“Karina? Di mana Karina?!” teriak Vivian panik. Vivian ikut mencari ke setiap ruangan. Semua ruangan di buka paksa. Bahkan sampai ke toilet. Karina tidak ada. Ia tidak menemukan Karina di manapun. Tanpa tunggu berlama-lama Vivian menghampiri DK kembali untuk melaporkan apa yang baru saja terjadi. “Tuan DK. Karina menghilang.” Vivian langsung mengatakan itu di hadapan DK tanpa tunggu lagi. “Apa maksud ada?” tanya DK bingung. “Saat saya kembali keruangan rias. Beberapa pengawal ambruk di lantai. para MUA sedang panik mencari keberadaan Karina di mana.” Vivian tidak bisa mengontrol suaranya lagi hingga kabar itu terdengar di telinga Joshua yang sedang sibuk menyambut para tamu undangan. Joshua langsung menghampiri mereka. Joshua menarik tangan Vivian cukup kuat sampai wanita itu terhuyung mengadapnya, “Apa maksudnya Karina menghilang? Jelaskan padaku!” desak Joshua.“Saat saya kembali, Karina sudah tidak ada. Para pengawal ambruk dan para MUA tampak sangat ketakutan. Saya tidak tau
“Sangat menyebalkan harus berurusan denganmu seperti ini.” Joshua mencebik. Ujung pistol glock seri 19 itu masih bertengger manis di dahi sebelah kiri Rebecca. Joshua tidak akan segan membolongi kepala Rebecca saat ini juga.“Kak Joshua,” lirik Rebecca. Ia berbalik dan memegang ujung pistol itu dengan kedua tangannya. Tatapan memelas itu membuat Joshua semakin jijik melihatnya.“Harus dengan cara apa aku menjelaskan agar kau mengerti, Rebecca?” suara Joshua sangat dingin di telinga Rebecca. Tatapa jijik bercampur benci itu baru pertama kali Rebecca dapatkan. Joshua benar-benar marah dengan apa yang sudah ia lakukan.“Aku mencitai kakak, tolong pahamlah!” teriak Rebecca frustasi.“Aku tidak peduli, kau membuatku merasa jijik. Kau kira dengan melakukan ini aku akan tunduk denganmu? Tentu tidak Rebecca, aku bukan sembarang orang yang bisa kau paksa untuk melakukan hal itu.” Joshua menekan semua kalimat yang keluar dari mulutnya.“Kau akan menyesali ucapanmu.” Rebecca memegang ujung pisto
Setelah memastikan kalau Karina baik-baik saja di bawah pengawasan dokter. Joshua memutuskan untuk pergi dari rumah sakit menuju suatu tempat. Starter mobilnya menyala. Kakinya dengan halus menginjak pedal gas. Mobil pun melaju membelah jalanan malam yang semakin sepi. Kaki berbalut sepatu berwarna hitam itu melangkah menyusuri lorong panjang. Suara tapak yang beradu dengan lantai terdengar nyaring di telinga. Setiap kali algojo berpas-pasan dengannya, mereka akan menuduk singkat untuk memberikan salam. “Di mana mereka?” tanya Joshua pada DK yang dengan senang hati menyambut kedatangan sang bos. DK menunjuk ruangan yang ada di ujung lorong. Ruang eksekusi. Sudah banyak nyawa yang melayang di ruangan itu. Joshua mengangguk-angguk paham. Kakinya lanjut melangkah menuju ruangan itu. Rasa puas menjalar keseluruh tubuh saat melihat dua manusia itu disiksa habis-habisan oleh para algojo. Joshua mendudukkan pantatnya di kursi yang memang sudah disediakan untuknya. Matanya tak lekang men
“Anakku, kamu cantik sekali. Sudah lama mama tidak lihat senyum manis itu. Kamu punya pacar, ya?” mata wanita paruh baya itu menelisik wajah sangat putri yang tampak mencurigakan di matanya. “Mama, apaan sih?” Gadis berusia 15 tahun itu menghindari tatapan sang ibu. Ia sengaja melihat ke arah plafon. “Anak mama sudah besar ternyata. Udah berani menyimpan rahasia, tuh,” goda sang ibu. “Mama, ih. Jangan godain aku terus!” gadis 15 tahun itu terus menghindar. Sang ibu menatap anaknya dengan tatapan penuh kasih. Wanita paruh baya itu sangat mencintai putrinya. Putri satu-satunya yang harus ia jaga. “Siapa yang punya pacar? Anak papah? Waah, ternyata putri papah sudah besar, ya.” Gadis 15 tahun itu terkaget-kaget dengan suara sang ayah yang menggelegar di seluruh ruangan.Dia malu, gadis itu langsung menyembunyikan wajahnya dengan bantal. Ia malu, sungguh malu.“Anak papah sudah besar, asyiikkk.” “aahh, papah.” “Kenalin papah dong, siapa laki-laki yang sudah berani menggoda putri pa
“Beliau ingin bertemu untuk mendiskusikan saham TY Group, pak.” Joshua menghela napas pelan, ia tidak ingin meninggalkan Karina sendirian. Dia masih ingin menemani wanitanya sampai ia sembuh total. “Aku belum bisa meninggalkan Karina, tolong katakan padanya untuk menunggu. Aku tidak ingin pergi.” Mata Joshua lurus menatap Karina. “Baik, pak.” DK membungkuk singkat lalu keluar dari ruangan. Joshua pun berdiri dari duduknya. Ia mendekati ranjang Karina dan duduk di sana mengamati wajah cantik itu dengan perasaan damai. Tangannya menyentuh pipi Karina. Mengusap penuh perasaan bahagia. Walau pernikahan mereka kemarin batal karena insiden menyebalkan itu. Joshua akan tetap bersama Karina dan merencanakan hari pernikahan yang lain. Dia tidak akan menyerah begitu saja dengan pernikahannya. “Behenti menyentuhku seperti ini, rasanya geli.” Karina perlahan membuka mata. Ia tersenyum tipis dan menatap penuh kelembutan ke lelakinya. “Maaf membangunkanmu, sweetheart.” Bibir Joshua dengan lem
“Tingkat kepercayaan dirimu semakin tinggi saja, ya.” Kalista menyilangkan tangan di depan dada.Joshua lagi-lagi tersenyum, terlihat sangat manis namun menusuk begitu tajam. “Jika aku menguncimu, apa kau masih bisa berbicara seperti itu, Nyonya?”“Apa?”Tanpa aba-aba. Joshua mendorong Kalista masuk kembali ke ruangannya dan mengunci pintu serapat mungkin. Joshua mendorong tubuh Kalista sampai tubuh wanita itu membentur dasar sofa yang empuk. Tangan Joshua dengan nakal bermain di atas paha Kalista lalu menelusup masuk ke dalam gaun tidurnya.“Apa yang kau lakukan?” Kalista memekik keras, ia mencoba mendorong Joshua menjauh tapi tenaganya tidak seimbang dengan laki-laki itu.“Basah, huh?” Joshua menatap remeh Kalista. Jarinya sudah menari-nari nakal di atas dalamannya.Geli, nikmat, terangsang, Kalista bisa gila jika Joshua terus mempermainkannya seperti ini. Kalista adalah seorang janda yang sudah lama tidak mendapatkan sentuhan. Tentu saat ada seseorang yang datang untuk menggagahiny
“Sayang.” Karina merentangkan kedua tangannya untuk menyambut kepulangan Joshua. Tapi laki-laki itu menghindari pelukannya dan malah mencium pipi Karina. “Aku bau, sayang. Aku akan mandi dulu, setelah itu baru berpelukan.” Joshua melengos begitu sana melewati Karina dan masuk ke dalam kamarnya. Alis Karina saling bertaut. Laki-laki itu tidak pernah menolak pelukannya. Kenapa sekarang dia begitu?Karina tidak ingin ambil pusing. Dia melanjutkan langkah kaki menuju dapur. Ia memotong beberapa buah lalu menyuapi satu per satu ke dalam mulutnya. Belakang ini nafsu makan Karina meledak-ledak. Ia selalu ingin makan yang manis-manis dan itu membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.Kaki Karina melangkah menuju wastafel utnik mencuci tangan, rasanya sedikit lengket dan tidak nyaman. “Kyaa!” Karina berteriak karena terkejut. Joshua sengaja mengangkat tubuh Karina dan mendudukannya di atas meja. Ia tersenyum manis melihat reaksi Kasina yang sangat menggemaskan. “Sedang apa, sayangku?” ta
“Lepaskan aku!” Karina meronta saat tubuhnya didorong ke dinding oleh Joshua. Kedua tangan Karina dicengkram kuat oleh Joshua. “Dengarkan aku, Karina.” Suara Joshua memelan, ia terlihat sangat ketakutan saat melihat raut wajah benci yang Karina tujukan padanya. “Brengsek! Kau laki-laki brengsek, lepaskan aku!” Karina berteriak di depan wajah Joshua sangat keras. Air mata mengalir deras di pipinya. Tangannya gemetar bukan main.“Karina!” Joshua membentak dengan suara yang lantang. Otomatis Karina mematung melihat wajah mengerikan itu. Ia seperti melihat sosok Joshua Rionard Carrington yang dulu. Rahang Joshua mengeras bukan main. Ia memandang bengis Karina. “Ku bilang, dengarkan aku!” tegasnya. Tangan Karina gemetar hebat. Air matanya semakin deras membasahi pipi. Ia kecewa, sangat kecewa dengan apa yang Joshua lakukan padanya. Semua yang ia katakan selama ini ternyata hanya lah sampah. Selama ini Karina mencintai sampah bukannya manusia. Sedetik kemudian Joshua tersadar. “Maafkan