Di hari minggu yang cerah, aku bersama kedua sahabat gesrekku duduk di gazebo belakang rumahku. Kami bertiga menikmati udara pagi ditemani kopi buatan mama. Hari ini kami berencana akan menghabiskan waktu hingga sore di rumahku untuk membuat Klepon Cake dan Blueberry Cake, dua jenis cake favorit kami bertiga. Selain itu kami juga akan membuat cake untuk ulang tahun pacar si Shabina. Rencananya dini hari nanti Shabina akan memberi kejutan manis untuk kekasih blasterannya. Dia ingin kuenya dibuat dengan tangannya sendiri, di bawah arahan mama pastinya, hehehe. "Gimana hubungan Lo sama Om Tampan?" tanya Mentari. Jiwa kepo Shabina dan Mentari meronta-ronta sesaat setelah mereka tau bahwa seminggu ini aku sering menghabiskan waktu bersama Mas Gibran. "Menyenangkan," jawabku tanpa minat, karena aku sudah bisa menduga setelah ini pertanyaan apa yang akan diajukan dua manusia gesrek yang sialnya sangat aku sayangi ini. "Sudah ngapain aja?" Nah ... tepat 'kan dugaanku! Pertanyaan ini past
3 cake sudah selesai kami buat. Lumayan melelahkan juga, cuy!Saat ini kami sedang bergoler goler ria di atas kasurku. Menunggu jam 23.30 kemudian kami akan meluncur ke apartemen pacar si Shabina.Ya ... seperti biasa, setiap ulang tahun pacar Shabina atau Mentari, kami bertiga akan saling menemani memberikan surprise dini hari macam ini. "Tiga bulan lagi Mas Gibran ulang tahun," ujarku sumringah. "Kalian bisa dong nemenin gue kasih surprise kayak ke pacar-pacar kalian selama ini?""Tentu saja!" balas Mentari. "Apalagi ini perdana. Ya gak, cuy?" imbuhnya yang diikuti anggukan kepala Shabina.Akhirnya tahun ini aku tidak sekedar jadi figuran. Tahun ini aku juga berkesempatan jadi pemeran utama. Secara biasanya aku hanya menemani Shabina atau Mentari, tapi tahun ini mereka juga akan menemaniku memberi surprise untuk kekasihku, hehehe."BTW ya, first kiss Lo keren banget, Audery. Bayangin, cuy! Gibran Maharsa Adinata!" gumam Mentari."First kiss gue memang si Om Tampan, tapi kalau first
Tepat pukul 07.30 pagi tampak sebuah range rove* hitam berhenti di depan rumah. Dari sisi kursi penumpang keluar seorang pria tampan yang tampak gagah dengan setelan jas berwarna navy tanpa dasi, dipadukan dengan kemeja berwarna putih dengan dua kancing teratas yang dibiarkan terbuka. Kesan maskulin sangat terlihat di penampilannya. Mama menyambut pria tampan itu dengan senyum hangatnya. Mengajak pria tampan berkulit cerah itu menuju meja makan rumah kami. Mempersilahkan pria itu memulai sarapannya bersama mama seraya menungguku yang masih bersiap di dalam kamar. "Maaf ya, Nak Gibran. Jadi merepotkan harus jemput Mama dan Audrey sepagi ini," ucap mama sambil menikmati sarapan paginya. "Tidak sama sekali, Ma. Saya memang ingin sarapan bersama Mama Aline dan Audrey. Jadi sekalian Kita bisa berangkat ke kantor bersama," balas Mas Gibran. Hari ini aku dan mama akan melihat langsung spot untuk Alina Gump di cafetaria kantor pusat Adinata Group. Sesuai ajak
"Audrey ... duduk sini!" lirih Mas Gibran seraya menepuk kedua pahanya.Astaga! Dia menyuruhku duduk di pangkuannya?"Ogah ah! Nanti dilihat Mama!" tolakku.Namun sepertinya penolakanku tidak bermakna. Tiba-tiba saja aku sudah dia angkat dan didudukkan di pangkuannya."Mas!" pekikku. Entah apa yang ada di otak Mas Gibran. Bisa-bisanya dia memangkuku di saat mama juga masih di rumah. Gimana kalau mama lihat?"Nanti dilihat Mama loh!" kesalku.Namun, Mas Gibran ya tetaplah Mas Gibran. Dia tidak peduli dengan protesku. Malah dengan santai dia menyuapiku."A ... " Mas Gibran menyuruhku membuka mulut. Akupun mendengus kesal melihat tingkahnya pagi ini."Kenapa? Gak mau disuapin pakai tangan? Ok!" Tak lama dia menggigit rotiku kemudian mengarahkannya ke mulutku."Mas!" geramku. Namun ... sudah bisa ditebak, Mas Gibran tetap kekeh menyuruhku memakan roti yang dia arahkan padaku dengan mulutnya. "Gak mau!" ketusku. Aku ber
"Selamat pagi, Pak Gibran," sapa Diana, asisten Tian. Entahlah kenapa Tian harus memiliki asisten?Em ... mungkin pekerjaannya sebagai sekertaris kesayangan Mas Gibran membuat pria yang tidak kalah tampan dengan Jay itu mengemban banyak tugas, jadi dia butuh bantuan orang lain untuk menghandle, sehingga dipilihlah Diana sebagai asistennya."Pagi, Diana," balas Mas Gibran. "Jadwal Saya hanya meeting selepas makan siang 'kan?"Wanita 29 tahun itu masih terpaku. Pandangannya sedari tadi tertuju pada genggaman tangan Mas Gibran di tanganku. Tampaknya dia terkejut melihat kedatanganku bersama boss besarnya."Diana!" Suara bariton Mas Gibran mulai mengintimidasi."I-iya, Pak. Jadwal Bapak hanya ada meeting selepas makan siang nanti.""Ok, bawakan semua dokumen yang harus Saya periksa dan letakkan di meja Saya!" titah Mas Gibran yang kemudian menarik lembut tanganku untuk berjalan masuk ke ruang kerjanya. Disusul oleh Diana dan setumpuk dokumen.Wah ... mewvaah sekali ruang kerjanya. Ruangan
"Yaudah besok kita nikah, yuk!" ajak Mas Gibran dengan senyum jahil yang tiba-tiba terbit di wajah tampannya. "Gila!" "Kamu yang buat Aku gila, Audrey." Suara serak khas pria yang sedang menuju 'pengen' mulai terdengar dari mulutnya. Tak lama kecupan hangat mulai aku rasakan di sepanjang garis rahangku. Perlahan naik ke arah pipi dan bermuara di bibir ranumku. Kini bibir kami mulai saling bertaut. Kami mulai saling mencumbu mesra. Saling memainkan lidah, menciptakan suara-suara kecupan yang renyah. Tanpa aba-aba Mas Gibran menggangkat kedua kakiku, menggendongku seperti anak koala. "Mas!" pekikku. Om Tampanku hanya tersenyum. Kemudian bibirnya kembali meraih bibirku. Dia kembali melahap bibirku dengan sangat intim. Perlahan dia berjalan, membawaku ke meja kerjanya tanpa melepas sedetikpun tautan bibir kami. Mas Gibran mendudukkanku di atas meja kerjanya, tepat di sebelah tumpukan dokumen yang baru selesai dia periksa. "Apa bisa Aku menaikkan levelku?" tanya Mas Gibran dengan waja
"Mas ... " lirihku lagi untuk kesekian kalinya. Aktivitas panas ini berlangsung tak terlalu lama. Tampaknya Mas Gibran takut kami tidak kuasa menahan diri untuk menuju ke level kenikmatan yang lebih lagi. CEO tampan itu mencium keningku cukup lama. Kemudian dia membantuku untuk duduk, membantuku memasang kembali penutup dadaku, sebuah benda berenda berwarna hitam yang tadi dia singkirkan dari tubuhku. Seraya memasangkan kaitan penutup dadaku, Mas Gibran sesekali mengecup punggungku, sontak membuat hasrat kami berdua kembali muncul. Namun seketika Mas Gibran menghentikannya. Dia bergegas membantu memakai kemejaku. Menutup akses yang membuat hasrat kami kembali bergejolak. "Rapikan dulu penampilanmu," pinta Mas Gibran sambil menunjuk cermin besar di sudut kamar istirahat ini dengan dagunya. "Aku mau menenangkan si dedek dulu." "Menenangkan si dedek?" tanyaku kebingungan. "Ya." Mas Gibran mengarahkan matanya ke sesuatu di antara kedua pangkal pahanya yang tampak mencuat. Astaga ...
Sesampainya di cafetaria kantor pusat Adinata Group, semua mata tertuju pada kami bertiga. Mungkin para pengunjung cafetaria itu bingung melihat Mas Gibran menggandeng tanganku padahal di sebelah kami ada sosok penyanyi hits, Clara Pambudi.Pasti mereka bertanya-tanya, siapa wanita berwajah blasteran yang digandeng CEO tampan mereka? Dan ... kenapa bukan menggandeng Clara yang konon adalah kekasihnya? Eh ... malah Mas Gibran menggandengku, si gadis blasteran."Gibran ... " terdengar suara manja-manja lenyeh Clara. Sesekali dia mendekatkan badannnya ke Mas Gibran, berbisik-bisik, entah apa yang dibisikkan. Namun tetap saja genggaman Mas Gibran di tanganku tidak mengendur sedikitpun.2 - 0 ya Mbak Clara, hehehe."1 salad sayur dan 1 teh tawar." Ooo ... eat clean seperti artis pada umumnya yang selalu menjaga body. "Kamu pesan apa, Audrey?""Soto ayam dan 1 teh manis," jawabku. "Mas apa?""Nasi padang dengan lauk rendang, otak, dan telur dadar.""Minum apa?""Hot lemon tea," timpal Clara
Sebuah range rov*r hitam berhenti di lobby utama kantor pusat Adinata Group. Tampak seorang wanita cantik dengan kemeja satin berwarna hitam yang dipadukan dengan celana berwarna senada keluar dari mobil itu. Dia melenggang ke arah lift khusus para petinggi Adinata Group. "Selamat Pagi, Nona Gea," terdengar suara dari arah belakang Gea. Suara yang sangat dia hafal, suara yang sudah didengarnya sejak masih bayi. Suara bariton Sang CEO Adinata Group. "Selamat Pagi, Pak Gibran," balas Gea seraya menyunggingkan senyumnya. "Hari ini cantik banget sih ibu direktur pengembangan bisnis Adinata Group," terdengar suara yang juga tidak kalah familiar dengan suara Gibran. Ya ... siapa lagi kalau bukan, Audrey Liliana White, istri tercinta Gibran. "Cantikku setiap hari kali, Te," ujar Gea seraya menyelipkan beberapa anak rambutnya di belakang telinganya. "Tiap hari memang cantik, tapi hari ini cantik banget, bukan sekedar cantik seperti hari-hari yang lain," gumam Audrey seraya memindai penamp
"Bagas mau permen yang itu, Pa," ujar anak laki-laki 7 tahun yang sedang berada di gandengan Mas Gibran. Anak laki-laki tampan miniatur Mas Gibran itu adalah putra pertamaku dan Mas Gibran, Bagas Maharsa Adinata. "Gendong, Ma!" rengek seorang anak perempuan berusia 3 tahun. Anak perempuan cantik yang wajahnya juga sangat mirip dengan Mas Gibran itu adalah Ayara Maharsa Adinata, anak keduaku dan Mas Gibran. Kalau kata Mama Elma, dua anak kami itu hanya numpang 9 bulan di perutku. Karena wajah mereka berdua plek ketiplek dengan Mas Gibran. Aku hanya kebagian warna manik mata coklat mereka. Sedangkan bagian yang lainnya Gibran Maharsa Adinata banget! "Kita ke Michellia dulu ya. Kita belum mengucapkan selamat ulang tahun," ujarku pada Mas Gibran dan kedua anakku. Michellia adalah anak pertama Revan dan Mentari. Gadis cantik itu hari ini sedang merayakan ulang tahunnya yang ke 5. "Celamat ulang Tahun, Kak Icel," ucap Aya sambil menyerahkan kado yang sudah kami siapkan. "Ini kado dari
Setibanya di rumah sakit, aku diminta berbaring di bed periksa pasien. Segera Bidan Lely, Bidan senior yang bertugas hari itu melakukan pemeriksaan dalam."Sudah ada pembukaan, tapi masih buka 3. Saya laporakan ke dr Tomi dulu, Ibu Audrey," ujar Bidan Lely.Menurut Om Tomi walau masih pembukaan 3, aku lebih baik menunggu di rumah sakit saja, menempati kamar VVIP yang memang sudah dipesankan Shabina. Walau anak pertama biasanya proses pembukaan akan lebih lama, tapi setidaknya aku dan suamiku bisa lebih tenang. Apalagi gelombang-gelombang cinta dari bayiku semakin sering aku rasakan."Sakit ya, Sayang?" tanya Mas Gibran seraya mengusap puncak kepalaku."Ya sakitlah, Mas! Sakit banget malah!" ketusku. Lagian pakai acara tanya sakit atau tidak! Ya pasti sakitlah, namanya juga kontraksi mau melahirkan.Mas Gibran hanya menghela nafas. Dia terus mengusap pinggangku dengan sabar. Walau terkadang omelan-omelan keluar dari mulutku.Tak lama, ruang rawat inap yang aku tempati mulai ramai. Kare
2 Tahun BerselangSore ini aku sedang berada di pesta ulang tahun Mama Elma. Tahun ini mama mertuaku itu memilih merayakan ulang tahunnya hanya dengan sebuah perayaan sederhana. Sehingga kami hanya mengadakan sebuah pesta kebun sederhana di halaman belakang rumah mewah keluarga Adinata. Hanya keluarga, kerabat, dan sahabat dekat Mama Elma yang diundang."Pasti Tante capek, ya? Ayo, duduk sini!" ujar Gea seraya menggeser kursinya untukku. Akupun mengikuti permintaannya, duduk manis dengan perut yang sudah sangat membuncit."Wah ... perut Tante makin membesar. Ini gak mungkin meledak 'kan, Tante?" Luna menatap perutku ngeri-ngeri sedap."Ya gak mungkin, sayang," timpal Kak Livy yang kebetulan juga duduk di meja yang sama dengan Kami."Gak mungkin? Perut ibu hamil itu elastis berarti ya, Ma?" tanya Luna penasaran.Kak Livy menganggukan kepalanya. Kakak iparku itu kemudian menjelaskan pada anak bungsunya bahwa atas kebesaran Tuhan, perut seorang wanita memang didesign untuk bisa menjadi r
"Selamat pagi, istriku," suara bariton Mas Gibran menyapa pagiku di hari pertama aku resmi menjadi Nyonya Gibran Maharsa Adinata.Ah ... gini ya rasanya sudah menikah. Bangun tidur sudah ada yang menyapa dengan mesra. Indah sekali rasanya awal hari kita."Shalat shubuh dulu, Sayang!" bisik Mas Gibran dengan mesra. Aku yang masih berusaha mengumpulkan nyawa, hanya menggeliat-liat manja di bahu atletisnya."Memangnya jam berapa sekarang?" tanyaku ogah-ogahan."Ini sudah jam 6 pagi. Perutku juga sudah keroncongan. Semalaman energiku habis memanjakan istriku," seloroh Mas Gibran.Hash! Memanjakan istri? Bukannya aku yang malah memanjakan dia? Sampai-sampai aku kelelahan seperti ini!Sepanjang malam Mas Gibran terus saja menyatukan jiwa raga kami. Meminta lagi dan lagi jatahnya sebagai seorang suami. Kakiku saja kini terasa sulit untuk digerakkan. Kedua pangkal pahaku terasa sangat perih. Belum lagi warna-warna kemerahan di sekujur tubuhku. Peta-peta kemerahan karya suami tercintaku ini ad
Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Aku dan Mas Gibran sudah berada di salah satu kamar hotel tempat acara akad nikah dan resepsi kami digelar. Mas Gibran sengaja meminta Tian menyiapkan kamar president suite untuk kami berdua malam ini. Menurut Mas Gibran pasti Kami akan kelelahan jika harus pulang ke rumah setelah serangkaian acara dari pagi hingga malam."Akhirnya bisa selonjoran juga," gumam Mas Gibran yang baru saja mendaratkan tubuhnya di ranjang. Sedangkan aku masih direpotkan dengan rambut landakku.Ampun deh ya, ini rambut kayaknya harus aku keramasi 5x baru bisa kembali normal. Padahal aku sudah meminta model rambut sesimple mungkin. Tapi tetap saja rambutku penuh hairspray seperti ini.Akupun bergegas ke kamar mandi. Memulai sesi keramas dengan menggunakan shampoo khusus yang disiapkan Kak Livy. Kata Kakak iparku, shampoo ini adalah shampoo khusus rambut landak et causa penggunaan hairspray. Shampoo andalan para pengantin baru!Ya ... semoga saja shampoo ini benar-benar memb
Malam harinya, resepsi pernikahan kami digelar. Masih di tempat yang sama namun dengan konsep acara yang berbeda.Pada akad nikah, kami menginginkan acara yang sakral dan hanya dihadiri keluarga dan sahabat. Sedangkan pada resepsi pernikahan, kesan mewah, megah, dan meriah sangat tampak di konsep acara.Selain itu tamu undangan yang hadir juga jauh lebih banyak pada acara resepsi malam ini. Jika pada akad nikah hanya dihadiri keluarga, kerabat, dan sahabat, pada resepsi malam ini tamu yang hadir datang dari berbagai kalangan. Mulai dari kalangan pengusaha kelas atas negeri ini, para sosialita teman-teman Mama Elma, sampai beberapa selebriti terkenal.Astaga, Kak Livy benar-benar all out dalam mempersiapkan acara resepsi malam ini.Aku dan Mas Gibran bak ratu dan raja dalam semalam. Gaun nerwarna bronze yang aku gunakan dipadukan dengan tiara di atas kepalaku, membuatku tampil seperti ratu di buku dongeng yang biasa aku baca semasa kecil dulu. Apalagi di sampingku berdiri seorang pria
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Hari pernikahanku dengan Om Tampanku, Gibran Maharsa Adinata.Pukul 05.30 Kami sudah berada di salah satu hotel keluarga Adinata. Di ballroom hotel inilah pernikahan kami akan digelar. Dimulai dengan akad nikah di pagi hari, kemudian dilanjutkan dengan resepsi di malam hari.Sejak pukul 06.00 pagi tadi, seorang makeup artis ternama ibukota sudah memoles wajah blasteranku. Menurutnya butuh waktu sekitar 2 jam untuk makeup dan hairdo. Sedangkan akad nikah sendiri dimulai pukul 08.00 wib dengan ijab qabul harus terlaksana pada pukul 08.30 wib.Setelah makeup dan tatanan rambut selesai dikerjakan, aku mulai dibantu untuk memakai kebaya cantik yang sudah dibuatkan khusus untukku oleh mama mertua Kak Livy."Cantik sekali!" puji Shabina dan Mentari yang sudah siap menjadi pengiringku menuju meja akad."Iya, cantik sekali Kamu, Audrey!" puji mama mertua Kak Livy."Berkat makeup dan hairdo kak Bonita, ditambah baju buatan Tante yang luar biasa indah," balasku
Malam sudah larut. Mas Gibran tadi juga sudah mengabari bahwa dia hendak pulang dari rumah sakit. Dia menugaskan Theo, salah satu bodyguardnya yang lain untuk menemani Clara. Sedangkan Jay diminta kembali ke rumahku untuk menjagaku dan Mama.Ada kelegaan di hatiku ketika tau Mas Gibran sudah pulang dari rumah sakit. To be honest aku tidak rela Mas Gibran kembali bertemu Clara, apalagi tidak ada aku di sampingnya. Tapi ya mau gimana lagi? Mas Gibran tadi sudah berjanji akan menyusul Clara ke Rumah Sakit, sedangkan aku tidak mungkin ikut ke sana.Selain untuk melihat kondisi Aurora, Mas Gibran ke rumah sakit juga untuk memperingati Clara. Kalau dia kembali nekat, Mas Gibran sudah tidak akan lagi memaafkannya. Ini sudah ketiga kalinya Clara hendak mencelakaiku. Rasanya sudah lebih dari cukup memberi kesempatan pada penyanyi cantik itu.Namun untuk memberi efek jera, Mas Gibran tetap akan memberi hukuman pada Clara. Memang bukan melaporkan ke pihak berwajib, tapi Mas Gibran akan menyampai