sendiri?” William kembali bertanya dengan wajah tidak percaya.Matthew mengembuskan napas berat kemudian menundukkan sedikit kepala, “Benar, Duke,” jawabnya.Diana seketika menangis tersedu dan pilu.William praktis memeluk pundak istrinya dan beralih memberikan tatapan tajam kepada Matthew, penuh kuasa. Berbeda dengan ekspresi sebelumnya yang mana dia begitu rapuh seperti Hello Kitty, dia kini berubah lebih ganas seperti Saitama, “Apakah tidak ada obat untuk menyembuhkannya?”Matthew bergeming untuk sesaat sebelum akhirnya menggeleng pelan, “Dasar kesehatan kita saat ini masih belum memiliki obat untuk penyakit langka tersebut. Akan tetapi, saya akan mengajukan penelitian kepada istana agar bisa menemukan obatnya. Saya juga akan meminta bantuan kepada menara sihir agar mereka bersedia membantu.”Istana? Menara sihir? Liora yang juga berada di dalam ruangan dan mendengar kata-kata itu menjadi semakin gila.“Lalu apa yang harus kami lakukan?” Kini Diana yang berbicara sambil menahan isaknya.“Anda hanya harus melakukan pendekatan kepada Lady secara bertahap. Dengan itu … saya harap Lady Cannaria akan segera pulih dan mengingat semuanya.”Liora yang sejak tadi termenung dan sibuk memikirkan seberapa gilanya dia, tiba-tiba mendapatkan kesadarannya, “Tunggu! Kamu bilang siapa tadi? Katakan siapa namaku?”“….”Sedikit ada keheningan untuk sesaat.Dengan wajah keheranan, Matthew kembali membuka suara, “Nama Anda adalah Lady Cannaria Swan."Liora terhenyak seolah-olah pernah mendengar nama tersebut. Nama yang tidak asing dan masih terasa segar dalam ingatan. Saat dia kembali mendapatkan ingatan itu, bola matanya seketika membeliak lebar."APAAAH?!" ***Satu pekan berlalu.Liora duduk sambil memeluk kedua kaki di depan perapian. Berselampir selimut bulu yang membungkus pundak, dia hanya termenung dengan pandangan kosong lurus ke depan, menatap gerakan api yang menari-nari seakan sedang menertawai absurditas dan kekonyolan yang terjadi."Akkhhh!" Liora memekik lirih seraya menekan rambut dengan kedua tangan. Dia merasa bingung, gelisah, gundah, dan gulana.Liora Belladona, aktris cantik yang tiba-tiba terlempar di dunia antah berantah dan terperangkap di zona waktu yang berbeda saat baru bangun tidur.Gila, kan? Sangat!Tidak masuk akal? Tentu saja!Semua yang terjadi pada Liora memang sebuah kegilaan di luar nalar yang hanya terjadi dalam dunia fantasi.Keanehan kembali memporak-porandakan akal sehat Liora saat dia menyadari jika tubuhnya merasuki sebuah film yang dia bintangi.Bloody Roses, film yang diadaptasi dari novel dewasa bergenre tragedi, thriller, dan dark yang memiliki akhir kematian mengenaskan bagi sang tokoh penjahat. Seakan tidak puas sampai di situ, dia lah yang menempati tubuh sang penjahat itu sendiri, Cannaria Swan."Hahaha!" Liora tiba-tiba tertawa seperti bajingan yang mendapat lelucon tidak lucu.Pada awalnya, Liora tidak menerima kenyataan bahwa dirinya masuk ke dalam dunia film yang dia bintangi dan berlatar Eropa abad pertengahan. Dia pikir semua itu hanya mimpi, hingga hari demi hari berlalu dan dia tak kunjung bangun dari mimpinya."Tidak ada kamera, tidak ada para penggemarku, tidak ada media sosial, tidak ada musik, tidak ada pizza favoritku, dan tidak ada latte berselimut caramel manis yang meleleh di atasnya. Apa aku bisa hidup dengan situasi primitif macam ini? Yang benar saja!" keluhnya dengan kepala berdenyut-denyut sebelum beranjak dan melangkah terhuyung."Dan juga, apa wajah ini sungguh masuk akal?" Liora telah berdiri di depan cermin dilengkapi keterpukauan saat melihat pantulan wajah yang bukan miliknya. Meski sudah satu pekan berlalu, Liora masih belum terbiasa dengan wajah itu.Cannaria Swan, karakter antagonis yang diberkati kecantikan yang murni dan polos. Bulu mata panjang melengkung seperti lekukan yang menarik perhatian setiap kali mereka berkedip, rambut pirang kemerahan yang kontras dengan kulitnya yang putih, dan manik mata emeraldnya lebih jernih daripada permata mana pun.Kecantikan yang tidak manusiawi, sama seperti akhir hidupnya, tidak manusiawi.Meskipun Liora merasa terberkati karena karakter Cannaria memiliki latar belakang yang terbuat dari sendok berlian dan kedua orangtua yang sangat menyayanginya, tetapi akar masalahnya ada pada takdirnya, yaitu menjadi sang antagonis yang akan berakhir dengan tragis. Semua orang menyebutnya penjahat terburuk dalam sejarah yang mencelakai orang lain karena kecemburuan.Mungkin karena sejak kecil Cannaria hidup dalam kemewahan dan merasa memiliki segalanya hingga berambisi untuk memiliki apapun yang diinginkan. Akibatnya, dia pun mendapat hukuman yang pantas bagi seorang penjahat, terkurung di penjara bawah tanah yang dingin dan gelap dengan kondisi tidak memiliki tangan dan kaki.Ya, itu adalah sedikit cuplikan film yang diadaptasi dari novel yang dimainkan oleh Liora di kehidupan sebelumnya. Semuanya sudah tertulis dengan jelas di dalam skenario dan masih segar dalam ingatan bagaimana alurnya.Dengan wajah putus asa, Liora berbaring di ranjang dengan kepala yang masih berdenyut-denyut, "Dari sekian banyak peran, mengapa aku harus masuk ke dalam tubuh pemeran antagonis yang memiliki ending mengenaskan itu, huh?""Apa karena aku adalah aktris yang memainkan perannya di kehidupanku sebelumnya?" Liora menerka-nerka."Oh, Evaa ... mendadak aku jadi begitu merindukanmu," monolognya lagi sambil menangis. Dia tidak pernah merasa serindu ini kepada Eva, menejer yang gemar dia bully."Lalu apa aku juga akan mengalami takdir buruk yang sama dengannya, seperti Cannaria 'yang asli'?" Pandangannya kosong tertuju pada langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi."Oh Tuhan, tidak adakah yang bisa kulakukan?" Dia mulai berpasrah dan menghirup napas dalam.Setelah memasrahkan semuanya dan beberapa saat merenungi nasib, Liora tiba-tiba terlonjak duduk seolah-olah tersambar ilham, "Tunggu dulu! Sepertinya aku mengingat sesuatu."***Ingatan yang sempat terkubur tiba-tiba muncul begitu saja. Liora mengingat kembali sosok wanita misterius yang dia temui di ruang hampa, wanita berpenampilan kacau dengan gaun compang-camping dan penuh bercak darah.Entah semua itu nyata atau delusi, Liora seolah-olah tidak dapat lagi membedakan batas rasionalitas dalam dirinya sendiri. Dia terus berusaha menelaah semua yang terjadi. Ok, mari kita coba urutkan satu persatu peristiwa di luar nalar tersebut!Pertama, semua kegilaan itu bermula saat Liora berada di dalam mobil Cadillac Escalade hitam miliknya sebelum melihat truk dengan kecepatan tinggi yang melesat ke arahnya hingga tabrakan hebat pun tidak dapat dihindari. Dirinya mengalami kecelakaan yang tragis dan mengerikan.Anehnya, dia tidak terbangun di rumah sakit ataupun kuburan, melainkan di zaman Eropa abad pertengahan. Lebih sialnya lagi, dia malah merasuki raga pemeran antagonis di film yang terakhir dia bintangi, Cannaria Swan.Canna adalah putri tunggal dari seorang bang
Beberapa mil dari kediaman Duke, mobil yang ditumpangi Canna dan Emma berhenti. Kekaisaran Deltrias memang sebuah kerajaan dan negara dengan sistem monarki. Semua pakaian-pakaiannya juga bergaya renaissance ala bangsawan eropa.Namun, era perkembangan zaman sudah sedikit maju yang mana sudah ada mobil di sini. Mobil antik yang sangat mahal. Kalian tahu ‘kan mobil klasik yang biasa digunakan dalam film yang dibintangi Brad Pitt, Leonardo DiCaprio, dan Margot Robbie? Ya, kurang lebih seperti itu.Awalnya, Canna berpikir jika terdampar di sebuah tempat dengan latar seperti di era Romeo dan Juliet. Ternyata tidak sejauh itu. Beruntung sudah ada sebagian tekhnologi canggih dan mobil. Bokongnya jadi tidak terasa pegal karena harus berlama-lama duduk di dalam kereta kuda.Canna turun dari mobil dibantu oleh seorang pengawal. Dia melihat ada begitu banyak orang di Alun-alun Ibu Kota yang ramai. Di antara mereka, ada air mancur besar yang disebut keistimewaan Deltrias. Bangunan-bangunan toko b
Dalam cerita asli, disebutkan jika terdapat sebuah pusat informasi yang tersembunyi di gudang anggur. Sebuah tempat yang bisa mencarikan segala macam informasi jika diberikan uang dengan nominal memuaskan. Tidak hanya menjual informasi pada kekaisaran, mereka juga menjual informasi mematikan milik kekaisaran pada negara lain.Setelah perang berakhir, karena melakukan tindakan dua sisi seperti itu, seluruh anggota gilda disingkirkan oleh pembunuh gila yang mendapat perintah langsung dari Kaisar. Pembunuh gila yang dimaksud tentu saja sang Putra Mahkota, karakter utama di dalam cerita. Dia membunuh mereka semua dengan ringan seperti monster yang kelaparan.Namun, ada satu gilda yang masih disisakan, gilda yang memberikan informasi tentang pemberontakan kepada kekaisaran hingga Kaisar pun memberikan izin resmi kepada gilda itu untuk berdiri. Ya, itu adalah gilda yang tersembunyi di dalam gudang anggur, gilda informasi terbaik di benua, Gilda Four Night.'Karena sudah tahu isi ceritanya,
Ketua gilda tidak bisa berkata-kata. Dia tidak percaya akan mendengar permintaan membagongkan dari klien yang cukup unik di depannya. Dia pikir putri dari Perdana Menteri itu ingin merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan politik atau bahkan siasat untuk mengkhianati kekaisaran."Hm, ya, selain sebagai pusat informasi, gilda ini memang bisa digunakan sebagai pusat perjodohan." Keterkejutan di wajah ketua gilda itu tidak bertahan lama. Kini, dia kembali datar, seolah-olah ingin segera menyudahi permainan anak kecil."Aku harus memiliki tunangan sebelum kembali ke akademi. Mungkin waktuku hanya sekitar satu bulan." Canna berujar yakin.Jika sudah kembali ke akademi, akan sulit bagi Canna mendapatkan tunangan palsu. Rumor buruk tentang Cannaria Swan yang merupakan sang antagonis sudah tersebar luas bahkan di akademi hingga kekaisaran. Dia dikenal sebagai wanita arogan dan suka mem-bully. Akankah dia bisa mendapatkan pria di sana? Sepertinya kemungkinannya hanya sekecil kuman."Mari kit
Ketua gilda kembali duduk di tempatnya, begitu juga dengan Canna. Meskipun telah menutupi rambut dan wajah dengan penutup kepala seperti sebelumnya, tetapi Canna yakin jika di balik tudung sialan itu, ada ekspresi dingin yang semakin terlihat kaku dan sulit diurai.'Apakah sebuah kesalahan menikmati keindahan wajah tanpa persetujuan pemiliknya? Aku 'kan tidak sengaja melihat wajah yang memang sayang jika dilewatkan itu,' benak Canna yang merasa seperti pencuri.Saat menuliskan beberapa ciri dari pria yang dia pesan kepada gilda di dalam buku, Canna sulit berkonsentrasi karena masih belum bisa melupakan ingatan wajah milik pria di hadapannya."Ehem!" Canna tiba-tiba berdeham, "Omong-omong, sangat sia-sia menyembunyikan wajah seperti itu. Bagaimana jika kamu membukanya saja?" Canna menyerah pada konsentrasinya. Dia tersenyum ringan seolah tidak ada kesalahan yang telah dia lakukan. Keterlaluan memang."Jika sudah selesai menulisnya, segeralah kembali ke asalmu. Tempat ini akan segera tu
"Apakah makanannya sesuai dengan seleramu, Sayang?" Ducess Diana menatap Canna dengan intens."Ya, aku menyukainya. Rasanya lezat." Canna tersenyum tipis kepada Ducess yang sejak tadi telah memperhatikannya.Canna sedang menikmati makanan yang disajikan oleh Chevalier, koki Duke William. Saat ini, dia berkumpul bersama Duke dan Ducess untuk melakukan makan siang yang mana sudah menjadi kebiasaan—makan bersama di siang dan malam hari di ruang makan.Pada awalnya, Canna juga merasa canggung jika harus berkomunikasi atau berkumpul bersama mereka. Dia tidak ingin membuat kesalahan dan tidak ingin dicurigai. Bagaimana jika mereka tahu kalau dia bukanlah putri mereka 'yang asli'?Namun, meskipun sering mendapat penolakan darinya, mereka seolah tidak berhenti berupaya untuk terus mendekatinya. Mereka tetap menunjukkan kasih sayang tulus yang membuatnya goyah. Lebih tepatnya, kasih sayang yang sebenarnya ditujukan kepada putri kandung mereka. Berkat semua perilaku itu, dia jadi tahu betapa sa
'Hm, jadi begini ... penampakan Felix Theodore, karakter utama pria kedua. Ternyata wajahnya jauh lebih tampan daripada yang kubayangkan.'Canna melamun dan menekuni garis bibir sensual Felix yang sangat cocok dengan wajahnya yang tampan. Saat dia tersenyum, kedua matanya akan menyipit seperti bulan sabit. Dia seperti berhadapan dengan Leonardo DiCaprio semasa muda, pria yang memerankan tokoh Jack dalam film Titanic.'Bedanya, dia terlihat lebih tinggi dan tubuhnya juga sepertinya lebih oke.'Pandangan Canna beralih pada paha Felix yang terlipat karena dalam posisi duduk. Celana kain yang dia kenakan seolah-olah memberitahukan jika ada otot-otot menakjubkan di sana. Karena dia seorang kstaria, otot-ototnya pasti terbentuk sempurna.Dalam perjalanan, Canna justru sibuk menilai proporsi wajah, tubuh, dada, dan paha Felix seolah-olah dia menjadi juri dalam ajang American Top Model. Otak cantiknya memang luar biasa unik."Apa ada yang salah dengan wajahku? Mengapa kamu terus melihatnya?"
Sepasang kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik terbuka. Canna tidak dapat mengalihkan pandangannya kepada Felix dengan pupil matanya yang mengecil. Dia masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat sebelumnya.“Hebat! Apa itu sihir?” Kalimat pertama yang diucapkan Canna setelah kembali ke kenyataan.“Ya, aku melakukan sihir.”Canna terdiam, memaku, dan membisu. Meskipun sejak awal dirinya masuk ke dunia antah berantah ini adalah sebuah ke-irasional-an yang membuatnya tidak habis pikir, melihat hal baru di luar nalar seperti sihir tetap saja membuatnya tidak percaya.“Apa kamu bisa memperlihatkan yang lain? Seperti bagaimana hubungan kedekatanku dengan kedua orangtuaku atau momen bersama teman-teman yang lainnya.”“Tidak bisa. Aku hanya bisa menunjukkan gambaran di mana ada aku di dalamnya. Dalam artian, memori yang kamu lalui saat bersamaku.”“Hm, begitu rupanya, sayang sekali.” Canna bergumam rendah dengan wajah sedikit kecewa sebelum ekspresinya kembali ceria, “Tapi tetap saja
'Aku, merasa mengantuk,' pikir Canna dengan pandangan kosong.Seperti biasa, Canna berjalan di kampus akademi seperti itik yang kesepian, dikucilkan dari kelompok dan dunia sekitarnya.Saat melangkah, dia tidak bisa menguap karena menjaga citranya sebagai wanita antagonis yang elegan. Sebagai gantinya, dia menggigit bibir hingga air matanya keluar.Langkahnya menuju kelas terasa berat, matanya yang merah seperti kelilipan. Namun, dia tak bisa mengabaikan pemandangan yang terjadi di belakang gedung sihir. Di sana, suasana menjadi serius.Troy, didampingi oleh pengikut-pengikutnya, sedang bersenang-senang dengan menyiksa Dimitri. Bajingan gendut itu bahkan tidak menyadari kehadiran Canna di belakang mereka. Mereka sibuk mengejek Dimitri, sementara Canna menyaksikan semuanya dengan dingin."Hei, Tolol! Katakan berapa 12x7, huh?""...."Dimitri hanya menunduk, kacamata tebalnya nyaris terjatuh dari hidungnya."Bukankah selama ini kamu selalu mencari muka di hadapan para guru? Sekarang kat
🔞 Mature content. Bijaklah dalam membaca!__"Aku ingin sekali memasukkannya ke dalam mulutmu, tapi aku yakin itu akan merusak wajah cantik yang menggemaskan ini. Jadi, bagaimana jawabanmu?" Sambil melafalkan kata-kata vulgar itu, Axe meraih pergelangan Canna dan membiarkannya memegang kejantanannya. Terkejut dengan ketebalan yang tidak bisa dipegang dengan satu tangan, Canna mencoba menarik tangannya keluar dari dalam celananya, tetapi itu sia-sia. "Ke mana perginya keberanianmu tadi? Kamu yang melemparkan dirimu padaku, jika kamu lupa." Mata biru keabu-abuan Axe berkilat menggoda sambil menahan tubuh Canna untuk tidak bergerak. Mulanya, Canna memang hanya berniat menggodanya, tetapi kini dia justru terjebak dan tidak bisa lepas dari genggamannya. Dia sering mendengar dirinya disebut 'wanita gila', tetapi tampaknya Axe bukanlah tandingannya. Pria itu lebih gila daripada siapapun."Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya." Canna bergumam pelan dan berpura-pura bersikap te
Ellie membawa keranjang buah sambil berjalan menyusuri hutan. Pada sore hari seperti ini, Felix biasanya berlatih pedang di dekat danau, dan Ellie berniat menemuinya.Tepat seperti yang diduga, Felix terlihat begitu serius berlatih hingga keringatnya bercucuran. Gerakannya begitu lihai dalam mengayunkan pedang, disertai mana sihirnya yang kuat membuat aura-nya yang hangat seketika berubah menjadi seperti aura berbahaya.Ellie yang melihat itu semua di balik pohon, tiba-tiba pipinya bersemu merah karena menurutnya Felix terlihat begitu menarik.Felix yang menyadari keberadaan Ellie lantas menghentikan gerakannya dan meletakkan pedangnya, "Apa kamu akan terus bersembunyi di situ?"Ellie terkesiap dan merasa malu. Dengan langkah ragu, dia mendekati Felix dan berusaha mengurangi jarak di antara mereka. "Maaf, aku tahu aku mengganggumu saat latihan. Aku hanya ingin memberimu ini," ucapnya seraya menyodorkan keranjang berisi buah-buahan segar."Sudah kubilang aku tidak membutuhkan sesuatu s
Kelopak mata Canna terbuka hingga mengungkapkan bulu matanya yang lentik. Mengedarkan pandangan, dia mendapati dirinya berada di sebuah rumah klasik yang sederhana. Namun, ini bukanlah kamar asrama Hoover. Apakah dia berada di rumah salah satu penduduk Desa Kacang?"Kamu sudah bangun?" kata Felix sambil membawa makanan dan meletakkannya di atas nakas. "Jangan banyak bergerak, karena lukamu baru diobati.""Terima kasih sudah mengobatiku, Felix.""Bukan aku yang mengobatimu, tetapi Guru Axe. Seperti saat kejadian sebelumnya." Felix membicarakan tentang kejadian racun di Trapple Park dan saat itu Axe juga yang mengobati Canna. "Tapi mengapa kejadian buruk selalu menimpa kamu? Aku khawatir setiap kali," tambahnya sambil menghela nafas."Maaf, aku juga tidak menginginkannya," ujar Canna dengan lesu. "Tapi seseorang memukulku dari belakang. Meskipun tidak seberapa terlihat jelas, aku yakin dia adalah seorang gadis berambut pirang keemasan. Aku benar-benar tidak berbohong. Sungguh!" imbuhnya
Puluhan murid yang berada di Desa Kacang tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan situasi mencekam seperti ini. Sekumpulan prajurit tiba-tiba muncul dan mengelilingi desa, tepat setelah Canna terjatuh dengan kepala berlumuran darah.Beberapa jam sebelum kejadian mengejutkan itu, seorang murid berteriak histeris saat menemukan Canna terbaring tak sadarkan diri di samping sebuah nisan dengan kepala bercucuran darah.Axe mendengar jeritan itu dan segera berlari ke tempat kejadian. Wajah yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi langsung mencerminkan kekhawatiran dan kemarahan.Dengan hati-hati, tangannya yang besar mengangkat tubuh Canna, membawa gadis itu ke tempat yang lebih aman.Ketika Canna berada dalam pelukannya, Axe merasa ada sesuatu yang lemah terlontar dari bibir gadis itu, "Dia ... gadis berambut pirang itu berlari," gumamnya sebelum akhirnya benar-benar kehilangan kesadaran.Berkat itu, puluhan murid perempuan dengan rambut pirang keemasan kini dipaksa untuk menjalani pem
Joanne yang menikmati waktu santainya dengan membaca novel di tempat tidur, harus gagal fokus saat melihat Canna yang sejak tadi tersenyum-senyum sendiri, "Apa sih yang sedang kamu lakukan?"Canna sontak menutupi wajahnya dengan bantal dilengkapi bibirnya yang masih berkedut, "Tidak ada yang kulakukan," katanya sambil mengulum senyum."Lalu ada apa dengan ekspresi menakutkan itu? Apa kamu habis memenangkan lotre?" Pandangan Joanne kembali fokus kepada bukunya. Diam-diam tubuhnya bergidik ngeri karena melihat senyuman Canna yang tidak berhenti."Kamu tahu sendiri keberuntunganku dalam bermain lotre tidak bisa diandalkan.""Lalu? Kamu biasanya memang sedikit gila, tetapi kali ini sepertinya jadi lebih gila," seloroh Joanne dengan ekspresi lempeng sebelum mendapat lemparan bantal dari Canna, "akh!" ringisnya lalu balik melempar bantal itu lagi.Canna mendesah dan menatap kosong langit-langit kamarnya yang tidak estetik. Perkataan Joanne tentang 'wanita gila' kembali mengingatkannya kepad
Canna berjungkit terkesiap saat melihat Axe yang tiba-tiba muncul di belakangnya, "Ehm, sejak kapan guru datang?""Sejak kamu terus melamun sambil mengumpat. Apa ada yang mengganggumu?"Ekor mata Canna berusaha menghindar dari Axe, "Ehm, tidak ada. Dan jika ada, memangnya apa yang akan dilakukan oleh guru?" Dia mulai menunjukkan ekspresi penasaran."Mungkin aku akan memberinya sedikit pelajaran.""Pelajaran apa yang guru maksud? Apakah guru akan memberinya pelajaran alchemist?" seloroh Canna dengan tersenyum kecil.Axe menyeringai, "Sepertinya pelajaran yang akan sulit untuk dilupakan." Masih berdiri di belakang Canna, Axe sedikit mencondongkan tubuh dan mendekatkan bibir untuk berbisik lirih di telinganya, "Sebenarnya, aku sangat pandai dalam memotong."Senyuman yang sejak awal melekat di bibir Canna perlahan berubah menjadi senyuman pias. Anehnya, tubuhnya tiba-tiba merinding karena hawa dingin yang entah darimana datangnya.Dilirikkan ekor matanya ke belakang dan melihat wajah Axe
"... Felix, jujur aku sangat lelah." Ellie berkata lirih dengan kepala menunduk. Wajah cantik yang biasanya bersinar cerah kini terlihat gelap dan suram. Dia duduk di ruang investigasi bersama Felix dan Joanne.Ya, mereka bertiga masih saja menjalani proses penyelidikan. Meskipun sudah lima belas hari berlalu sejak kedatangan Perdana Menteri yang membuat kegemparan di Hoover, belum juga ditemukan titik terang."Kelelahanmu tidak ada urusannya denganku." Felix menjawab datar, tanpa ekspresi.Mendengar jawaban dingin yang selalu keluar dari mulut Felix, air mata mulai menetes di pipi merah Ellie. Dadanya terasa sesak dan nyeri. Di mana Felix yang selalu hangat kepadanya? Kini, hanya ada tembok besar di antara mereka."Mengapa kita semua menjadi seperti ini? Mengapa kita harus saling mencurigai satu sama lain?" Tersirat keputusasaan dari riak-riak mata Ellie. Dia sungguh tidak suka dengan hubungan mereka yang sebelumnya hangat berubah menjadi dingin seperti sekarang."Karena belum ditemu
Canna mengerutkan kening saat mendengar suara yang begitu familiar. Suara dalam dan rendah, yang terkesan tidak acuh dan bermalas-malasan. Itu adalah suara terseksi yang pernah dia dengar. Mirip seperti suara ...."Axe?" Canna sontak melebarkan mata.Tersenyum menyeringai, Axe membuka tudung jubahnya sehingga wajahnya yang rupawan terlihat sempurna."Bagaimana dengan suara yang kudengar tadi?" Canna membicarakan tentang suara Axe yang berbeda saat di acara pelelangan."Aku menggunakan sihir pengubah suara."Kening Canna semakin berkerut, "Apa guru senang telah bermain-main denganku? Karena guru uangku jadi melayang begitu saja. Haish! Dasar penipu!" Canna melampiaskan kekesalan dengan wajah cemberutnya yang lucu.Axe terkekeh, "Bukankah kamu juga melakukannya? Kamu melakukan penipuan dengan sihir ilusimu jika kamu lupa."Canna terdiam, tanpa membalasnya. Meskipun menyebalkan, ucapan pria itu memang seringkali benar. "Hah! Karena guru tampan, maka akan kumaafkan." Canna bergumam renda