Apartemen milik Edward adalah tempat yang luas dan elegan, dengan langit-langit tinggi dan jendela-jendela besar yang membiarkan sinar matahari pagi menyusup masuk. Mereka baru saja menikah, dan Zuri sedang berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya bersama Edward, sang suami yang ternyata berwibawa namun juga sangat hangat. Edward dan Zuri sudah bangun bersamaan pagi ini. Dia tengah asyik di dapur, memanfaatkan mesin pembuat kopi canggih miliknya. Mesin itu, dibeli olehnya dengan sangat mahal, dan merubah sesuatu yang dirinya banggakan. Suara mesin yang berdesir memenuhi ruangan, mencampur aroma kopi segar yang mulai memenuhi udara di dalam dapur tersebut."Kopi atau cappuccino, Sayang?" Edward bertanya kepada istrinya tanpa menoleh, fokus pada pekerjaannya."Kopi saja, Sayang. Aku masih sedikit ngantuk," jawab Zuri sambil tersenyum, mulai berjalan mendekat ke dapur. Dengan sigap, dia membuka lemari pendingin dan mengeluarkan beberapa bahan untuk membuat omelette keju kesuk
Pagi itu di kediaman Keluarga Kenneth, Suasana sangat sibuk dan penuh semangat. Bunda Ayu dan beberapa maid telah sibuk sejak matahari belum sepenuhnya terbit. Dapur mewah dengan peralatan modern tampak ramai oleh kegiatan memasak yang tiada henti. Aroma harum rempah-rempah memenuhi udara, menggoda siapa saja yang berada di rumah tersebut.Bunda Ayu tampak sibuk mengarahkan para maid. "Maid, pastikan rendangnya dimasak dengan api kecil. Kita butuh dagingnya benar-benar empuk dan bumbunya meresap sempurna.""Baik, Nyonya," jawab sang maid sambil mengaduk rendang di atas wajan besar."Nyonya, lihat ini. Opor ayamnya sudah hampir matang. Bumbunya sudah mengental dan aromanya luar biasa," ujar salah satu maid lainnya.Bunda Ayu mengangguk sambil tersenyum. "Bagus, Maid. Pastikan semua masakan yang kita masak sempurna. Edward sangat suka opor ayam, dan aku yakin Zuri juga akan menyukainya."Di sudut lain dapur, seorang maid sedang menyiapkan ikan tuna sambal goreng spesial. "Nyonya, sa
Dalam perjalanan menuju rumah keluarga Edward, Zuri terlihat diam dari tadi. Dia malah sibuk memandangi gedung-gedung tinggi yang mereka lewati melalui kaca jendela mobil.Asisten Aksa terlihat sedang fokus melajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju ke Kediaman Keluarga Kenneth. Walaupun tangan Zuri berada di dalam genggaman tangan Edward, namun pikirannya entah mengembara ke mana.Sang suami pun menjadi penasaran melihat istrinya yang tiba-tiba menjadi pendiam.“Hei … Kamu kenapa? Kok tiba-tiba berubah menjadi mode silent?” seru Edward mencoba mencairkan suasana.“Ih … apa-apaan sih, Mas Edward! Apa dia nggak tahu jika aku sangat gugup sekarang?” gumam Zuri dalam hatinya.Edward pun semakin dalam menatap istrinya yang masih bertahan dengan mode berdiam diri.“Sayang, Kamu kok diam saja, sih? Apakah kamu sedang memikirkan sesuatu? Tell me, Baby! Jangan dipendam sendiri siapa tahu kamu bisa berbagi masalah denganku?” celetuk Edward lagi.“Apa? Berbagi masalah? Berbagi makanan itu
Dalam sebuah ruang keluarga yang luas dan mewah di rumah megah milik Keluarga Edward, dengan dinding-dindingnya yang tinggi dihiasi lukisan-lukisan klasik, sementara perabotan bergaya Victorian menambah kesan elegan ruangan itu. Sebuah chandelier besar menggantung di langit-langit, menerangi ruangan dengan cahaya lembut yang memantulkan kilauan emas dari setiap sudut.Namun suasana yang tadinya memancarkan kebahagiaan atas kabar bahagia pernikahan antara Edward dan Zuri, mendadak berubah menjadi tegang. Setelah perkataan Bobby yang sungguh menusuk yang mampu membungkam setiap orang yang sedang berkumpul di ruangan elegan itu,Edward masih saja duduk di sofa panjang dengan Zuri Agnesa, seorang wanita cantik dan anggun yang telah mencuri perhatian banyak orang, termasuk beberapa anggota keluarga besar Edward. Hari ini, di hadapan seluruh keluarga besar dan sahabat-sahabat terdekatnya, Edward dengan bangga telah memperkenalkan Zuri sebagai istri sahnya."Hei, Bobby! Aku dan Zuri memang t
Setelah Edward membeberkan dokumen keaslian pernikahannya dengan Zuri, keheningan yang sempat menyelimuti ruang keluarga megah itu perlahan mulai terpecah. Mata semua orang tertuju pada pasangan yang kini tengah menjadi pusat perhatian, dan dalam suasana yang awalnya penuh dengan ketidakpercayaan, perlahan muncul penerimaan dari semua orang termasuk bagi Bobby dan Jemmy. Yang mau tidak mau terpaksa harus menerima kenyataan yang ada.Kak Andre, kakak tertua Edward, yang dari tadi diam dan mendengarkan semua penjelasan dari adik bungsunya, mulai bangkit dari kursinya. Pria tinggi dan berwibawa itu melangkah maju, menghadap ke arah Edward dan Zuri dengan senyum hangat yang menenangkan suasana."Edward," ucap Kak Andre dengan suara yang dalam dan penuh keyakinan, "Kakan sangat bangga padamu. Pernikahan adalah langkah besar dalam hidup, dan Kakak sangat yakin jika kamu telah memilih pasangan yang tepat. Selamat untukmu, adikku. Dan untuk Zuri, selamat datang di Keluarga Besar Kenneth."Zu
Setelah rangkaian acara yang penuh drama mengharu-biru, Edward memperkenalkan Zuri sebagai istrinya yang sah di depan Keluarga Besar Kenneth, suasana di ruang keluarga perlahan berubah menjadi lebih hangat dan akrab. Nyonya Rahayu Kenneth, atau yang akrab dipanggil Bunda Ayu, berdiri dengan senyum lembut di wajahnya."Edward, Zuri," panggilnya, menarik perhatian pasangan muda itu. "Ayo, kita semua makan malam dulu. Bunda sudah menyiapkan hidangan spesial untuk kita semua."Edward dan Zuri saling pandang dan tersenyum, lalu mengangguk serempak. "Terima kasih, Bunda," jawab Zuri dengan sopan, mengikuti Edward menuju ruang makan. Anggota keluarga lainnya pun segera mengikuti mereka, meninggalkan ruang keluarga yang megah menuju ruang makan yang tak kalah indah.Ruang makan itu besar dan elegan, dengan meja panjang yang dipenuhi dengan berbagai hidangan lezat. Di satu sisi meja, terlihat masakan khas Indonesia seperti rendang, sate, dan gado-gado. Di sisi lain, tersaji makanan Western s
Pagi itu, Ranti duduk di depan laptopnya di ruang kerja kecilnya yang nyaman. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, menerangi ruangan yang penuh dengan dekorasi dan pernak-pernik pernikahan. Di meja kerjanya terdapat beberapa catatan, daftar klien, dan kalender yang penuh dengan jadwal padat. Ranti menghirup secangkir kopi yang sudah hampir dingin, bersiap untuk memulai hari kerja yang panjang. Dia membuka emailnya seperti biasa, meninjau beberapa pesan masuk dari klien yang membutuhkan konfirmasi atau mengajukan pertanyaan. Beberapa email berisi tawaran kerja sama, dan sebagian lagi adalah undangan untuk mengikuti pameran pernikahan. Semuanya terlihat normal dan rutin seperti hari-hari sebelumnya.Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju pada satu email yang baru saja masuk. Subjek email tersebut berbunyi, "Proposal Penawaran Jasa Wedding Organizer - Urgent.”Tidak ada yang terlalu aneh dengan email itu sendiri, akan tetapi ketika Ranti melihat pengirimnya, napasnya tiba-tiba t
Keesokan harinya,Pagi yang cerah di Kota Jakarta, Ranti dan timnya bersiap memulai hari mereka dengan energi baru di kantor wedding organizer miliknya. Kemarin pagi Ranti baru saja menerima kabar jika Light WO telah dipilih untuk menangani salah satu proyek terbesar dalam karir mereka. Yaitu pernikahan seorang pengusaha sukses, Edward Kenneth, yang akan menikahi kekasihnya, Zuri Agnesa. Lokasi resepsi adalah di hotel Raffles, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan tema royal wedding yang elegan dan mewah."Ini adalah kesempatan besar bagi kita semua," ujar Ranti dengan antusias kepada timnya. Di hadapannya ada lima anggota timnya antara lain Rina, Rani, Dani, Bayu, dan Tika. Mereka semua duduk mengelilingi meja bundar besar di ruang rapat kantor."Benar sekali, Mbak Ranti. Kita harus memastikan semuanya berjalan dengan sempurna," tambah Rina, tangan kanannya yang selalu siap membantu di setiap situasi sulit dan memdesak.Ranti mengangguk. "Guys, sebagai informasi penting untuk kita semua
Zuri terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit, wajahnya terlihat pucat akan tetapi tampak lebih tenang setelah beberapa jam dirawat di UGD. Setelah dipastikan kondisinya stabil, tim dokter memutuskan untuk memindahkannya ke ruang perawatan yang berada di lantai atas. Keadaannya mungkin sudah lebih baik, namun kekhawatiran masih menggelayuti wajah setiap orang yang menunggunya di luar.Bunda Ayu, Opa Bram, Jemy, Mirah, dan Bobby sudah menanti dengan penuh harap di depan pintu ruang perawatan. Ketika perawat memberitahu bahwa mereka diperbolehkan masuk, Bunda Ayu segera melangkah masuk, diikuti oleh yang lainnya. Dengan langkah tergesa, Bunda Ayu menghampiri menantu kesayangannya yang masih terbaring di ranjang, sambil menggenggam erat tangan Zuri."Zuri, syukurlah kamu baik-baik saja, Nak," ucap Bunda Ayu dengan suara penuh kelegaan. “Bunda sangat khawatir tadi.”Zuri tersenyum lemah, akan tetapi senyum itu cukup untuk menenangkan hati Bunda Ayu. "Terima kasih, Bunda. Saya juga ber
Jemy melangkah cepat di tepian Pantai Ancol, langkah-langkahnya teratur namun tegang. Dia memeluk tubuh Zuri yang pingsan dengan erat, tubuh perempuan itu terasa ringan di pelukannya, akan tetapi beban yang dirasakan Jemy di hatinya jauh lebih berat. Pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Untungnya Tadi, sebelum dia menggendong Zuri, dia sempat menelepon Bobby, yang juga merupakan sepupu Edward, yang baru saja selesai mengikuti rapat penting di gedung yang sama yang ada di area Pantai Ancol."Bobby, aku sudah menemukan keberadaan Zuri. Tapi dia sedang pingsan! Sekarang aku sedang menggendongnya, cepat siapkan mobil di parkiran. Kita harus segera ke rumah sakit!" Suara Jemy terdengar panik di telepon.Tanpa banyak bicara, Bobby langsung bergegas menuju parkiran dan menyiapkan mobilnya.Sesampai di parkiran, Bobby melihat Jemy datang dengan langkah cepat, Zuri berada dalam gendongannya. Bobby segera membuka pintu penumpang yang ada di belakang, memberikan ruang bagi Jemy untuk memasuk
Beberapa saat yang lalu,Angin pantai Ancol berhembus lembut, membawa aroma asin laut yang memenuhi area itu. Zuri berjalan dengan langkah pelan, menyusuri garis pantai. Hatinya terasa berat, penuh dengan kekesalan yang belum juga hilang setelah pertengkarannya dengan Edward, suaminya. Kata-kata tajam dari Edward tadi, masih terngiang-ngiang di telinganya, membuatnya sulit untuk menenangkan diri.Dia berhenti sejenak, menatap riak kecil yang menggulung di permukaan air. Pasir halus di bawah kakinya terasa dingin dan menenangkan, namun rasa sakit di hatinya tetap tidak berkurang. Edward jarang sekali marah, tapi kali ini, pertengkaran mereka begitu hebat hingga Zuri memutuskan untuk menjauh sementara waktu.Dia tak ingin kembali ke apartemen yang terasa begitu sempit dengan ketegangan.Perempuan cantik itu semakin kesal kepada Edward karena sang suami tidak mau mendengarkan penjelasannya sedikitpun.Bahkan Edward malah pergi meninggalkannya di apartemen sendiri. Hal itu semakin membuat
Di sebuah apartemen,Sore yang cerah perlahan berubah menjadi kelabu di langit Jakarta ketika Ranti, seorang wanita karier yang sukses, baru saja tiba di apartemennya. Setelah melalui hari yang panjang dan melelahkan di kantor, Ranti berharap bisa menemukan ketenangan di rumahnya. Namun, langkah cepatnya begitu memasuki apartemen seolah menggambarkan keresahan yang sejak tadi melanda pikirannya. Ada hal lain yang jauh lebih penting mengisi benaknya saat ini yaitu tentang sepupunya, Tari.Tari sejak beberapa bulan yang lalu tinggal bersamanya di apartemen ini. Setelah sebelumnya sang sepupu dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di salah satu sudut Kota Jakarta.Tari mengalami gangguan jiwa saat Edward, mantan kekasih dari sang sepupu memutuskan hubungan dengannya. Hal tersebutlah yang membuat Ranti ingin membalaskan dendam Tari terhadap Edward, yang juga merupakan mantan kekasih pengusaha sukses itu.Namun sayangnya, Ranti yang awalnya hanya ingin memainkan perasaan Edward. Malah benar-b
Kedatangan Bunda Ayu,Nyonya Rahayu Kenneth, dengan gaun hijau lumutnya yang menambah wibawanya, turun dari mobil mewahnya di depan kediaman megah Opa Bram. Tangannya menggenggam tas kulit elegan, sementara langkahnya mantap memasuki halaman yang asri, dipenuhi oleh pepohonan tua dan bunga-bunga yang tertata rapi. Sejak suaminya meninggal, Opa Bram, ayah mertuanya, menjadi salah satu tumpuan hidupnya dalam menghadapi berbagai situasi. Dia merasa perlu bertemu dengannya hari ini.Begitu pintu besar kayu jati terbuka lebar, Asisten Geri, pria berwajah dingin yang selalu setia melayani Opa Bram, menyambutnya dengan senyum hangat.“Selamat pagi, Nyonya Rahayu,” sapa Asisten Geri dengan sopan, membungkukkan badannya sedikit. “Opa Bram sudah menunggu Anda di ruang kerjanya, Nyonya.”“Terima kasih, Asisten Geri,” jawab Nyonya Rahayu. Namun, sebelum sempat melangkah lebih jauh, telinganya menangkap suara keras yang berasal dari lantai dua.Suara itu sangat dikenalnya, suara putranya, Edward
Di jalanan Kota Jakarta,“Sial! Sial! Sial!” gerutu Edward sambil memukul-mukul keras setir mobil.Pasalnya pria itu masih saja terjebak kemacetan Kota Jakarta yang begitu hakiki. “Kenapa mesti sekarang, macetnya?” kesalnya lagi.Amarah semakin memuncak di dalam dirinya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena jalanan memang sedang macet-macetnya. Pria tampan itu hanya bisa sabar untuk saat ini.Setelah beberapa saat dalam perjalanan, akhirnya dia sampai juga. Edward pun melangkah cepat dan keluar dari mobilnya begitu sampai di depan rumah besar milik Opa Bram. Udara pagi yang sejuk tak mampu meredakan amarah yang membara di dadanya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Edward langsung masuk melalui pintu depan, yang dibiarkan terbuka oleh asisten pribadi kakeknya, Geri.Asisten Geri terlihat sedang sibuk dengan beberapa orang mekanik yang sedang mengurusi koleksi mobil milik sang kakek. Tanpa menunggu lama lagi, Edward pun menanyakan keberadaan Opa Bram kepada sang asisten."Asisten
Setelah Edward pergi dengan langkah cepat dan marah dari apartemen, Zuri hanya bisa menatap pintu yang baru saja tertutup keras dengan perasaan campur aduk. Air mata yang dari tadi dia tahan kini mulai mengalir perlahan. Dia mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri. Dia tahu Edward marah besar karena dokumen penting milik Opa Bram, namun Zuri merasa tidak adil karena sang suami tidak mau mendengarkan penjelasannya."Kenapa Mas Edward gak mau dengar aku dulu?" gumam Zuri pelan, sambil mengusap wajahnya yang mulai memerah karena menangis.Dia tahu sekarang bukan saat yang tepat untuk terus menangis. Zuri sadar, jika dirinya perlu menenangkan diri, terutama karena dia harus menjaga kesehatannya, bukan hanya untuk dirinya sendiri akan tetapi juga untuk bayi yang sedang tumbuh di dalam rahimnya. Perlahan, Zuri menurunkan tangan dan mengusap lembut perutnya yang masih datar, sambil tersenyum kecil.“Maaf, Sayang. Mommy janji akan jaga kamu baik-baik," bisiknya lembut.Setelah meras
Beberapa saat yang lalu,Edward berjalan mondar-mandir di ruang tamu apartemen mereka yang luas dan mewah. Matanya tak henti-hentinya menatap setumpuk dokumen di tangannya, wajahnya memerah karena emosi yang semakin memuncak. Di hadapannya, Zuri, istrinya, berdiri dengan tatapan penuh kecemasan. Air mata menggenang di matanya, sementara tangannya gemetar mencoba meraih lengan Edward.“Mas Edward, please. Dengarkan aku dulu. Aku ingin menjelaskan semuanya.” Zuri berusaha bicara, tapi suaranya terdengar seperti pecahan kaca yang sia-sia di hadapan dinding emosi yang dibangun oleh suaminya.Tanpa menjawab, Edward menghempaskan tumpukan dokumen itu ke atas meja dengan kasar, membuat suara keras yang menggema di seluruh ruangan. Dokumen-dokumen itu berserakan, beberapa halaman terlempar ke lantai, memperlihatkan judul-judul mencolok tentang “Misi Rahasia.” Ada cap tebal di pojok kanan atas yang bertuliskan: KONFIDENSIAL. Edward mendekatkan tangannya ke wajah, mengusap pelipisnya dengan ge
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan dari bandara Internasional Soekarno-Hatta, Edward akhirnya tiba di apartemen tempat tinggalnya bersama sang istri, Zuri. Dia baru saja kembali dari perjalanan dinas luar kota selama tiga hari lamanya.Berjuta kerinduan untuk Zuri tercipta sempurna di dalam hati Edward. Ingin rasanya secepatnya dia memeluk istrinya dan melepaskan segala penat dan lelahnya selama berada di luar kota.Sebagai seorang CEO EK Corp, hari-harinya dipenuhi dengan rapat, strategi, dan tekanan besar. Namun, saat ini, pikirannya tertuju hanya pada satu hal yaitu bertemu Zuri, istrinya yang selalu menjadi tempatnya bersandar setelah hari yang panjang. Edward menarik napas dalam-dalam dan memijit pelipisnya, mencoba meredakan rasa capeknya.Edward pun menekan kata sandi apartemen, pintu segera terbuka, dan dia pun mulai melangkah masuk. Pria tampan itu merasa lega bisa kembali ke rumah. Edward pun mulai memanggil nama istrinya,“Zuri, aku pulang,” serunya sambil melepas