Hana langsung meninggalkan Aline dan Ravi, menghampiri Kendra dan Devan yang tengah naik kuda, awalnya Hana hanya berdiri saja melihat Kendra dan Devan dari luar pagar.Hana melihat mereka begitu senang, terlebih lagi Kendra, yang begitu bahagia bermain kuda bersama Devan.Hana terus saja memperhatikan Devan dan Kendra, sebuah senyuman terbit di bibir Hana kala melihat Kendra tertawa bahagia bersama Devan di atas kuda.Devan dan Kendra mereka memutari lapangan, Devan membimbing Kendra saat menaiki kuda itu, mengajari anak itu, walaupun mungkin anak itu belum mengerti betul bagaimana cara menunggang kuda.“Apa benar Devan bisa jadi ayah yang baik untuk Kendra?” Sepintas Hana melamun sambil membatin melihat kedekatan Kendra dan Devan.“Apa nanti jika kita beneran menikah, Devan tak akan merubah sikapnya terhadap Kendra?” Hana terus bertanya-tanya dalam hatinya, ada sedikit rasa takut menghantui dirinya, takut jika Devan berubah saat mereka sudah menikah, takut semua sikap baiknya saat i
Devan mengangkat tubuh Hana pada hitungan ketiga, wanita itu berhasil naik ke atas punggung kuda, Devan lalu ikut naik keatas kuda, Devan duduk di belakang Hana.Van tersenyum saat berada sedekat itu Dengan Hana, sedangkan Hana sendiri merasa gugup, Devan begitu dekat dengannya bahkan deru nafas lelaki itu begitu terasa menyentuh pipinya. Saat ini Hana sudah merah merona pipinya sudah seperti tomat karena ulah Devan.Devan lalu mengajarkan pada Hana, kedua tangan Devan memegang tali kekang itu, menariknya secara perlahan.“Pegang tali ini Hana, dan tarik secara perlahan nanti kuda itu akan bergerak, berjalan sesuai arahan mu, pelan-pelan saja,” ujar Devan berbicara pada Hana.Secara perlahan Hana menarik tali kekang itu, kuda pun langsung berjalan, Devan mengajarkan Hana secara perlahan cara menunggang kuda, mereka pun berkuda hingga ke bukit.Jangan ditanya bagaimana perasaan Hana saat ini, dia merasa gugup sekali, posisinya dengan Devan begitu dekat, membuat jantung Hana terus ber
Hana pamit pulang setelah mendengar penuturan dari ibu Devan. Tak ada gunanya lagi Hana berada di sana.“Baiklah karena acara sudah selesai saya sudah memenuhi undangan Pak Devan. Terima kasih atas undangannya, saya pamit pulang terlebih dahulu karena sudah waktunya Kendra untuk tidur siang.”“Hana, Biar aku antar, kebetulan aku pun ingin pulang sekarang,” ucap Ravi.Mendengar yang dikatakan Hana, Ravi hendak mengambil kesempatan dan berniat untuk mengantar Hana pulang namun Hana yang menjaga perasaan Aline menolak secara halus Dia berkata Jika dia akan pulang bersama dengan Aline.“Maaf Pak Raffi tidak perlu saya bisa pulang bersama dengan Aline, kebetulan kami searah dan alim pun harus pergi ke rumah saya karena barang-barangnya masih tertinggal di rumah saya,” tolak Hana dengan sangat lembut. Ia pun tersenyum ke arah Ravi dan memberi kode ke arah Aline dengan menaikkan sebelah alisnya.Aline yang paham akan kode yang diberikan oleh Hana pun mengiyakannya, dengan menganggukkan kepal
“Hallo Diva sayang, katakan pada ayah ibu mu, bahwa Tante ingin bertemu dengan mereka.”“Baik, Tante! Diva akan sampaikan pada mereka.”Maya kemudian mengakhiri panggilan telvonnya dia benar-benar ingin pertunangan Devan cepat di lakukan.Sedang di sisi lain, saat ini Ravi yng tengah melihat Hana seorang diri di kantin kantor lalu mendekatinya.“Hay, Hana! Apa aku boleh duduk disini?” Tanya Ravi, lelaki itu langsung duduk tanpa menunggu jawaban dari Hana.Hana sendiri langsung tersadar dari lamunannya dan tersenyum di sertai anggukan tanda dia mengizinkannya.“Kenapa kau hanya sendiri disini, dan apa yang kau lamunkan itu,apa ada masalah?” Tanya Ravi memulai percakapan mereka sambil makan siang bersama.“Tidak, pak Ravi. Aku hanya senang saja melamun.” Dengan sedikit malu Hana menjawabnya.“Dimana Aline, mengapa kau tidak bersamanya bukankah kalian selalu bersama-sama?”“Aline saat ini tengah menangani sebuah proyek, Sepertinya dia pergi keluar.”“Oh iya aku lupa dia menangani proyek
Rafi terus menatap kepergian Hana dengan senyum-senyum sendiri, entahlah mungkin dia merasa lucu dengan tingkah lakunya saat ini. Tempat sadar dia melamun sambil menatap ke arah pintu yang jelas saat ini Hana sudah tidak ada lagi di sana, ia tentu saja sudah berada di ruangannya sekarang.Devan yang saat itu ingin ke ruangan Raffi melihat Hana keluar dari ruangan Raffi langsung menghentikan langkahnya dia bersembunyi di balik tembok. Hana terus saja berjalan dia tidak tahu jika langkahnya saat ini tengah diperhatikan oleh Devan.Saat Hana sudah melewatinya, Devan pun keluar dari persembunyiannya dia membalikkan badannya lalu melihat ke arah Hana menatap kepergian wanita itu dengan perasaan sedih. Ingin sekali Devan menghentikan langkah Hana dan berbicara pada wanita itu namun lagi-lagi dia teringat akan ancaman ibunya hingga mengurungkan niatnya.Sekarang Devan hanya bisa menatap Hana dari kejauhan dia tidak ingin mempersulit wanita itu.Devan menghela nafas berat Dia kemudian membali
Devan yang melihat Hana pergi dan ingin keluar dari ruangannya pun segera menghampirinya, dengan langkah lebar Devan mengejarnya. Devan berhasil mencekal tangan Hana saat ia akan membuka pintu ruangan depan.“Hana tunggu, a- aku minta maaf.” Sambil terbata dan tak tau harus berkata apa, dia menjadi bingung dengan sikapnya sendiri, Devan kelepasan dan tak bisa mengontrol dirinya.Devan menggenggam erat tangan Hana, ia berusaha untuk meminta maaf dengan apa yang baru saja dia lakukan pada Hana. Entahlah saat itu Dia benar-benar kehilangan akal dan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri Karena rasa cemburu yang dia rasakan saat melihat Hana bersama dengan Raffi. Devan benar-benar merasa emosi.Hana merasa sangat marah sekali pada Devan, dia langsung mengamuk dan memarahinya. Hana mengelap bibirnya berkali-kali. Sambil menangis tatapannya begitu tajam, tersirat kebencian di dalam matanya.“A-apa. Apa semudah itu kamu minta maaf Devan. Emangnya kamu anggap aku ini apa Devan? Apa kamu mengan
Karena Ravi terus memaksa, Hana akhirnya ikut pulang bersamanya. Ravi langsung membuka pintu mobil dan Hana masuk. Dia merasa senang akhirnya Hana mau ikut dengannya mengizinkan untuk mengantarnya. Tidak ada percakapan di antara keduanya selama perjalanan. Hana diam, begitupun juga dengan Ravi yang sesekali Ravi melihat ke arah Hana, namun tidak berkata apapun. Dia tahu kalau Hana masih kesal, Ravi tidak ingin mengganggunya, dia memilih fokus pada jalanan.Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di pelataran parkir apartemen Hana, Ravi menghentikan mobilnya. Hana turun tanpa menunggu Ravi membukakan pintu untuknya. Ravi pun ikut keluar dari mobil.“Bapak nggak mau mampir dulu sebentar?” Maksud Hana hanya basa-basi mengajak Ravi mampir. Namun tanpa diduga Ravi mengiyakan tawarannya. “Kalau bapak nggak sibuk.”Ravi menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Nggak mengganggu waktu istirahat kamu, kan?”Hana menggeleng. “Nggak, kok.”Ravi mengikuti Hana ke apartemennya. Sampai di depan pintu
Raut Ravi seketika berubah. Dia tidak mengerti dengan ucapan Devan. Dilihat dari wajahnya, Devan terlihat serius. Ravi tersenyum miring. “Kenapa aku harus menjauhi Hana?” Ravi menatap tajam ke arah Devan. “Devan, aku sudah lama penasaran. Apa hubunganmu dengan Hana?” Ravi merasa tidak suka dengan larangan itu, entah mengapa dia merasa kesal.“jawab saja pertanyaanku, Ravi. Jangan malah balik bertanya. Kamu tinggal menjawab saja, kan?” Devan memalingkan wajah. “Jadi apa susahnya?”“Tunggu dulu Devan,” Ravi mengangkat tangannya. “Aku nggak paham maksudmu. Alasannya apa aku nggak boleh dekat-dekat Hana? Dia tidak sedang terikat dengan laki-laki manapun. Jadi nggak ada salahnya, kan?” Ravi mendekati Devan. “Atau jangan-jangan kamu menyukai Hana? Benar begitu?”Devan diam. Dia kembali bingung. Skenario yang telah disusunnya sejak tadi tiba-tiba ambyar. Dia ingin mengakui, tetapi ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. “Nggak. Aku nggak suka aja kamu terlalu dekat sama dia.” Devan mendes
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda