Sarah dan Dian diantar ke rumah oleh supir pribadi Anwar. "Mbak Dian, mbak adalah orang yang sangat berjasa padaku. Jadi izinkan aku membalas semua itu mulai sekarang," ucap Sarah saat mereka tiba di rumah Sarah."Aduh Dek, nggak usah segitunya. Selama ini kan Mbak juga sangat ikhlas ngejagain dek Sarah.""Sudahlah Mbak, aku sangat berhutang budi. Aku mohon kali ini Mbak jangan menolak permintaanku. Tinggalkan kontrakan di ujang gang itu dan tempati lah salah satu apartemenku.""Aduh, jangan Dek. Itu terlalu berlebihan. Terus kalau mbak sudah jauh bagaimana caranya mbak bisa bantu dek Sarah lagi?""Sekarang mbak tidak usah khawatir, aku pasti bisa jaga diri. Kejadian itu sangat menjadi pelajaran berharga untukku, Mbak. Jangan tolak permintaanku."Sarah terus membujuk Dian sehingga akhirnya Dian tidak bisa lagi untuk menolak."Sekarang mbak tolong panggilkan mbok Asi untuk membersikan rumah ini, karena ini sudah sangat mirip dengan kapal pecah. Setelah itu kita pergi ke kantor mas Fan
Wajah Karin tampak pucat saat melihat Sarah membawakan nampan berisi dua gelas minuman."Suster Karin, kenapa? Kok wajahnya pucat begitu, sakit?" tanya Sarah sengaja ingin membuatnya bertambah gugup."Silahkan diminum," lanjutnya."Ini minuman dingin ya, aku lagi sakit tenggorokan jadi tidak bisa minum yang dingin.""Oh, kebetulan sekali ini ku buatkan teh hangat, Sus," ucap Sarah sambil meletakkan gelasnya di depan Karin.Karin tidak terdiam, matanya terus memandang ke arah minumannya. Rasa takut pun menghantuinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Sarah sudah tahu apa yang kuberikan selama ini kepadanya. Apakah dia juga mencampuri minuman dengan obat? Atau bahkan racun?'"Silahkan diminum, Sus. Mumpung masih hangat," tawar Sarah lagi mulai menyeruput teh punyanya.Tangan Karin bergetar saat hendak meraih gelas didepannya, perasaannya mulai tak enak melihat tatapan Sarah yang begitu mengerikan di matanya.Suara deru mobil membuat keduanya menoleh ke depan."Sepertinya mas Fandi sudah pu
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" "Aku datang kemari untuk memberikan suntikan vitamin untuk berjaga-jaga supaya kamu bisa kembali lumpuh untuk selamanya," ucap Karin tersenyum sinis sambil memain-mainkan jarum suntik yang ada di tangannya.Sarah segera menjauhkan dirinya dari Karin. Dia melompat ke sebelah ranjang."Mau pergi kemana kamu, Sarah? Kali ini tidak akan kubiarkan kamu lolos dan sembuh." Karin mendekat ke arah Sarah dan langsung hendak menancapkan jarum suntik ke tangan Sarah. Dengan cepat Sarah menahan tangannya sehingga terjadi dorong-dorongan.Karena tak tahu apa yang diinjaki nya, tak sengaja Karin akhirnya terjatuh. Tentunya Sarah tak membuang waktu lagi segera menancapkan jarum suntiknya ke kaki Karin."Aww!" Karin meringis kesakitan.Sarah mengehela napas lega saat obat dalam suntikan habis tak tersisa masuk kedalam tubuh Karin."Bagaimana rasanya, Jalang!" Sarah mencengkeram wajah Karin dengan kuku-kukunya."Mas! Tolong!" teriak Karin saat cengkraman Sarah semak
Belum sempat Fandi meneruskan ucapannya, perih dan panas seketika menjalar di pipinya. Memegangi sebentar pipinya menatap Saran dengan sorot mata ketakutan."Maafkan aku, Sayang. Aku khilaf, dia selalu menggodaku." Fandi kini bersimpuh dibawah kaki Sarah.Pandangan Sarah beralih pada perempuan yang masih di atas ranjang menutupi badannya dengan selimut dan tengah tersenyum padanya. Merasa puas karena melihat hancurnya hati Saran sekarang.Tanpa disuruh, Bram yang juga tersulut emosi langsung menendang muka Fandi sehingga membuatnya tersungkur ke belakang. Darah segar pun mengalir dari bibirnya. "Jangan!" teriak wanita yang ada di atas ranjang dan bersiap untuk membantu.Sarah membungkuk badannya membantu orang yang masih berstatus sebagai suaminya itu berdiri.Diusapnya darah yang ada di bibir Fandi, dan memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum."Bangunlah, Mas," ucapnya selembut mungkin."Maafkan aku, Sayang, aku khilaf.""Aku memaafkanmu, Mas," ucap Sarah lagi kemudian mengusap ramb
"Mas, jangan tinggalkan aku disini sendiri!" sentak Nesya dengan wajah memelas.Sarah pun mengandeng tangan suaminya dan pergi meninggalkan Nesya. Pintu dan jendela dibiarkannya terbuka, karena siapa tahu ada yang mendengar teriakkan Nesya dan mau menolong untuk membuka ikatan di tangannya.Sesampainya di rumah, Fandi langsung dapat Bogeman mentah dari Bram. Yang tentunya semua dia lakukan atas perintah Sarah.Beberapa pukulan dan hantaman Fandi akhirnya ambruk ke lantai. Bram mengangkatnya dan memberikannya satu hadiah lagi sehingga Fandi tak sadarkan diri.Di dalam kamar hatinya terasa perih, sayatannya semakin terasa mengingat ruangan itu mereka selalu menghabiskan waktu berdua. Sarah langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyurkan badannya di bawah shower. Air mata yang sedari tadi ditahan, kini mengalir deras tanpa menunggu persetujuannya.Pikirannya dipenuhi masa-masa bahagia bersama lelaki kedua yang sangat ia sayangi setelah ayahnya.Udara pagi yang terasa dingin, membuat
Sarah cukup terkejut saat mengetahui siapa yang menelepon, Maya. ibunya Fandi. Tak biasanya mertuanya menghubunginya, ada apakah gerangan.Sarah menghela napas sebelum mengangkat telepon dari wanita yang sebentar lagi berstatus sebagai mantan mertuanya itu."Assalamualaikum, Ma," sambutnya tetap menjaga kesopanan. Meskipun putra kesayangannya itu telah menggores luka batin yang begitu dalam terhadap Sarah."Halo, Sarah. Ada dimana kamu?" tanya wanita diujung telpon tanpa basa-basi. Tanpa menjawab salam yang diucapkan Sarah."Sarah sedang di rumah, Ma. Ada apa?" Sarah sengaja berbohong, karena ibu mertuanya belum tahu kalau sebenarnya dirinya tidak jadi bangkrut."Ajak Fandi ke rumah mama sekarang! Ada hal penting yang harus kita bicarakan." ucapan mama mertuanya yang agak judes membuat Sarah merasa muak."Iya, tapi ada apa ya, Ma?" tanya Sarah lagi. Karena sekarang dirinya sedang sibuk dengan urusan pekerjaannya."Sudahlah, cepat kesini." Maya langsung memutuskan telponnya."Argh! Ben
"Fandi!" teriak Maya keras."Mama yang menginginkannya!" lanjutnya lagi."Tidak Mas, aku tidak akan mengugurkan bayi ini. Aku menyayanginya dan juga kamu.""Hentikan sandiwaramu Nesya, akuilah apa yang sebenarnya terjadi.""Apa yang harus aku akui, Mas? Semuanya yang terjadi padaku itu semua diatas kemauan kita." Nesya tetap kekeuh."Aku tidak akan pernah mau menikahi wanita sepertimu, Nesya," ucap Fandi lagi kemudian menarik tangan Sarah untuk mengajaknya pergi."Tunggu!" Maya dengan cepat mencegahnya."Apalagi, Ma?""Masalah seperti ini tidak bisa kamu sepelekan Fandi, seorang laki-laki sejati pasti akan bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Seharusnya kamu menyakini istrimu, kalau kamu bisa berlaku adil jika berpoligami."Nesya tersenyum mengejek saat mendapatkan dukungan besar dari Maya."Sebenarnya aku dan mas Fandi saling mencintai, jadi tidak ada yang bisa mencegah hubungan kami.""Aku tidak pernah mencegah, lebih cepat kalian menikah itu lebih baik," balas Sarah enteng."A
"Sarah! Jangan keterlaluan kamu," ucap Nesya tak terima ibunya diperlakukan seperti itu.Sedangkan ibunya Nesya mengangkat sedikit kepalanya, tak percaya Sarah benar-benar menanggapinya omongannya."Aku hanya ingin melihat sebesar apa pengorbanan seorang ibu.""Sarah! Kamu benar-benar sudah tidak punya hati," ucap Maya melihat Sarah yang tampak serius dengan ucapannya."Sarah, jangan lakukan itu. Kakak tidak suka dengan caramu yang seperti ini. Semuanya telah terjadi, kamu harus bisa menerimanya," ucap Siska, kakak iparnya. sedari tadi diam sambil mengelus-elus perutnya yang mulai membuncit.Sarah terkekeh. Semua orang memojokkannya seakan-akan dialah yang paling bersalah."Jika memang Fandi tidak mau bertanggung jawab, maka aku akan melaporkannya ke polisi," ucap ibu Nesya seraya bangkit dari tempatnya.Wajah Maya mendadak pucat, "Jangan Jeng, kita harus selesaikan masalah ini dengan baik-baik. Saya sendiri yang akan pastikan Fandi dan Nesya akan segera menikah," ucap Maya mencoba mey
Sarah terbangun kala mendengar gemericik air di kamar mandi, menoleh ke sebelahnya tidak ada Zain disana."Mas," panggilnya."Iya Sayang. Aku di kamar mandi."Selang beberapa menit Zain keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang masih basah."Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Sarah lagi."Kamu terlalu lelah Sayang, jadi istirahatlah, karena nanti malam aku akan menambah durasinya," jawab Zain sambil terkekeh kecil.Sementara Sarah bergidik mendengar ucapan suaminya."Aku bercanda Sayang, sekarang mandilah. Aku sudah memesan sarapan untuk kita."*Usai Sarapan Zain membuka kembali laptopnya, untuk mengetahui kabar perusahaan sepeninggalnya."Sayang, kamu tahu tentang berita yang sedang viral?" tanyanya pada Sarah yang baru duduk di sebelahnya."Tidak, emangnya apa?" "Aku juga belum tahu apa isi beritanya, di grub WhatsApp semua pada membicarakannya."Sarah pun mengambil ponsel yang diberikan oleh Zain. Seketika itu juga Sarah terkejut saat melihat sebuah video viral yang
Karena keduanya kini sudah saling mempunyai perasaan, Zain ingin mempererat hubungan mereka, ia merencanakan menjalani honeymoon mereka yang tertunda, dengan dalih mengajak istrinya berlibur untuk refreshing.Zain memilih Maladewa atau dikenal sebagai Maldives. Ia merasa cocok jika membawakan Sarah ke sana.Maladewa adalah sebuah negara yang terletak di bagian selatan benua Asia. Dan merupakan kota impian istri tercintanya.Zain juga sudah memesan resort terbaik dan dekat dengan pantai, ia ingin membuat Sarah merasa nyaman dan bahagia selama honeymoon mereka. Mereka baru saja tiba tiga puluh menit yang lalu. Terlihat jelas raut wajah bahagia Sarah, akhirnya dia bisa menikmati keindahannya pantainya secara langsung. Karena selama ini ia hanya bisa melihat pemandangan itu melalui internet."Mas, aku sungguh bahagia hari ini. Terimakasih ya atas semuanya." "Sama-sama, Sayang. Selain membuatmu bahagia rasanya tidak ada lagi hal yang terwajib aku lakukan sebagai seorang suami."Sarah ter
"Aku hamil.""Hamil? Lalu siapa ayah dari bayimu?""Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja kamu adalah ayah dari bayiku, bukankah kamu sudah berjanji akan menikahi ku. Aku juga sudah memberikan kamu modal usaha yang cukup banyak. Kamu tidak lupa kan!" teriak Linda keras.Bersembunyi di tempat yang dirasakan aman, Sarah pun dapat mendengar dan merekam semua apa yang mereka bicarakan.Sarah berpikir itu sudah cukup untuk dijadikan sebagai bukti. Setelah menyimpan ponselnya, dia pun berbalik untuk kembali ke mobilnya. Sontak dia kaget saat melihat seorang laki-laki berdiri di depannya. "Sedang apa kamu disini?"Baru saja Sarah mau berteriak, namun tangan lembut itu segera menutup mulutnya."Mas," ucapnya setelah menghela napas panjang. "Tadi aku cariin kamu dirumah nggak ada. Mbak Tati juga bilang kalau kamu terlihat buru-buru, aku jadi khawatir. Mm ... tapi nggak sia-sia aku aktifkan GPS di ponselmu," jawab Zain dengan lalu terkekeh kecil."Sejak kapan?" tanya Sarah sambil menatap Zain
Sarah dan Zain baru saja keluar dari gedung, mereka baru saja selesai meeting. "Kita langsung pulang atau kemana?" tanya Zain pada istrinya."Kita langsung pulang saja Mas, aku mau istirahat," jawab Sarah."Zain!"Keduanya pun menoleh ke sumber suara, terlihat seorang wanita melambai-lambaikan tangannya."Violin," ucap Zain menghampiri wanita itu.Sarah pun mengerutkan keningnya, siapakah wanita itu? Kenapa suaminya terlihat begitu antusias. *Keluar dari kamar mandi, Sarah merasa aneh melihat suaminya seperti baru saja menutup telpon dari seseorang. Entah siapa itu dia pun tak tahu. "Mas, aku sudah selesai. Sekarang kamu mandilah.""Masih ada sedikit pekerjaan yang belum selesai, aku kerjakan dulu," ucap Zain keluar kamar berlalu ke ruang kerjanya.'Kenapa Mas Zain jadi begini? Tetap diam tanpa ada niat untuk menjelaskan siapa perempuan cantik tadi? Setidaknya ada sedikit basa-basi terhadapku, supaya gemuruh dalam dada ini bisa sedikit mereda.' gerutu Sarah dalam hatinya.Entah apa
Dengan posisi menungging dan siap untuk menerima permainan dari Roy, tiba-tiba ..."Awwww," Nesya meringis kesakitan.Beberapa kali lecutan gesper mengenai tubuhnya, sakit perih bercampur menjadi satu. Roy mempunyai kelainan seks, Sadomasokis. Dimana dia sangat bergairah jika melihat pasangannya tersiksa.Sebab itulah banyak wanita yang enggan untuk melayani Roy.Semua tubuh bagian belakang Nesya terlihat koreng akibat lecutan gesper. Setelah merasa puas melihat Nesya meringis kesakitan barulah Roy melanjutkan adegan panasnya.Peluh bercucuran Roy berguling ke samping usai pergumulan yang panas. Kemihnya yang terasa penuh memaksanya ke kamar mandi untuk buang hajat.Saat Roy sudah memasuki kamar mandi, Nesya perlahan bangkit dari tempat tidur. tiba-tiba saja terdengar deringan telpon yang berasal dari ponsel Roy.Terganggu dengan suara yang berisik, Nesya pun mengambil ponsel itu.Dan detik itu juga senyum jahilnya mengembang saat membaca nama Istriku terpampang di layar sebagai pene
Cuaca diluar sangatlah terik, Sarah sedang menikmati makan siangnya di cafe dekat kantornya. Dia sendirian karena Zain makan siang dengan rekan kerjanya apalagi jarak kantor mereka lumayan cukup jauh."Sarah." Tiba-tiba seseorang menyapa dan menghampirinya."Mbak Siska," jawab Sarah."Sarah, kamu apa kabar?" Tanya Siska sambil menarik kursi di depan Sarah."Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak sendiri bagaimana kabarnya?""Ya ... Beginilah," jawab Siska dengan sedikit senyum. "Oh, ya. Aku dengar sekarang kamu sudah menikah dengan pemilik perusahaan terbesar itu ya."Sarah mengangguk pelan sebagai jawaban."Maafin Fandi ya Sar, dia sudah menyakiti kamu.""Sudahlah Mbak, semuanya sudah berakhir. Sekarang mas Fandi pasti sangat bahagia bersama istri dan anaknya."Terlihat jelas raut wajah Siska mendadak lesu."Sepertinya keluarga kami sedang menerima karma," ucapnya dengan suara parau.Sarah menautkan kedua alisnya, tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh iparnya."Ayah berselingkuh dengan
"Enak ya, punya suami orang kaya! Suami kerja sementara kita ongkang-ongkang kaki dan menikmati hasil kerjanya." Terdengar suara Lidia sudah berada di depan kamarnya.Sarah menoleh sambil menyungging senyum, "Ada angin apa sehingga anda membicarakan diri sendiri kepada orang lain?" "Sarah! Belum juga seminggu kamu disini, sebaiknya kamu jaga sikap, karena aku yang berkuasa di rumah ini.""Berkuasa? Seingat ku rumah dan segala isinya ini bukan milikmu, seharusnya kamu sadar kalau kamu itu ibaratkan sirih yang hidupnya cuma numpang di batang.""Lancang sekali mulutmu, Sarah!" Tangan Lidia yang sudah terangkat dengan cepat ditangkap oleh Sarah lalu dihempaskan dengan kasar."Jangan membuatku marah, karena kamu bukan lawan yang sulit untuk ku hadapi."***Sementara di lain tempat Fandi yang sedang pusing karena baru saja mendapatkan telpon dari Frans yang menagih hutang-hutangnya.Masuk kedalam kamar niatnya ingin berkeluh-kesah dengan Nesya, tapi dia tidak menemukan istrinya disana padah
Dua hari kemudian, Sarah yang sedang menikmati sarapannya seketika melongo saat mendengar bel pintu yang terus berbunyi."Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gumamnya seraya bangkit dari duduknya. Tak lupa pula tangannya menyambar ponsel yang terletak di atas meja makan.Alis Sarah terangkat sebelah saat melihat seorang wanita yang bertamu ke rumahnya pagi-pagi sekali. Ya, wanita itu adalah Lidia, ibu tiri dokter Zain."Bisa kita bicara?" tanya Lidia dengan wajah yang tampak serius. "Ya, bicara saja langsung," ucap Sarah dengan datar."Ini hal yang sangat penting! Boleh saya masuk?" tanya Lidia lagi.Sarah memperbolehkan Lidia masuk dan mereka pun duduk di sofa. Karena kedatangan Lidia yang tampak serius, Sarah pun bersiap merekam suara lewat ponselnya. Berjaga-jaga siapa tahu suatu saat nanti mereka membutuhkannya."Saya dengar kamu pernah gagal dalam pernikahanmu, apa benar?" Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Lidia."Ya benar," jawab Sarah tegas disertai anggukan kepala."S
"Dari mana saja kamu sampai subuh begini baru pulang," tanya Fandi saat melihat Nesya mengendap-endap hendak masuk.Usai mengatur napas karena kaget, Nesya menjawab pertanyaan Fandi dengan rasa jengkel."Bukan urusanmu, sejak kapan kamu pedulikan aku?""Nesya! Kamu itu lagi hamil dan kamu adalah istriku, jadi aku berhak tahu kemanapun kamu pergi!" Fandi mengeraskan suaranya.Nesya memiringkan senyumnya, "Aku pulang jam segini, karena aku cari kerjaan. Dan kamu bilang aku istrimu, itu hanya sebagai STATUS," Nesya menekan kalimatnya "kamu tidak pernah mencukupiku layaknya seorang istri, kamu tidak pernah adil antara aku, ibu dan kak Siska. Bahkan aku merasa mereka bukanlah mertua dan ipar, melainkan maduku."Fandi mengangkat tangannya hendak menampar Nesya, tapi Nesya lebih sigap menangkapnya."Ingat Mas, aku bukanlah Sarah. Orang yang bisa sabar menghadapi sikapmu," Nesya langsung berlalu usai berkata begitu.Sedangkan Fandi tertegun. Perasaan menyesal itu kembali menggerayanginya. Anda