Malam mulai tinggi ketika hana berjalan menegarkan langkah, menapaki lantai loby hotel mewah di bilangan Jakarta Selatan yang baru saja didatanginya. hana menarik nafas panjang, dia langsung menuju ke arah lift. hana berjalan lurus, tanpa melirik ke kanan atau ke kiri sedikitpun. Perasaannya terasa tak karuan ketika berdiri menanti pintu lift itu membuka.
Ting!Denting suara lift membuyarkan lamunannya. Hana menarik nafas panjang. Setiap tarikan nafasnya terasa sama sekali tak melunasi sesak di dadanya. Hana rasanya ingin menangis.Hana melangkahkan kaki ke dalam lift itu. Dia segera memencet tombol lift untuk menuju ke lantai 25. Jantung Hana rasanya berdebar semakin kencang. Hana berusaha menghilangkan rasa sesak di dadanya, berusaha memudarkan air mata yang terasa hendak menyelinap keluar dari pelupuknya. Dia menengadahkan kepala, hana tahu, dirinya tak mau kelihatan sedih atau takut. Semua ini sudah menjadi keputusannya.Hana memandang bayangan dirinya yang dibiaskan oleh pintu lift berwarna perak. Wanita cantik itu berdiri kikuk. Gaun hitam tujuh per delapan yang dikenakan Hana membalut tubuh tinggi semampainya. Hana tampak anggun dalam balutan busana itu. Tapi tidak, bukan itu alasan Hana mengenakan warna hitam hari ini, hana sedang merasa berduka.Sekali lagi Hana menarik nafas panjang dan menghembuskannya kuat. Di dalam hati, hana merasa sedikit beruntung karna hanya dirinya yang ada di dalam lift itu.Ting!Suara lift yang kembali berdenting membuat Shana otomatis memejamkan mata. Rasanya setiap langkah akan sangat sulit baginya. hana menguatkan diri. Dia melangkah keluar dari lift itu. Sekilas melihat papan penunjuk dan berbelok ke kanan.Hana melangkah dengan tegar. Sesaat dia memuji kemampuan dirinya memainkan peran itu. Kalau saja Hana menuruti keinginan hatinya, dia mungkin merangkak pada selasar di antara kamar-kamar presidential suite itu.Semakin mendekati kamar yang dituju, langkah Hana berubah pelan. Seketika perasaan takut menyerang dirinya, 'Haruskah aku masuk ke dalam sana?' Hana bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Ada sebuah keraguan yang menghampiri pikiran wanita itu.'Ya, aku harus masuk ke dalam dan menyelesaikan segalanya!' Seketika ia teringat akan bocah kecil berusia 3,5 tahun itu. Bocah yang sekarang tak berdaya menunggunya. Hana pun memantapkan hatinya kembali, melangkah tanpa rasa takut ke arah yang ditujunya.Kamar 2509! Sesuai dengan nomor kamar yang dikatakan sahabatnya pagi tadi. Hana berhenti tepat di depan kamar itu. Dia menarik nafas panjang sebelum jemari lentiknya dengan ragu memencet tombol bel pintu.Hana menundukkan kepalanya, wanita itu merasa sangat gugup sekali. Ingin rasanya ia berlari dari sana. Tapi tidak, tentu saja dia tidak boleh lari. Hana datang karena kemauannya sendiri, karena keputusan yang telah diambilnya.Pintu itu terbuka, Hana yang menunduk seketika mengangkat wajahnya pelan. Matanya menyusuri sebuah sosok yang ada di hadapannya dari kaki hingga mata bertemu mata. "Masuklah," ujar lelaki berparas tampan yang sedang berdiri di depannya saat ini.Lelaki itu adalah Devan, bos besar dari perusahaan tempat sahabatnya bekerja. Wajah rupawan lelaki itu memang tersenyum tipis, namun senyuman itu tampak seperti seringai bagi hana.Hana terdiam menatap wajah tampan nan dingin itu. Sebuah rahang kokoh yang sedikit di tumbuhi cambang tipis, sorot matanya yang tajam dengan bola mata berwarna hazel itu seharusnya bisa membuat setiap wanita yang melihatnya terpesona, tapi tidak bagi Hana. Bagi hana, lelaki itu hanyalah sebuah jalan keluar yang dapat membantu dirinya."Hemm ...."Lelaki itu berdeham seketika membuyarkan lamunan Hana, Hana langsung mengubah raut wajahnya yang tegang. Dia mengangguk pelan. Tanpa menunggu, Hana melangkah menjejakkan kakinya di kamar hotel itu ketika sang lelaki di hadapannya sedikit mundur, memberikan hana jalan untuk masuk.Lelaki itu kini duduk di sebuah sofa besar di tengah ruangan. "Duduklah," ucapnya sambil terus menatap ke arah wanita cantik di hadapannya."Kau mau minum? Kau sudah tahu namaku kan? Aku--" Lelaki itu bertanya sambil mengulurkan tangannya namun ucapannya disela oleh Hana."Aku tidak mau minum, juga tak ingin mengetahui siapa dirimu, kita lakukan saja apa yang sudah kita sepakati." Hana memotong ucapan Devan, ia ingin segera menyudahi segalanya agar bisa pergi dari tempat itu.Devan tersenyum sinis, sebelah tangannya mengusap rahang kokoh miliknya. Devan berdiri lalu berjalan ke arah Hana.Semakin dekat lelaki itu pada dirinya, semakin gugup pula perasaan hati Hana. Ketika Devan sudah berjarak hanya beberapa jengkal dari Hana, lelaki itu menghentikan langkahnya. Kedekatan lelaki itu membuat jantung Hana berdetak dengan kencang.Devan memegang dagu Hana menariknya ke atas, lelaki itu memperhatikan wajah cantik dengan mata sayu dan bulu mata yang lentik menatap ke arahnya, perlahan pandangannya turun ke bawah, ke bibir mungil berwarna peach yang begitu menggoda.Hana merasa sangat gugup saat perlahan lelaki itu mendekatkan wajahnya. Sekarang denyut jantungnya Hana sudah tidak karuan.Perlahan Devan mendekatkan bibirnya, mata itu sempat melihat ke arah wajah Hana memperhatikan raut mukanya yang mulai tegang, Devan tau jika saat ini wanita yang ada di hadapannya tengah gugup.Lelaki itu langsung melihat ke arah bibir Hana dan mulai menciumnya, ciuman yang hanya menempel di bibir Hana. Devan sengaja karena ia ingin tau reaksi apa yang diberikan oleh wanita itu.Namun setelah sepersekian detik tak ada pergerakan apapun, Devan mulai kembali, dia melumat bibir itu, satu tangannya ia lingkarkan kebelakang tengkuk Hana, ia sedikit mendorong kepala Hana untuk memperdalam ciumannya.Hana hanya diam saja, ia bingung harus membalas atau tidak. Hana merasa begitu malu, jijik, dan enggan melakukannya. Namun saat lumatan itu bertambah dalam, tubuh Hana tak mampu lagi menolaknya. Devan terus saja melumat bibir Hana Hingga wanita itu membuka sedikit mulutnya, lidahnya mulai masuk ke dalam dan bermain dengan leluasa di sana, ia semakin menekan tengkuk Hana sesekali meremas rambutnya dengan lembut."Mmmhhh ...."Satu desahan indah lolos begitu saja dari mulut Hana, ia sendiri terkejut mendengarnya. Pikiran dan hatinya menolak, namun hasrat di dalam dirinya sebagai seorang wanita dewasa seakan bertolak belakang dan merespon apa yang dilakukan lelaki itu.Mendengar suara indah itu lolos begitu saja, Devan semakin bersemangat. Dia memperdalam ciumannya, hingga hana kehabisan nafas, Devan segera melepas pangutannya.Nafas keduanya memburu, hana mengambil banyak udara agar dia bisa merasa lega namun Devan sepertinya tak membiarkan itu berlangsung lama. Lelaki itu sudah menciumnya kembali dan melumat bibir itu dengan penuh gairah. Bibir tipis lelaki itu lalu turun ke leher jenjang milik Hana, di ciumnya leher itu, satu tangannya meremas salah satu bukit kembar milik Hana."Ah ...."Suara indah itu kembali melompat dari bibir hana, Devan jadi begitu bersemangat. Devan melepaskan retleting gaun yang dikenakan Hana. Dia meremas bahkan memainkan puncak milik Hana, wanita menengadahkan kepalanya ke atas, perlahan Devan membuka gaun yang di kenakan oleh Hana hanya dengan satu tarikan, gaun itu meluncur bebas menuju lantai.Devan tertegun melihat pemandangan indah yang ada di hadapannya. Tubuh polos Hana dengan lekukan tubuhnya yang begitu menggiurkan membuat hasrat Devan semakin bergejolak.Tanpa menunggu lama, Devan langsung saja menyambar bibir Hana dan menciumnya. Ia lalu menuntun Gadis itu untuk ke arah ranjang tanpa melepas pangutannya. Devan dengan pelan menidurkan Hana. Setelahnya, Devan dengan begitu bersemangat melepas pangutannya dan turun ke arah leher. Dia mengecup seluruh bagian itu menimbulkan rasa geli menjalar di seluruh tubuh Hana.Belum lagi permainan jemari Devan pada dua gunung kembar miliknya, membuat hana menggeliat merasakan sensasi panas menjalar ke seluruh tubuhnya. Bibir Devan lalu turun kearah bukit kembar milik hana memainkan, bibir lelaki itu dengan buas melahapnya. Lidahnya bermain indah di atas puncak gunung kembar itu, membuat Hana terus mendesah mengeluarkan suara indahnya.Satu tangan Devan mengarah pada lembah milih Hana, mencari titik sensitif milik wanita itu, kemudian ia pun bermain-main disana membuat Shana merasa tak berdaya. Hana merasa malu dan merutuki dirinya sendiri karena menikmati setiap permainan yang diberikan oleh lelaki itu.Devan sudah tak sabar ingin menikmati lembah milik Hana, ia pun mengarahkan pusakanya kesana. Hana memalingkan wajahnya saat tanpa sengaja ia melihat pusaka milik Devan yang sudah menjulang tinggi dan siap menghujam miliknya. Pipi wanita itu seketika merona merasa malu akan apa yang dilihatnya.Perlahan tapi pasti, Devan mulai masukkan miliknya pada lembah Hana. Ia memaju mundurkan pusakanya dengan ritme pelan namun perlahan ritme itu berubah semakin cepat, sampai ia mencapai puncaknya.Lelaki itu langsung jatuh ke pelukan Hana. Wanita itu hanya diam saja tanpa membalasnya, hana hanya berusaha mengatur nafasnya. Hingga tak berselang lama, ia terlelap karena kelelahan.Devan lalu berguling ke samping tubuh hana, memperhatikan wajah cantik yang saat ini berada di sampingnya. Devan menutupi tubuh Hana dengan selimut dan mulai memejamkan matanya. Devan tersenyum tipis, dia menikmati semuanya hingga tertidur.Ketika mentari pagi menyapa, Hana terbangun dari tidurnya. Hana mendapati lelaki itu sedang mengenakan pakaiannya. Devan memang baru saja selesai mandi. Hana masih berbaring membelakangi Devan, ia tak ingin melihat wajah lelaki itu.Melihat Hana bergerak, Devan menyadari kalau Hana sudah tidur. "Aku sudah meletakkan cek sejumlah yang kau inginkan di atas meja. Maaf aku harus pergi karena pagi ini ada proyek yang harus aku kerjakan," ujar lelaki itu sambil memakai jasnya.Hana hanya diam saja tak menjawab, seolah ia tak perduli. Hana tengah menangis tanpa suara. Air mata bergulir di pipinya ketika ia mengingat semua yang di lakukannya semalam bersama Devan.Devan yang tak mendapat jawaban dari Hana pun segera keluar dari kamar hotel tersebut. Dia meninggalkan Hana sendirian di sana.Setelah mendengar suara pintu yang membuka dan tertutup kembali, Haha yakin kalau Devan sudah pergi. Perlahan Hana bangun, ia melihat cek yang ada di atas meja lalu beranjak untuk mengambilnya."Akhirnya aku mendapatkan uang ini," gumamnya lirih sambil menatap nominal yang tertera didalam cek tersebut.Hana saat ini duduk terdiam, menatap kearah luar jendela, pandangan matanya kosong dengan memegang cek di tangannya. entah apa yang ad di fikiran wanita itu saat ini Hana merasa lega bisa mendapatkan uang itu, ia tersenyum namun matanya mengeluarkan air mata, wanita itu mengusap kasar pipinya untuk menghapus jejak air mata yang baru saja jatuh. sungguh bukan ini yang dia mau, bukan ini yang dia harapkan dalam hidupnya.Pikirannya menerawang entah kemana, ia terhanyut dalam lamunannya untuk sesaat, pandangan matanya kemudian menyusuri ruangan yang saat ini di tempatinya.Setiap sudut ruangan itu tak luput dari pandangannya, air matanya luruh begitu saja tanpa ia minta. Hahaha menangis tergugu seorang diri.Hana kemudian menyimpan cek itu dalam tasnya, seperti orang yang tak bersemangat Hana lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri. dengan langkah lunglai, di berjalan.Hana berdiri di bawah shower, ia menyalakannya, lalu air pun turun membasahi seluruh tubuhnya, Hana m
Hana begitu sedih, gadis itu meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya, air matanya tak mampu lagi ia bendung, kesedihannya begitu dalam.Dari arah lain dokter kini tengah berjalan ke arahnya, sekilas Hana hanya melihat dari bayangan matanya, ia lalu mengusap air mata di wajahnya dan berusaha untuk mengatur emosinya.Saat ia menolehkan kepalanya kearah samping, dokter itu tersenyum ke arah Hana lalu masuk kedalam ruang rawat di ikuti suster dibelakangnya.Hana lalu berdiri menarik nafas untuk menetralkan emosi dalam diri lalu menghembuskan kemudian masuk mengikuti dokter kedalam ruang rawat putranya. Ia berusaha sekuat tenaga menyembunyikan kesedihan yang ada dalam dirinya dari orang lain bahkan termasuk putranya sendiri.Dokter memeriksa dengan stetoskop, memeriksa mata dan denyut nadinya, Hana hanya memperhatikan saja apa yang di lakukan oleh dokter. Sedangkan suster yang ada di sampingnya mencatat setiap detail perkembangan dari anak yang saat ini tengah menjadi pasien di rumah sak
Hana berjalan ke arah pintu lalu membuka pintu itu, ia tersenyum senang ternyata sahabatnya Aline yang datang.Aline tersenyum saat pintu itu terbuka ia mengangkat tangannya yang sedang membawa paperbag menunjukkannya pada Hana.Hana melihat kearah tangan Aline dan beralih menatap sahabatnya itu sambil tersenyum, Hana melihat jika Aline tak sendiri, Hana mengerutkan keningnya dan menatap ke arah Aline seolah ia meminta penjelasan tentang siapa yang datang bersama dengannya.Aline langsung mengajak Hana untuk masuk dan ia akan menjelaskannya di dalam, mereka bertiga masuk tak lupa Hana menutup pintu itu kembali."Hana kenalin ini Nyonya Rosana, beliau ini Ibu dari bosku Ravi, nyonya Rosana ini juga pemilik saham ditempat aku bekerja." aline tersenyum ke arah Hana dan beralih ke nyonya Rosana.Hana mengulurkan tangannya, "Hana." Hana membungkukkan kepalanya kemudian menatap nyonya Rosana.Nyonya Rosana pun mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Hana sambil tersenyum ramah padanya."
Tepat pukul enam sore sepulang Aline bekerja ia langsung pergi kerumah sakit menepati janjinya, wanita itu akan menemani sahabatnya, memberikan dukungan pada Hana.Saat ini Aline sedang membeli makanan untuk Hana, sahabatnya itu pasti tidak akan keluar dari ruang rawat anaknya, ia tak akan meninggalkan Kendra seorang diri.Aline menarik napas panjang sepenuh dada, ia sungguh prihatin akan nasib yang di terima oleh sahabatnya itu, gadis malang itu tak memiliki siapapun di sisinya saat ini.Setelah makanan siapa Aline langsung berjalan kaki, karena ia membeli makanan tak jauh dari rumah sakit, ralat lebih tepatnya di depan rumah sakit.Ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit itu hingga Aline sampai tepat di depan pintu, gadis itu lalu masuk setelah mengetuk pintu ruangan itu.Aline tersenyum pada sana saat ia masuk dan mendapati sahabatnya itu Tengah duduk di samping ranjang Kendra Ia pun segera mengajak sana untuk makan malam bersama.Saat mereka Tengah asik berbincang-bincang sambi
Aline menatap wajah Hana, ada guratan ke khawatiran dan kesedihan di sana, Aline menggeser tubuhnya mendekat pada Hana lalu megang tangan Hana menggenggamnya erat."Hana, aku tau apa yang kamu takutkan, aku tau kekhawatiran mu, aku mengerti akan perasaanmu saat ini, tapi ... Kesempatan tak datang dua kali Hana." Aline mencoba berbicara pada hana meyakinkan gadis itu untuk menerima tawaran dari Bu Rosita."Apa kau tak memikirkan Kendra kedepannya? Kau tahu betul dia masih membutuhkan banyak biaya untuk memulihkan kondisinya, ia masih harus cek up ke rumah sakit beberapa kali, untuk memastikan Kesehatannya benar-benar pulih, dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit."Aline berusaha membujuk hana dengan kata-kata darinya, apa yang dibicarakan Aline tidaklah salah, hana memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk proses penyembuhan anaknya itu."hana, perusahan Devan begitu besar, banyak proyek - proyek besar yang akan di kerjakan, terlebih lagi melihat kemampuanmu dalam bidang
Jelas sekali kalau soal pekerjaan tengah menjadi pokok pikiran Hana saat ini. Baru saja Hana membuka matanya di pagi hari, selain mengingat tentang Kendra, Hana langsung memikirkan tentang lamaran pekerjaan yang kemarin dikirimnya.Usai mengurus Kendra di kamarnya, Hana langsung berjalan ke dapur sembari memeriksa email di telepon genggamnya. Hana menarik nafas panjang ketika belum ada satu pun surat elektronik yang masuk ke dalam kotak pesannya."Semoga saja hari ini. Kalau dipikir-pikir, aku memang baru mengirimkan surat lamaran pekerjaan malam tadi. Sudah sepantasnya mereka belum membalas." Hana mendadak terkekeh pelan karena merasa konyol.Ting Tong!Hana terhenyak mendengar bunyi bel pintu. Dia melamun sejak tadi hingga bisa terlonjak seperti itu. Hana segera berjalan ke pintu dan membuka pintunya."Aline, masuklah. Kau tidak bekerja hari ini?" tanya Hana."Tentu saja bekerja. Aku hanya mampir membawakan sarapan. Aku pikir mungkin saja kau sibuk karena Kendra baru pulang dari rum
Kini Hana sudah berada di depan rumahnya ia berjalan dengan begitu lunglai perasaannya saat ini menjadi khawatir cemas tak menentu pikirannya berkelana mengingat kembali wawancara pekerjaannya dengan HRD tersebut.Hana berjalan masuk ke dalam rumah, ia sedikit enggan untuk melangkah kemudian duduk di sofa yang ada diruang depan. Menghempaskan tubuhnya begitu saja, Hana menarik nafas dalam sepenuh dada..Hana merasa tak percaya diri, seolah ia tahu jika dirinya tak akan di terima bekerja di sana, "Mana ada perusahaan yang akan mempekerjakan orang yang sudah menikah, terlebih lagi yang sudah memiliki anak sepertiku," gumam Hana.Feni yang saat itu berada tak jauh dari sana saat ini ia sedang berada di ruang makan melihat sana merasa kasihan Ia pun berinisiatif untuk membuatkan untuk majikannya berharap bisa sedikit menenangkan perasaannya saat ini.Feni berjalan mendekati sana dengan dua cangkir teh di tangannya Ia pun tersenyum dan mengarahkan teh itu di depan Shana "Minumlah dulu agar
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 namun Devan sepertinya masih enggan untuk beranjak dari tempatnya saat ini, lelaki itu masih saja memikirkan Hana, otaknya saat ini masih di penuhi gadis itu. Entah devpun merasa bingung mengapa dia bisa memikirkan gadis itu terus menerus seolah Hana berada di pelupuk matanya.Devan duduk sambil mengingat kembali momen saat dia mencuri dengar Aline tengah meminjam uang ke bagian HRD. Flash back ...Siang itu Devan tengah berjalan menuju ke ruangan HRD, ia hendak menemui kepala HRD disana, Devan berniat meminta kepala bagian HRD membuka lowongan pekerjaan, karena sebentar lagi perusahaan akan mengajukan tender untuk proyek besar di beberapa perusahaan ternama. Dan perusahaan mereka ikut serta dalam tender tersebut.Saat Devan memegang gagang pintu dan hendak membukanya, langkah kaki Devan terhenti ketika mendengar suara Aline yang tengah memohon, pada bagian HRD."Pak, saya mohon saya sangat butuh uang itu pak, tolong bantu saya untuk kali ini saj
Hana sungguh takut saat ini, bisa bisa nya Devan bertingkah seperti itu di depan ibunya. Jangan di tanya bagaimana rasa gugup dan takutnya Hana saat ini. Dia terus sajaelihat ke arah Maya.Wanita itu tersenyum memejamkan matanya sambil mengangguk pelan dan tersenyum. Pertanda Jika dia sudah merestui hubungan mereka.Devan masih berlutut sambil melihat ke arah Hana Devan harap-harap cemas. Dia benar-benar takut saat ini. Dia berharap jika Hana akan menerimanya.Hana melihat ke arah Devan, kemudian melihat ke arah Aline, Maya dan juga anaknya. Mereka bertiga tersenyum ke arah Hana.Hana kembali melihat ke arah Devan dan tersenyum sambil mengangguk. “Iya, aku mau Devan. Aku mau jadi istrimu.” Hana akhirnya menerima DevanSetelah usai acara malam itu Devan mengantar Hana pulang kembali ke rumah. Berhubung waktu sudah malam Devan langsung pulang dan meminta Hana untuk beristirahat. Sedangkan Aline dan Bu Maya mereka pulang bersama-sama.
“Tentu saja aku serius, mana pernah aku berbohong padamu,” jawab Aline. “Ya sudah aku hanya ingin menyampaikan itu padamu. Aku harus pulang sekarang.” Aline kemudian langsung melajukan mobilnya, meninggalkan apartemen Hana.Devan yang merasa begitu senang, dia langsung berjalan ke arah kamarnya dan bersiap-siap ingin bertemu dengan Hana.“Aku harus pergi menemuinya dan mengajaknya makan malam.”Devan kemudian menelepon Hana dan mengutarakan niatnya dia mengajak sana untuk makan malam bersama hari ini.Tidak menunggu waktu lama kini Devan sudah terlihat rapi dan siap untuk segera pergi ke rumah Hana. Dengan perasaan yang berbunga-bunga dia keluar dari rumahnya dan melajukan mobilnya ke apartemen Hana.Setelah menerima telepon dari Devan, Hana pun bersiap-siap ingin pergi makan malam dengan lelaki itu dia juga merasa sangat senang sekali.Hana lalu meminta pada Mbak Feni untuk menjaga Kendra terlebih dahulu dan menun
Rosiana merasa bersalah pada Aline. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu teringat pada Aline.“Kamu benar-benar bodoh Ravi. Apa yang kau lakukan? Kamu menghancurkan masa depanmu sendiri. Dan lihat sekarang kamu harus menikah dengannya.” Rosiana benar-benar merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Ravi. Dia tidak pernah menyangka jika Ravi akan berbuat segegabah itu. Raffi yang selalu memperhitungkan segala sesuatunya entah apa yang membuatnya menjadi begitu ceroboh dan melakukan kesalahan besar.“Aline, bagaimana dengan gadis itu? Pasti dia sudah mendengar berita ini. Aku harus datang menemuinya dan minta maaf padanya. Harusnya aku mendekatkan mereka sejak dulu.” Rosiana benar-benar menyesal dia tahu akan perasaan Aline pada Ravi anaknya.Rosiana langsung keluar dari ruangan Ravi dan berjalan ke arah ruangan kantor Aline. Dia akan menemui gadis itu sekarang. Rosiana tahu pasti kabar Ini sudah terdengar di telinganya. Paling pasti merasa sedih mendengar berita ini Rosiana berniat
Pagi ini Aline berangkat ke kantor tidak seperti biasanya suasana kantor kali ini sedikit berbeda. Sebagian besar karyawan tengah bergunjing. Aline hanya mengerutkan keningnya sambil melihat ke sisi kanan dan ke kiri sepanjang dia berjalan memasuki lobby kantor.“Ada apa dengan mereka. Kenapa semua orang bergunjing pagi-pagi. Seperti nggak ada kerjaan aja.” Aline berusaha mengabaikan suasana kantor pagi ini dia kemudian langsung masuk ke dalam lift.Aline naik ke lantai 5 tempat kantornya berada. Saat berjalan melewati koridor lagi-lagi setiap karyawan sedang bergosip.Aline hanya berjalan sambil melihat ke arah mereka. Dia kemudian masuk ke dalam kantornya, dan di dalam sana pun semakin gencar semua orang tengah berbisik-bisik.“Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan. Sepertinya topik saat ini begitu menarik hingga seisi kantor membicarakannya.”Jujur saja Aline merasa penasaran Bagaimana bisa dari lantai 1 hingga lantai 5 semua karyawan berbisik dan sibuk bergosip. Bahkan merek
Maya terdiam dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maya benar-benar syok dengan kabar yang dia terima. Kakinya terasa lemas wanita paruh baya itu langsung terduduk di kursi. Sungguh Maya tidak menyangka jika Diva sampai hamil seperti ini.Setelah menyampaikan kabar dokter langsung masuk kembali, meninggalkan keluarga Diva.Kedua orang tua Diva yang juga syok mendengar kabar itu mereka langsung duduk dan melihat ke arah Maya.“Bagaimana ini mungkin?” Tanya Maya dia melihat dan menatap tajam ke arah kedua orang tua Diva. “Dengan siapa Diva hamil, anak siapa yang dia kandung?” Maya begitu menuntut dia tidak memberikan celah pada kedua orang tua Diva.Orang tua Diva sendiri juga tidak tahu jika anaknya hamil Mereka sendiri juga terkejut mendengar penuturan dokter.“Kami tidak tahu Bu anak kami itu anak baik-baik, itu pasti anak Devan. Kami tidak pernah melihat anak kami dekat dengan satu lelaki pun yang kami tahu satu-satunya lelaki yang
Akhir-akhir ini hubungan Hana dan Devan semakin dekat, mereka sering pergi makan siang bersama. Devan selalu meluangkan waktunya untuk Hana bahkan di hari libur Devan sengaja datang ke rumah Hana dan bermain dengan Kendra.Kali ini Devan benar-benar melakukan apa yang ingin dia lakukan mendekati sana dan menarik simpatinya. Berharap bisa meluluhkan hati wanita itu. Tidak hanya dengan Hana Devan pun mempererat hubungannya dengan Kendra. Devan sudah menganggap Kendra seperti anaknya sendiri. Dia menyayangi anak itu tulus walaupun Kendra bukan darah dagingnya.Tidak hanya itu Devan juga memberi proyek untuk membangun gedung kantor baru yang akan didirikan oleh Devan pada Hana.“Hana tolong bantu aku. Aku ingin kamu menangani proyek, membangun gedung kantor yang akan aku dirikan sebagai perusahaanku nanti.“Kamu ingin mendirikan perusahaan sendiri Devan?” Tanyanya dia begitu senang mendengar kabar yang diberitahukan padanya. Devan hanya menga
Diva langsung ketempat Devan saat sudah mengetahui alamatnya. Dia pergi kesana berusaha untuk mendekati lelaki itu seperti yang di perintahkan oleh Maya. Diva berpakaian seksi berharap Devan bisa terpikat dengannya.“Aku yakin dengan begini dia akan tertarik padaku,” ujarnya dengan penuh percaya diri. Diva lalu turun dari dalam mobilnya dia berjalan ke arah pintu dan membunyikan bel rumah Devan.Devan yang saat itu tengah bersiap hendak keluar mengerutkan kedua kuningnya dia merasa bingung siapa yang datang bertamu ke rumahnya. Tidak ada yang tahu alamat rumahnya kecuali Ravi dan juga ibunya bahkan sampai sekarang Devan tidak memberitahu siapapun dan hanya keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang tahu.Dia kan kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu dia terkejut melihat Diva yang sudah berada di depan pintu sambil tersenyum kepadanya.“Diva?”“Hay, Dev,” Sapa Diva perempuan itu menyiapkan Devan dengan senyum y
Dari arah belakang sedari tadi Ravi mengikutinya ternyata lelaki itu menguntit. Membuntuti mereka. Bahkan dari Devan dan Aline keluar dari kantor. Ravi terus mengikuti mereka. Ravi melihat Devan mengemudikan mobilnya ke arah sekolahan Kendra. Lalu ke arah kantor baru Hana. Tak hanya itu Ravi pun mengikuti mereka hingga sampai ke restoran tempat di mana mereka saat ini sedang makan siang.“Ternyata Devan pergi makan bareng Aline, Hana dan juga Kendra,” gumamnya dalam mobil sambil terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Ravi kemudian mencari ponselnya membuka layar itu dan menekan kamera dia akan foto mereka sebagai bukti.“Ini akan menjadi bukti, aku akan menyerahkan ini pada Tante Maya.” Ravi mau foto mereka dari dalam mobil. Dia mengambil beberapa foto untuk diberikan pada Maya.Ravi kemudian melihat hasil jepretannya dia terus berpikir sendiri di atas mobilnya. “Apa yang harus aku lakukan dengan ini. Apa yang harus aku katakan pada Tante Maya
Ravi terus melihat ke arah Devan. Dia tidak menemukan apapun disana, raut wajah Devan mengatakan yang sebenarnya. “Selamat menikmati.” Ravi hanya berkata seperti itu pada Devan namun dalam hati dia meragukannya. “Apa mungkin Devan punya rencana khusus saat ini?” Mendengar ucapan Ravi. Devan dan Aline langsung pergi meninggalkannya. Ravi masih terus melihat kepergian Devan. “Rasanya tidak mungkin Jika dia begitu senang saat keluar dan menyerahkan posisinya seperti itu pasti ada sesuatu.” Ravi terus berpikir jika Devan memiliki sesuatu yang mungkin sedang direncanakan bersama Aline. “Aku harus mengikutinya.” Ravi pun berniat untuk mengikuti mereka. Devan dan Aline sekarang keluar dari kantor mereka menggunakan mobil Devan. Saat di mobil Devan melihat ke arah Aline. “Aline, coba kamu telepon Hana. Bilang padanya jika kita sudah berada di jalan untuk menjemputnya makan siang.” Karena Devan yang saat ini seda